Prologue

27.2K 766 3
                                    

Claret Diargo memaksa masuk ke sebuah ruangan, tak mempedulikan larangan dari seorang sekretaris yang sedari tadi menghalanginya untuk masuk.

"Pak Daniel sedang tidak bisa diganggu, nona Claret."

"Mohon mengertilah, nona. Saya bisa dipecat." Sekretaris yang sudah Claret kenal bernama Diar memohon.

Ia tidak berani mencekal tangan Claret karena Claret adalah tunangan dari bosnya, namun ia juga tidak bisa membiarkan Claret masuk ke ruangan bosnya karena bosnya berpesan dia sedang tidak bisa diganggu.

"Diar, tenang saja. Saya akan pastikan kamu tidak akan dipecat. Kalaupun si Daniel akhirnya memecat kamu, saya akan mempekerjakan kamu lagi."

"Tapi, nona..."

Claret tidak mau lagi beradu argumen dengan Diar. Dia berjalan melewatinya dan mengetuk pintu ruangan yang ditujunya dua kali. Tidak ada jawaban.

Claret melirik Diar yang menggelengkan kepalanya padanya. Claret mendengus. Memang urusan penting apa yang sedang dia lakukan sampai tidak bisa diganggu?

Berselang dua detik Claret membuka pintu, ada perasaan menyesal dalam dirinya. Seharusnya dia tidak masuk. Tapi sudah terlanjur? Lalu, apa? Lari dan pergi begitu saja?

Tidak, dia tidak bisa pergi begitu saja setelah melihat tunangannya sedang berciuman dengan seorang perempuan yang memakai kemeja dengan setengah kancing atas yang terbuka. Perempuan itu duduk diatas meja kerja sedangkan tunangannya berdiri didepannya.

Begitu menyadari kehadiran Claret, tunangannya itu langsung menghentikan aksi asusilanya. Ia mengerutkan dahinya menatap Claret. Sama sekali tidak ada perasaan bersalah di wajahnya.

"Claret?" Desisnya.

"Seriously, Daniel? Di dalam kantor kamu sendiri?" Claret bertanya dengan sinis. Kedua tangannya dia silangkan di depan dada.

"Siapa dia?" Tanya perempuan yang sedang membenarkan bra-nya dan memakai ulang bajunya.

"Cih, harusnya aku yang bertanya," Claret menatap perempuan itu dengan tatapan sinis. "But never mind. Gak penting juga aku tau siapa kamu."

"Claret, bisa kamu keluar dari ruangan aku sekarang?" Daniel menatap Claret tak suka.

Claret cukup kaget mendengar ucapan Daniel. Dia diusir keluar oleh tunangannya sendiri hanya demi perempuan yang bahkan mungkin Daniel bawa dari club.

Claret menaikan dagunya. "Aku? Dia yang harusnya keluar!"

Claret menunjuk perempuan itu dengan emosi yang mulai tidak bisa ditahannya.

Daniel menghentakan nafasnya. Lalu dia menatap perempuan itu, "you better go, I'll call you."

"Daniel?!" Protes perempuan itu tak suka.

"I'll call you," Daniel mengulangi perkataannya seperti berusaha meyakinkannya.

Sementara Claret memperhatikan percakapan mereka dengan desiran dalam hatinya yang tak bisa dia ungkapkan.

Perempuan itu tidak berkata apa-apa lagi dan dengan kesal membenarkan pakaiannya lalu keluar dari ruangan itu.

Diar terlihat mempersilahkan perempuan itu menuju ke pintu keluar. Sepertinya Diar sudah mengetahui hal ini dan tentu saja ia tadi berusaha untuk mencegah Claret masuk.

Sepeninggalan perempuan itu, Daniel berdeham dan menyandarkan tubuhnya di depan meja tempat perempuan itu tadi duduk. "What brings you here?"

"Aku gak boleh datang ke kantor tunanganku sendiri?"

"Harusnya kamu telepon dulu," sahutnya kemudian.

"Supaya kelakuan kamu gak ketahuan?" Claret menyahut dengan nada sinis.

Daniel tertawa kecil, membuat Claret bingung. "Kau bahkan sudah tahu bagaimana kelakuanku selama ini. Aku tidak takut ketahuan, Claret."

Claret mengerlingkan matanya. Andai saja dia bisa karate, sudah bisa dipastikan dia akan mematahkan seluruh tulang-tulang Daniel.

"Aku hanya tidak mau kamu menggangguku. That's all."

Lupakan karate. Tamparan tidak perlu menggunakan karate, bukan? Claret sudah akan berjalan mendekati Daniel dan melayangkan tamparannya ke wajah tampan pria itu. Oh come on Claret, kau bahkan masih menyebutnya tampan?

"You know what, you are the best jerk I've ever met," ucap Claret setelah mengurungkan niatnya untuk menampar Daniel.

"Dan aku tunangan kamu." Daniel menampilkan senyuman liciknya.

"I hate you, Daniel."

"No, you love me," sanggah Daniel dengan santainya.

"Let's grab some lunch." Dia tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa, lalu mengajak Claret makan diluar bersama.

Saat Claret berada didekatnya, Daniel berbisik, "aku mau bertunangan bukan berarti aku tidak bisa bermain-main. Ingat itu, honey." Dia kemudian tersenyum manis menatap Claret.

"Aku bukan wanita yang mudah menyerah, Daniel. I'll have what I want."

Daniel menaikan kedua bahunya. "We'll see."

***





The Best JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang