Five

9K 420 1
                                    

Sebelum membaca kelanjutan cerita, aku ingin berterima kasih untuk yang udah mau baca dan bahkan rate cerita ini. Terus dukung ya. Semoga kalian suka ceritanya.

__________________________________________________________________________

 Daniel sudah banyak sekali mendengar kalimat itu terucap dari mulut wanita-wanita yang menemani malam-malamnya. Tapi tidak ada yang benar-benar dianggapnya serius. Dan sekarang muncul satu kalimat serupa dari orang yang beberapa hari lagi akan menjadi tunangan resminya. Tapi Daniel tidak tahu apakah dia akan memaknainya atau membiarkannya lalu begitu saja seperti wanita-wanita yang menghabiskan satu dua malam bersamanya.

"Boleh aku yang balik bertanya ke kamu?" pertanyaan Claret mengejutkan Daniel. "Are you in love with me?"

Daniel terdiam cukup lama, hingga akhirnya Claret mendesah dan bersiap keluar dari mobil. "Tidak usah dijawab kalau begitu."

"Wait," Daniel menangkap siku Claret sebelum ia membuka pintu mobil.

Claret berbalik lalu menatapnya.

"Kamu tidak ingin dengar jawaban aku?"

"Kalau kamu tidak ingin menjawabnya, jangan dipaksakan."

Daniel tersenyum jahil. "Siapa bilang aku tidak ingin menjawab? Aku bahkan belum berbicara sepatah katapun."

"Kamu terlihat seperti tidak ingin menjawab."

"Hey, pretty girl," Daniel mengelus rambut Claret dan memasukan helai rambut yang terjuntai ke belakang telinga Claret. "Menurut kamu, kenapa aku mau bertunangan dengan mu kalau aku tidak mencintai kamu?"

Claret tidak bisa menyembunyikan perasaan berbunga-bunga-nya.

"See? You're blushing." Daniel mengusap pelan pipi Claret yang memerah dengan punggung jarinya.

"I'm not" Claret mengelak. "Ayo makan."

Daniel tidak bisa menghentikan tawanya hingga pesanan makanan mereka datang.

***

"Duh, Vay. You should have seen his face waktu itu."

Tiga hari sebelum hari pertunangannya, Claret menyempatkan diri bertemu dengan sahabatnya, Vaya. Mereka memakan makan siang mereka di restoran sebuah hotel dimana Vaya bekerja sebagai manajer hotel. Ada banyak hal yang belum diceritakannya, tapi tetap semua hal itu topik utamanya tentu saja Daniel.

Vaya mengerlingkan matanya. Dari pertama kali Claret menyebutkan nama Daniel, Vaya sudah sangat tidak setuju dengan rencana pertunangan mereka.

"Clar, aku kan udah bilang, Daniel is a professional jerk. Semua yang dia katakana ke kamu, semua itu cuma rayuan yang selalu dia katakana ke wanita-wanita teman tidurnya."

"Dia bilang dia akan berubah, Vay."

"Dan kamu percaya itu?"

"Tentu saja."

Bayangan Daniel yang mengelus pipinya terbesit di otak Claret, membuatnya tersenyum lebar.

"Claret!" Vaya membuyarkan lamunan Claret. "Look at yourself, seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta."

"Memangnya kenapa? Tidak boleh?" sergah claret tidak terima.

Vaya mendesah. Entah sudah berapa kali ia memperingatkan sahabatnya ini untuk berhenti berharap pada Daniel dan mencari pria lain saja.

"Vay, aku tahu dia punya reputasi yang jelek." Claret meletakan cangkir kopi-nya setelah meneguk satu kali.

"Sangat-sangat buruk," sela Vaya.

The Best JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang