03

1.3K 165 19
                                    

Beberapa kursi telah tersusun rapi di atas panggung, hari ini fansign akan diadakan untuk mempromosikan album baru mereka. Jungkook menatap nanar kerumunan wanita yang mulai berdatangan dan mengisi bangku-bangku kosong hingga sebagian terisi penuh.

Jungkook menghela napas panjang. Detak jantungnya mulai tidak beraturan dan dadanya terasa sesak. Seokjin memperhatikan tak jauh dari posisi Jungkook berdiri. Menggapai dinding sambil terengah karena napas yang sesak. Tubuhnya lemas, keringat dingin bahkan mengucur dari dahinya.

Sebuah obat beserta air minum disodorkan pada Jungkook. Seokjin menatapnya cemas. "Bagaimana kau bisa melupakan obat penenangmu?"

"Maaf dan terimakasih hyung.”

Jungkook menenggak obatnya dengan tangan bergetar. Kepalanya berdenyut nyeri sedangkan otaknya terus berpikir. Apakah dia sanggup menghadapi semua ini? apakah semuanya akan baik-baik saja jika Jungkook terus mengonsumsi obat-obatan itu?

Namjoon menghampiri, mereka harus bersiap untuk keluar karena acara yang akan dimulai. Tentunya Jungkook sudah sedikit tenang sekarang. Napas dan detak jantungnya sudah kembali normal. "Kau baik-baik saja? Kita harus segera keluar. Kalau kau tidak sanggup, jangan dipaksakan. Aku akan membuat alasan agar kau bisa istirahat."

"Aku sudah tidak apa-apa hyung.”

Menarik napas panjang, Jungkook mempersiapkan mentalnya. Juga kembali mempersiapkan senyum palsu yang selama ini telah dijaga olehnya dengan baik.







Bersama dengan terik matahari yang menyengat kulit, senyum Somi merekah. Begitu cerah dan hangat bagaikan sinar mentari. Langkah kakinya terasa ringan meskipun membawa beban berat di tangan. Sebuah koper berukuran cukup besar diseretnya dengan sedikit susah payah keluar dari rumah. Di bahunya, tersampir sebuah tas kecil berisi pernak-pernik kecil yang mungkin akan dibutuhkannya selama di pesawat nanti.

Hari keberangkatannya menuju Korea akhirnya telah tiba. Jujur saja, beberapa hari terakhir ini dirinya tidak dapat tidur dengan nyenyak karena terlalu senang. Doyeon benar-benar merasa sangat terganggu karena di tengah malam Somi akan berteriak. Masih merasa tidak percaya dengan yang di alami sambil berulangkali memukulkan bantal pada wajah. Doyeon sampai hampir menganggap kalau Somi sudah gila.

Tiga hari penuh perjuangan bagi Doyeon. Hari ini, saat mengantar Somi di depan rumahnya. Dia terlihat sangat lesu. Kantung mata menggantung menghiasi kulit pucat Doyeon. Lihat saja nanti, dia akan balas dendam pada kasurnya dengan tidur seharian di sana.

Mino menatap sendu Somi yang sedang memeluk Doyeon. Dua mobil van sudah menunggu di sana. Siap membawa Somi pergi dari hadapannya beberapa saat lagi. Pria itu menghela napas pasrah. Mungkin memang sudah waktunya dia melepas Somi dan mencari cinta baru. Terlebih Somi hanya menganggapnya sebagai seorang kakak. Menyedihkan memang.

"Gue berangkat ya? Lo mau oleh-oleh apa ntar?" Somi memeluk Doyeon dengan erat. Bagaimanapun Somi sudah menganggap Doyeon saudara. Karena selama dia hidup di Indonesia, Doyeon dan Mino lah yang merawat dan menjaganya hingga sekarang.

"Oleh-oleh gampang, yang penting lo buruan berangkat. Ngantuk gue." Doyeon menguap keras sambil mengusap kedua mata yang rasanya semakin lama menjadi lengket.

Somi terkekeh, menoyor pelan kepala Doyeon lalu kembali memeluknya.

"Eh Som, pokoknya lo harus jodohin gue sama Seokjin, ok? Kalau sampe lo gak jodohin gue sama Seokjin. Gue doain lo di gerepe Jungkook," bisiknya pelan di telinga Somi.

"Sialan! Mesum lo!"

Kini gadis itu beralih, mendekati Mino yang berdiri canggung sambil terus menatapnya. "Nggak mau peluk kak?" Somi merentangkan tangan menunggu Mino bereaksi.

Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang