Part 2

64.5K 3.6K 42
                                    

Happy Reading 💞💞💞

Cahaya matahari yang masuk lewat celah jendela, membangunkan Willy yang masih bergelung dalam selimutnya. Tangannya meraba-raba atas nakas di samping ranjang untuk mengambil ponselnya.

"Oh, Shitt!"

Pukul sembilan. Hal itu berhasil membuat mata Willy yg berat melebar. Tak perlu waktu lama baginya untuk bergegas menyelesaikan rutinitas paginya. Seharusnya satu jam yang lalu Willy sudah menghadiri meeting yang akan membahas kembali kerja samanya dengan Hampton Group. Tapi sialnya, kondisinya sekarang tidak memungkinkan untuknya bisa datang tepat waktu.

Tiga puluh menit kemudian, Willy sudah terlihat rapi dengan setelan kantor yang melekat pas di tubuh tegapnya. Ia segera mengangkat ponselnya yang sejak tadi berdering. Tanpa melihatpun, ia tahu bahwa itu adalah panggilan dari asisten pribadinya.

"Tiga puluh menit lagi. Cari cara untuk menahan mereka!" perintah Willy pada lawan bicara di seberang ponselnya, lalu tanpa menunggu balasan ia segera memutuskan panggilan itu. Sebagai pemilik perusahaan memang tidak menjadikan Willy bertindak sesuka hati dalam bekerja. Ia selalu berusaha mencontohkan sikap disiplin pada karyawannya.

Willy memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang harus dilakukannya sekarang adalah segera sampai di kantor untuk menghadiri meeting sialan itu. Harga dirinya yang tinggi tidak membiarkannya menerima penolakan untuk kedua kalinya.

Jika biasanya memerlukan waktu empat puluh lima menit untuk bisa sampai di kantornya, tapi sekarang hanya dalam dua puluh lima menit Willy sudah sampai. Beruntung jalanan kota New York hari ini tidak sepadat seperti biasanya.

Langkah Willy yang sudah sampai di depan pintu ruang meeting terhenti begitu mendengar samar-samar suara bentakan pria tua yang baru kemarin menginjak-injak harga dirinya. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, Willy dapat melihat seorang wanita yang menjadi korban luapan kemarahan pria tua bernama Mr.Hampton itu menunduk ketakutan.

"Kau telah mengecewakanku Ms.Hill. Kau memang berbakat, tapi aku tidak menyukai orang yang tidak disiplin sepertimu. Kau dipecat! Aku akan tetap membayar prestasimu selama kau bekerja di perusahaanku, tapi aku tidak bisa membiarkanmu bekerja bersamaku lagi."

"Maafkan saya, Sir. Saya berjanji tidak akan terlambat lagi. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini."

"Menarik." Itulah yang Willy pikirkan saat ini. Pemandangan wanita yang sedang berlutut sembari menangis di hadapan Mr.Hampton itu entah mengapa membuatnya terhibur. Willy bahkan tidak menyadari jika senyum kecilnya terbit hanya karena menyaksikan hal itu.

"Tidak ada yang bisa mengubah keputusanku Ms.Hill. Pergilah! Aku yakin kau akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuanmu." Mr.Hampton berbalik untuk duduk di kursinya mengabaikan permohonan wanita itu.

Tadinya Willy pikir, wanita itu akan terus memohon dengan tangisan menyedihkannya. Tapi ternyata wanita itu tidak selemah yang Willy bayangkan. Itu terbukti dari sorot murka yang ditunjukkan wanita itu setelah berdiri tegak sebelum melangkahkan kaki meninggalkan ruangannya. Dan saat itu juga lah Willy masuk hingga tanpa kesengajaan tubuh wanita itu menubruk tubuhnya.

"Maaf."

Wanita yang semula menunduk itu segera mendongak menatap Willy dengan tatapan menyesal. Tatapan mereka bertemu selama tiga puluh detik. Jelas saja hal itu membuat Willy risih. Terlebih ketika tatapan yang mengarah lurus padanya perlahan berubah tajam seakan ingin mengulitinya.

"Apa kau tidak bisa melihat aku ingin masuk? Menyingkirlah dari hadapanku!" ucap Willy sinis.

Satu detik, dua detik, sampai sepuluh detik.

Eyes On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang