Makan malam dengan keluarga Diargo ternyata tidak semenakutkan yang Daniel bayangkan. Daniel sudah terbiasa mengimbangi intimidasi dari perkataan-perkataan Teddy Diargo, seperti halnya kebanyakan pengusaha sukses lainnya. Sementara Yuke Diargo bersikap sangat ramah.
Daniel tiba-tiba berpikir, jadi siapa yang awalnya mencetuskan perjodohan ini? Teddy? Tidak mungkin. Sepertinya dia tidak menyukai Daniel. Mungkin Yuke.
"Jadi, sudah berapa persen persiapan pertunangan kalian?" tanya Teddy, masih dengan nada dingin yang mengintimidasi.
"Sudah hampir selesai, pa," Claret yang menjawab.
Daniel mengangguk membenarkan. "90 persen siap."
"lalu, sudah sejauh apa kamu mengenal putri saya?" Teddy menatap tajam Daniel. Jika tadi Daniel bisa mengimbangi pembicaraan Teddy mengenai bisnis dan pendidikan, sepertinya untuk pertanyaan yang satu ini Daniel terlihat bingung bagaimana harus menjawabnya.
"Kami sudah menghabiskan waktu bersama untuk mengobrol, pa. Bahkan kami pergi fitting gaun dan jas bersama. Iya kan, Daniel?" lagi-lagi Claret yang duluan menjawab.
Daniel melirik wanita yang berada di sampingnya itu, dan wanita itu tersenyum kepadanya. Entah hanya perasaan Daniel saja atau memang Claret sedang berusaha menyuruhnya untuk mengiyakan jawaban Claret.
"Papa tahu itu, karena kemarin malam papa melihat kamu diantar oleh Daniel sampai ke depan rumah," Teddy menyela. "Tapi yang papa tanyakan adalah, sudah sebanyak apa yang Daniel tahu tentang kamu. You're engaged soon dan kalau kalian tidak tahu apa-apa mengenai satu sama lain, that's a disaster."
Daniel lalu mengamit tangan Claret, menggenggamnya dan meletakannya diatas meja sehingga bisa dilihat oleh Teddy.
"Saya harus jujur bahwa saya belum mengenal Claret secara dekat. Saya juga tidak tahu banyak hal tentang dia, bahkan hari ini saya baru tahu kalau Claret ternyata pintar memasak. Itu karena kami dipertunangkan dalam waktu yang singkat tanpa mengenal satu sama lain sebelumnya." Daniel memberi jeda pada perkataannya. "Tapi, bukan berarti pertunangan ini tidak bisa dilaksanakan, bukan? Kalau kami berdua sama-sama berkomitmen untuk saling mengenal mulai dari sekarang, tidak masalah bukan?"
"Komitmen itu satu kata yang besar, young man." Teddy bersidekap.
Daniel mengangguk-angguk kecil. "Iya, saya tahu. But I'm a man of my word."
Daniel melihat senyuman Claret dari ujung matanya dan Daniel merasa berada diatas angin.
"Saya harap seperti itu. Benar-benar berharap."
Daniel mendengar masih ada nada ketidakpercayaan disana.
"Ngomong-ngomong, gimana rasa masakannya Claret?" Yuke tiba-tiba menyela, mengganti topik.
"Enak, Tante. Sangat enak bahkan."
Rona merah terlihat di kedua pipi Claret. Membuat Daniel ingin menangkup dan menciumnya. Belum, belum saatnya.
"Claret jadi lebih pendiam dari biasanya kalau ada kamu," Yuke berkomentar, ia terseyum menggoda putrinya.
Daniel menyipitkan matanya. Claret tidak terlihat seperti perempuan cerewet. "Memangnya Claret biasanya cerewet?"
"Tidak," Claret menjawab cepat.
"Setidaknya tidak sediam ini. Dia jaga image sekali didepan kamu." Yuke terus menggoda putrinya. "Asal kamu tahu, dia sengaja menyiapkan masakan kesukaan kamu."
Senyum Daniel mengembang. "Saya suka masakannya, juga orang yang memasaknya."
"Eh?" Claret terlihat kaget mendengar perkataan terakhir Daniel.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Jerk
RomanceCOMPLETED Baca dulu, dijamin akan ketagihan. Setiap chapter membuat perasaan dicampur aduk. Read and feel it. *** Daniel Caprion Deksa membenci ketidak bebasan terlebih dalam hal wanita. Baginya bertunangan dengan Claret tidak merubah kebebasannya u...