Part 3

59.6K 3.2K 31
                                    

Happy Reading 💞💞💞

Di ujung lorong rumah sakit yang gelap, Jeslyn menangis seorang diri. Rasa marah dan putus asa kini bercampur dalam dirinya atas semua hal buruk yang tak kunjung berhenti menimpa kehidupannya. Kenapa hidup begitu senang mempermainkannya? Kenapa mereka begitu kejam padanya?

Kenapa, kenapa, kenapa??? benak Jeslyn terus memutar pertanyaan itu. Tangannya terkepal memukul dinding dengan sisa tenaganya yang lemah.

Baru semalam Jeslyn merasakan kekacauan besar akibat pelecehan pria mabuk yang tak dikenalnya. Jangan tanyakan seberapa takutnya Jeslyn malam itu.

Jeslyn masih mengingat jelas wajah pria yang semula ia sangka akan menjadi malaikat penolongnya, tapi nyatanya hanyalah seorang iblis yang tega meninggalkannya. Sungguh ia prihatin dengan bertambahnya kaum pria brengsek di muka bumi ini. Jika bisa, Jeslyn tidak hanya menampar pria itu seperti yang dilakukannya tadi pagi, namun mencekik lehernya untuk membiarkannya merasakan sakit seperti yang Jeslyn rasakan.

Beruntung, ketika pria iblis itu pergi, datang pria lain yang menyelamatkan Jeslyn. Ia memang tidak dapat mengingat wajah pria itu dengan kondisinya yang lemah dan matanya yang buram karena air mata. Ketakutannya terlalu besar hingga membuatnya tidak sadarkan diri.

Yang Jeslyn tahu bahwa pria itulah yang sudah membawanya ke rumah sakit. Rumah sakit yang sama dengan kakaknya dirawat. Sungguh Jeslyn ingin mengucapkan terimakasih besar pada pria itu. Namun sayangnya, pria itu sama sekali tidak meninggalkan identitasnya pada pihak rumah sakit. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan Jeslyn hanyalah berharap mereka dipertemukan kembali agar ia bisa membalas kebaikan pria yang sudah menolongnya itu.

Jeslyn menghela napas berat seraya menyandarkan keningnya pada dinding yang dingin.

Hari ini, ia harus diperhadapkan kembali pada kekejaman hidup. Tadi pagi ia dikejutkan dengan kondisi kakaknya yang kritis. Dokter mengatakan bahwa tadi malam kakaknya mengalami kejang hingga kehilangan kesadaran. Tentu saja hal itu membuat penyesalan besar menghinggapi Jeslyn. Seharusnya tadi malam ia menemani kakaknya, bukan terjebak bersama para pria brengsek itu.

Selama ini keadaan kakaknya memang tidak bisa dikatakan baik, namun ini pertama kalinya kakaknya sampai tidak sadarkan diri.

Jeslyn sangat tahu kondisi kakaknya akan terus memburuk jika tidak segera dilakukan pembedahan. Sudah lama dokter menyarankan agar kakaknya segera mendapat tindakan operasi, namun karena kondisi keuangannya yang tidak mencukupi tentu saja operasi itu tidak dapat dilakukan.

Sekarang, setelah pemecatan yang dialami Jeslyn, bagaimana caranya ia bisa membiayai pengobatan kakaknya? Bagaimana ia bisa membayar biaya operasi kakaknya? Padahal jika operasi itu ditunda kembali, maka akan semakin memperburuk keadaan kakaknya, bahkan sampai...Ah, sungguh Jeslyn tidak sanggup membayangkannya.

Setelah puas meluapkan kesedihannya dan memastikan sekarang adalah jam kunjung, Jeslyn melangkah gontai masuk ke ruangan ICU. Sama sekali tidak ada semangat dalam dirinya. Bahkan bisa dibilang Jeslyn tidak memiliki harapan dalam hidupnya, selain melihat mata kakaknya terbuka untuk menatapnya.

Air mata Jeslyn kembali terjatuh saat melihat kakaknya terbaring dengan banyak peralatan medis terpasang di tubuhnya. Rasanya begitu sakit melihat orang yang kau cintai menderita sakit.

"Kenapa kau seperti ini? Kau jahat, Sha! Kau melimpahkan semua beban berat ini padaku," luapan  kemarahan Jeslyn membuatnya kembali terisak. "Aku mohon, bangunlah! Aku membutuhkanmu." Jeslyn menggenggam tangan dingin kakaknya. Sungguh ia tidak tahu harus meluapkan kemana rasa frustrasinya ini. Hanya kakaknya satu-satunya keluarga dan sahabat yang dimilikinya saat ini.

Oh Tuhan, betapa Jeslyn merindukan masa-masa kebersamaan mereka. Masa-masa dimana penyakit sialan ini belum menggerogoti tubuh kakaknya. Penyakit yang membuat kakaknya tidak mampu lagi berkomunikasi selama dua bulan terakhir ini karena sel kanker telah merusak sel saraf di bagian otaknya.

Maisha Hill adalah seorang designer terkenal yang telah merancang ribuan busana untuk kalangan atas seperti para pejabat dan artis papan atas. Bahkan presiden negara mereka mempercayakan gaun pernikahan putrinya dirancang oleh Maisha. Wanita itu selalu mampu membuat bangga Jeslyn dan orangtuanya atas kesuksesan yang dicapainya. Keceriaannya selalu berhasil membuat orang-orang disekitarnya ikut tersenyum bersamanya.

Namun lihatlah sekarang! Semua yang ada di depan Jeslyn sama sekali tidak menunjukkan masa lalu yang barusan dikenangnya. Wajah wanita yang sedang terbaring di depannya kini tampak pucat, pipinya tirus dan badannya mengurus. Sungguh hati Jeslyn teriris nyeri melihat semua perubahan itu.

Jeslyn menegakkan tubuhnya dengan mata berkilatkan tekad kuat. Demi Maisha, demi satu-satunya orang yang dicintainya di dunia ini, ia tidak boleh menyerah. Ia harus berusaha mendapatkan pekerjaan baru untuk bisa membayar biaya operasi kakaknya.

Untuk kesekian kalinya Jeslyn menghela napas berat. Energinya terkuras habis akibat dirinya yang terus menangis seharian. Mungkin lebih baik ia memutuskan untuk mencari pekerjaan besok. Jadinya, Jeslyn memilih mengistirahatkan tubuhnya di ruang tunggu di depan ruangan ICU.

Belum sampai sepuluh menit Jeslyn tertidur, ponselnya berdering. Sungguh ia ingin merutuk siapapun yang sudah mengganggu tidurnya. Dengan mata yang berat, ia masih bisa melihat nama Mr.Hampton tertera di layar ponselnya.

Kerutan samar muncul di kening Jeslyn. Untuk apa pria tua itu menghubungi Jeslyn setelah memecatnya? Dulu saja, Mr.Hampton tidak pernah menghubunginya secara langsung sekalipun ia sebagai kepala divisi keuangan. Perlu waktu tiga puluh detik sampai akhirnya Jeslyn memilih mengangkat panggilan itu.

"Ada apa, Mr.Hampton?" tanya Jeslyn ketus tanpa salam pembuka. Rasa marahnya tertarik keluar mengingat segala perlakuan pria tua itu padanya di kantor tadi.

"Wahh. Belum dua puluh empat jam aku memecatmu dan kau sudah berani bersikap tidak sopan padaku, Ms.Hill?" Balasan dari Mr.Hampton berhasil membuat rasa kantuk Jeslyn menguap seketika. Yang benar saja ia harus menghormati orang yang telah memecatnya dengan tidak hormat.

Oh, sungguh! Jeslyn ingin cepat-cepat mengakhiri panggilan yang membuatnya muak ini. Masih dengan suara ketusnya Jeslyn berkata, "Aku tidak punya waktu untuk berbasa basi. Katakan, apa mau mu?"

"Mulai besok kau bisa bekerja di Rutter Group! Anggap saja ini sebagai bentuk kebaikan hatiku karena telah memecatmu." Mr.Hampton mengatakan tujuannya.

Jeslyn terdiam, mencoba mencerna baik-baik apa yang baru saja didengarnya. Tangannya sibuk mengusap-ngusap telinga memastikan jika pendengarannya tidak mengalami kerusakan. Ini terlalu tiba-tiba. Tidak mungkin Mr.Hampton begitu baik memberikan pekerjaan baru untuknya. Terlebih perusahaan itu adalah perusahaan yang selalu bersaing dengan Hampton Group.

"Ms.Hill, kau mendengarku?" Pertanyaan Mr.Hampton menyadarkan Jeslyn dari pikirannya yang sempat berkelana.

"Bagaimana jika aku menolak?" tanya Jeslyn cepat. Ia merasa seperti mendapatkan peluang sekaligus jebakan secara bersamaan. Bisa saja ini hanya jebakan Mr.Hampton untuk mengambil keuntungan darinya. Pasalnya pria tua itu terlalu licik dalam hal berbisnis.

"Aku tahu kau sulit mempercayainya. Tapi ini murni karena aku ingin membantumu. Bukankah kau mengatakan sangat membutuhkan pekerjaan?"

Benar, Jeslyn sangat membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan biaya operasi kakaknya. Apapun alasan Mr.Hampton, ia akan memikirkannya nanti. Yang pasti, ia tidak boleh melewatkan kesempatan ini.

"Baiklah, aku menerimanya." ucap Jeslyn dengan nada yang lebih menyerupai paksaan.

"Kalau begitu, selamat bergabung dengan Rutter Group. Semoga kau beruntung!" Mr.Hampton memutuskan panggilan secara sepihak.

Helaan napas panjang Jeslyn terdengar. Mengapa rasanya ada sesuatu yang ganjil? Ayolah, mana mungkin perusahaan terkenal itu mau mempekerjakan seorang pegawai tanpa seleksi yang ketat. Ini terlalu mudah bagi Jeslyn untuk mendapatkan pekerjaan itu.

Tapi sudahlah, Jeslyn tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Yang terpenting untuk saat ini, ia bisa lega karena sudah mendapatkan pekerjaan pengganti. Semoga saja pekerjaan itu akan lebih baik dari pekerjaan sebelumnya.

*****

Eyes On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang