Part 10

14 4 12
                                    

Satu minggu yang berat bagi siswa dan siswi SMA Garuda, tepat hari ini adalah hari terakhir UTS, beberapa nilai sudah keluar dan ditempel di mading sekolah. Sebelum memasuki ruangan ujian, Caca menghampiri mading untuk melihat nilai apa saja yang sudah keluar dan bagaimana hasil yang ia dapat selama seminggu belajar mengejar ketertinggalannya kemarin.

Telunjuknya mengurutkan nama-nama yang ada di sana, sekilas terukir senyuman di  wajah bulatnya, tak sia-sia ia hasil jerih payahnya-nilai yang ia dapat cukup untuk mengobati lelahnya. Ia lekas meninggalkan mading dan menuju ruang ujiannya, hanya tinggal dua langkah lagi untuk sampai di depan pintu, ia mendengar seseorang memanggil namanya.

"Aisya!" 

Caca membalikkan badannya dan memunggungi pintu, ia mendapati Arta yang sudah berada tepat di depannya kini.

"Arta? Kenapa Art?" 

Arta yang tersenyum kaku membuat gadis itu heran dengan tingkahnya, sedangkan Caca masih menunggu pemuda itu bersuara kembali. Pasalnya ia bingung kenapa Arta tiba-tiba memanggil dan berlari ke arahnya. Ia menatap heran pemuda tersebut, kemudian lelaki itu melepas jaketnya dan melingkarkannya di pinggang gadis tersebut menutupi bagian belakang.

"Ada noda di rok bagian belakang kamu, makanya aku ke sini." tukas pemuda tersebut, Caca menahan malu, kenapa ia bisa lupa kalau tanggal segini ia sudah memasuki periode menstruasinya.

"Makasih banyak ya, Art. Aku gatau apa jadinya kalau gak ada kamu." terlihat jelas di wajahnya ada  rasa malu, segan dan kikuk menjadi satu. Pemuda tersebut hanya mengangguk dan masuk ke ruangan ujian terlebih dahulu.

Lekas ia pergi ke toilet untuk membersihkan noda yang ada di roknya, sebelum bel masuk berbunyi. Ada rasa senang di dalam hatinya, tak sangka Arta adalah seorang yang perhatian, bahkan sama orang yang baru ia kenal. Walaupun mereka berada di ruangan yang sama seminggu ini, tapi tidak menunjukkan tanda bahwa mereka saling mengenal, mereka hanya akan melempar senyuman saat mata mereka bertemu.

Setelah membersihkan roknya, Caca bergegas masuk ke kelas untuk mengikuti ujian terakhirnya. Semua murid bergulat dengan pikirannya masing-masing untuk mengingat pelajaran yang mereka pelajari.

Waktu sembilan puluh menit mereka habiskan tidak hanya untuk menjawab soal bahkan beberapa siswa tertidur, beberapa sibuk dengan pikiran masing-masing dan berdoa agar mendapat ilham dari yang maha kuasa.

Dengan waktu yang hanya tersisa sepuluh menit mereka gunakan untuk membulati lembar jawaban, sebagian sudah mengumpulkan lembarannya dan diperbolehkan keluar kelas.

Caca yang sudah keluar kelas kini menunggu Syifa yang berbeda ruang ujian dengannya. Ia duduk di salah satu bangku yang tersedia di depan kelasnya dengan novel yang ada digenggamnya. Tak lama orang yang ia tunggu muncul dari ujung koridor, memasang tampang jutek seperti biasa. 

"Jutek mulu muka lo!" ledek Caca dengan kekehan.

"Gue benci banget sama Said!" makinya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Caca langsung mengerti kenapa sahabatnya mengumpat demikian.

"Syif, jangan nangis dong!" Caca panik dengan Syifa yang menangis di pelukkannya. 

"Gue benci, Ca!"

"Sst, tenang dulu! Ambil napas lo dalam-dalam trus buang, baru deh cerita ke gue." Caca berusaha menenangkan sahabatnya.

Syifa akhirnya melakukan apa yang dibilang Caca barusan, ia mengatur napasnya dan mengusap air matanya. Kemudian ia menceritakan kronologi kejadian, "Gue lagi baca ulang soal yang sulit, tiiba-tiba dari arah depan Said langsung ngambil kertas jawaban gue dan nyalin itu semua, otomatis gue panik dan takut. Said malah santai banget, gue udah coba nahan emosi biar gak buat keributan, tapi gak bisa, Ca. Akhirnya gue tendang kursinya biar dia noleh  dan balikin kertas jawaban gue.

"Dia noleh dan nyuruh gue sabar, gue gak bisa, Ca. Gue kesal sama dia dan akhirnya ngelemparin penghapus tepat di kepalanya dan gak sengaja melanting ke arah pak Joko. Gue udah coba bersikap tenang dan takut bakal dimarahin sama pak Joko, tapi kejadiannya malah gak terduga. Pak Joko langsung berdiri dan ngambil kertas ujian gue, sialnya lembar jawabn kue masih disalin si bangsat Said! Pak Joko langsung mergoki meja Said mendapati lembar jawaban gue, dia langsung ngerobekin kertas ujian gue dan Said," jelasnya panjang lebar.

Caca yang mendengar kronologi tersebut ikut tersulut amarahnya, tapi ia berusaha tenang untuk membuat keadaan tidak semakin panas. Ia mengusap bahu Syifa agar merasa sedikit tenang. Tak lama mereka mendengar suara mikrofon yang memanggil nama Syifa dan Said dari meja piket. Caca hanya bisa menganggukkan kepalanya sebagai salah satu dukungan agar Syifa tetap tenang.

Ia menatap punggung Syifa yang semakin jauh meninggalkannya hingga berbelok di ujung koridor dan suara kakinya yang menghilang. Kemudian ia menatap novelnya yang masih ia genggam di tangan kirinya. Ia merasakan kehadiran seseorang yang kini duduk tepat di sebelah kirinya, tanpa ragu melihat pemuda yang tadi pagi menolongnya dengan jaket yang masih melingkar di pinggangnya.

"Kamu gak ke aula?" suara pemuda tersebut memecahkan keheningnan.

"Aku nunggu Syifa, Art." suaranya memberat ikut merasakan kesedihan Syifa.

Pemuda tersebut berdiri dan menarik pergelangan tangan Caca, ia mengangguk dan menunjuk ke arah aula dengan dagunya. Caca mengerti yang dimaksud oleh Art, pemuda itu mengajaknya untuk melihat penampilan Gardatama Band–band sekolah yang selalu tampil saat ujian terakhir sekolahnya. Caca tak menolak dan mengikuti langkah kaki pemuda tersebut. Katakanlah ia tak setia kawan, ia hanya ingin mencari ketenangan untuk dirinya sendiri.

Siswa dan siswi sudah mengumpul di dalam aula yang besar ini, dengan panggung di sisi depan, dan anak-anak Osis yang membuka stand minuman di dekat pintu masuk aula. Beginilah cara mereka untuk merayakan berakhirnya ujian. Band sekolah yang sedang mengecek alat musik dan sound system di atas panggung dan beberapa siswa yang mengambil foto bersama teman-temannya. 

"Senyum dong, Aisya!" Caca menoleh dan tersenyum kecut ke arah Arta.

Vokalis band menyapa seluruh siswa dan siswi SMA Garuda yang ada di dalam aula, dengan lantang mereka berteriak. Gitaris memulai intronya diikuti dengan drumer yang mulai menggebuk drumnya. Mereka terhipnotis dengan suara vokalis yang merdu serta diiringi dengan nada-nada yang keluar dari gitaris dan drummernya.

Mereka melompat mengikuti alunan lagu dan terbawa dengan suasana, lagu yang mampu menyihir pendengarnya dan mengikuti alunan lagunya. Begitu pula dengan Caca yang tersihir dengan permainan gitar yang dimainkan oleh gitaris baru. Bagas yang salah satu anggota band melirik Caca dari balik drumnya dan memergokinya sedang menatap gitaris baru, terukir senyuman jahil di bibirnya.


Maaf keterlambatannya, hope you guys like this. Jangan lupa bintangnya!

CR

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang