Dirga hari ini pulang cepat, tak lupa ia menjemput kekasihnya itu. Berencana untuk mengajaknya nonton film horor yang baru keluar hari ini. Pemuda ini addict pada hal yang berbau horor, sedangkan Caca adalah gadis addict pada hal yang berbau romantis. Mereka bertolak belakang, tapi bisa melengkapi satu sama lain.
Pemuda ini sudah menunggu di depan gerbang sekolah sekitar 20 menit. Ia sudah spam chat ke Line Caca untuk memberitahu gadis itu kalau ia sudah berada di gerbang. Rasa suntuk merayapinya, ia membuka ponsel dan membuka aplikasi instagram. Melihat-lihat isi instagram seorang gadis dengan rambutnya yang panjang, tetapi bukan akun milik Caca.
"Dor!" Caca mengejutkan pemuda yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya. Buru-buru pemuda itu menutup ponselnya lalu memasukkan ke dalam kantong celananya.
"Kok tumben cepet keluarnya?" tanya pemuda itu, Caca mengerutkan dahinya merasa keheranan.
"Lo demam, Ga? Perasaan tadi lo ngedumel bilang lama deh!" Gadis itu menggelengkan kepalanya tak mengerti.
"Masa? Kok gue lupa ya?" elak pemuda tersebut.
Caca langsung saja menaiki motor pemuda tersebut tanpa mau berlama-lama dan membuang waktu di sekolah. Dirga membawa gadis tersebut ke bioskop tanpa mengganti seragam mereka terlebih dahulu.
Sesampainya di bioskop, mereka langsung mengantri membeli tiket. Setelah selesai mengambil tiket, Dirga menarik tangan Caca dan mendekati cafetaria. Ia membeli softdrink dan popcorn. Lalu mereka duduk di meja kosong untuk menunggu studio dibuka.
Mereka berbicara dan bercanda, tampak jelas wajah Caca bahagia menghabiskan waktunya berdua Dirga. Ia melepaskan seluruh keluh kesahnya selama belajar di sekolah, ia bercerita selalu diganggu Bagas dan dibela Syifa. Gantian Dirga yang bercerita permainan basketnya mendapat kemajuan. Begitulah mereka untuk melengkapi kekurangan masing-masing.
"Dirga?" sapa seorang perempuan dengan memakai seragam yang sama dengan seragam milik Dirga.
Teman sekolahnya, pikir Caca.
"Eh, Aliah." bibir Dirga terangkat saat melihat temannya itu.
"Pacar kamu?" tanya gadis yang bernama Aliah tersebut.
"Temen, Al. Kamu sendiri aja?" tanya pemuda itu.
Perasaan Caca campur aduk saat pemuda itu hanya mengakuinya sebagai temannya. Segitu tidak mau temannya tahu kalau Caca adalah pacarnya. Apakah Caca terlihat memalukan? Jantungnya berdetak dengan cepat, terasa sakit baginya mendengar ucapan Dirga yang hanya mengakuinya sebagai teman.
"Enggak, aku sama Disa kok ke sini," ucap gadis tersebut, "aku pamit dulu ya, Ga, have fun!" pamit gadis tersebut tanpa melihat raut wajah Caca yang sudah berubah.
"Aduuuuh, perut gue sakit! Anter gue pulang dong, Ga." pinta Caca setelah gadis yang bernama Aliah tersebut pergi.
"Alesan lo, bilang aja cemburu!" seketika tawa meledak dari mulut Dirga.
"Lo pikir lucu? Lo mau anterin atau gak, gue bakal tetep pulang!" Ia bergegas merapikan barangnya yang ada di atas meja kemudian melangkahkan kakinya menjauihi pemuda tersebut.
"Jangan manja deh, Ca!" teriak Dirga saat gadis itu mendekati pintu keluar gedung bioskop. Dirga mengacak rambutnya, ia frustasi pada sikap Caca tersebut.
"Dasar sumbu pendek!" rutuknya.
Air mata sudah mengumpul di ujung matanya, pandangannya kabur, tak sengaja ia menabrak seorang pemuda yang tak asing baginya. Ia langsung minta maaf dan berlalu begitu saja. Ia tak sadar pemuda tersebut memperhatikannya saat berlalu darinya.
Caca merutuki dirinya yang langsung marah seperti tadi. Ia malu, tapi ia marah pada Dirga yang hanya mengakuinya sebagai teman. Ia benci Dirga, sangat benci pada pemuda tersebut. Ia terisak sambil menunggu kendaraan umum lewat.
"Nih ambil!" seseorang menyodorkan tisu kepadanya. Lantas ia mengambil tisu tersebut dan menghapus air matanya.
"Makasih," ucap pemuda itu bermaksud menyindir. Caca mengangkat kepalanya dan mendapati Bagas di depannya.
"Bagas! Lo tuh gak ngerti banget sih." rutuknya.
"Gak ngerti apa?"
"Ya harusnya lo ngerti kek kalau gue itu sedih, lo malah nyindir gitu, apa banget sih lo, Gas!"
Pemuda itu terkekeh mendengar ucapan polos dari Caca. Ia mengerti jika gadis itu sedih, lantas ia memberinya tisu, tapi gadis tersebut malah memprotesnya.
"Lo tuh harusnya bilang makasih, udah untung gue kasih tisu."
"Lo tuh gak peka banget, cewek tu butuhnya bahu bukan tisu. Pantes aja lo jomblo mulu, gak peka banget."
"Iyayayaya, lo nangis aja masih nyebelin ya. Udah nabrak gue, minta maaf gak sopan, gue kasih tisu lo malah nyerocos." Ia mulai tidak memahami kondisi.
Gadis itu malah memperkuat suara tangisnya. Hatinya benar-benar sakit, ia pikir Dirga bangga punya kekasih sepertinya. Ia pikir Dirga akan memperkenalkannya kepada teman-teman pemuda itu sebagai pacarnya. Tapi tak sesuai ekspektasi Caca, ia malah mengakuinya sebagai teman. Ingin ia protes di depan telinga pemuda itu saat ini juga. Tapi pemuda itu bahkan tak peduli ia pulang sendirian. Pemuda itu malah menonton tanpa memperdulikannya yang sedang nangis di pinggir jalan saat ini.
"Gas," panggilnya.
"Hmm?"
"Lo beneran jomblo dari lahir ya, Gas?" tanyanya.
"Gimana ya, Ca? Bisa dibilang iyasih." jawabnya jujur.
"Gas, sakitnya tuh di sini." Ia menepuk dada kirinya, tempat di mana jantungnya berada.
"Kenapa?"
"Tadi gue kan nunggu studio buka sama Dirga, eh terus temennya nyamperin dia. Masa gue cuma dianggap temen sih, Gas, sama dia. Lo bisa bayangin gak sakitnya hati gue cuma diakui sebagai teman. Seumur-umur gue hidup, baru kali ini pacar gue akui gue sebagai temen di hadapan temennya. Gue pikir dia bakal bangga sama gue, Gas, tapi apa yang gue dapet? Betapa bahagianya gue yang ngenalin dia ke temen-temen gue dan dengan bangganya gue bilang dia pacar gue.
"Tapi dia balesnya apa, Gas? Gue malu banget demi apa. Cuma gue yang sayang dia, dia gak sayang gue. Kalau dia gak sayang kenapa dia masih pertahanin gue sih, Gas, kenapa? Dia gak tau kalau sikap dia nyiksa gue? Gue sedih, Gas. Gue jenuh banget sama sikap dia yang kaya gitu. Salah ya gue berharap kalau dia itu bangga milikin gue? Hancur banget gue hari ini." Ia diam sejenak.
"Gue gak tau diri ya, Gas? Seharusnya gue gak boleh nuntut ini-itu ya, Gas? Lo pernah gak sih ngerasain posisi gue, Gas? Posisi dimana cuma lo sendiri yang berusaha ngejalanin hubungan yang bobrok ini, hubungan yang udah gak sehat, gue cuma bisa benci nasib gue yang kaya gini." air matanya jatuh di pipi kanannya.
Pemuda itu mendengar curahan isi hati gadis itu. Baru kali ini ia melihat gadis yang bawel di sekolah menangis di hadapannya. Ia ngerti kalau Caca itu seperti perempuan pada umumnya yang mudah tergores hatinya. Tapi ia tak menyangka bisa melihat sisi rapuhnya. Bagas hanya bisa mengusap bahu gadis itu, ingin memeluknya tapi ia tak berhak.
Seakan Bagas merasakan apa yang gadis itu rasakan. Bukan sekali Bagas memergoki gadis ini menangis seperti ini, bahkan Bagas sering melihat gadis ini menangis di gudang belakang sekolah. Membuat Caca marah adalah salah satu upaya Bagas untuk menghibur temannya itu.
"I don't know how to give you advice, Ca. Akhirnya Dirga sadar punya cewek jelek kaya lo!" tawa pemuda itu meledak. Ia berusaha untuk mencairkan suasana dan menghibur Caca.
"Bagas! Lo apa banget deh, malah ngina. Gue imut kok." belanya.
"Yaudah, gue anter pulang yuk. Ingus lo udah nempel tuh di pipi."
"Bagasssss, plis gak usah pake ngina." Bagas hanya menanggapinya dengan kekehan kecil. Lantas ia mengantar gadis rapuh itu pulang ke rumahnya.
CR
Pekanbaru
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable
Teen FictionCERITA INI DI PRIVATE Buat kalian yang baru gabung baca cerita ini follow dulu akun aku untuk bisa membaca semua part. Beberapa part dengan konflik berat aku Private. Ini bukan kisah dimana siklus pdkt-jadian-putus berlaku. Gadis ini terjebak pada...