Gea tidak bisa menahan senyumannya. Rasanya bibir ini ingin selalu membentuk ekspresi bahagia itu. Ini salah satu malam terbaik dihidupnya, makan malam dengan salah satu pria yang ia inginkan menjadi masa depannya selain Daniel Radcliffe, Skandar Keynes, atau juga Brad Pitt meski harus jadi selingkuhan.
Zionathan di sampingnya. Duduk di sampingnya! Sedang menikmati sop iga yang dibela-bela Gea agar masuk list makan malam kali ini, padahal ia tidak tahu apakah Zionathan suka atau tidak dengan iga. Siapa yang tidak kegirangan saat tahu Nathan akan makan malam bersama di rumah Kakeknya. Gea meloncat dari sofa di ruang keluarga saat kakeknya memberitahu bahwa Nathan akan datang. Ia bertekad agar tampil seelegan mungkin malam ini. Menarik hati pria yang berbeda delapan tahun dengannya itu harus super ekstra. Pikirnya, Nathan tidak akan menyukai gadis ABG sepertinya. Maka ia harus jadi wanita dengan tutur dan tata krama yang secantik mungkin. Jika saja kakak sepupunya melihat dirinya, pasti ia akan ditertawakan.
"Bapak mau tambah nasinya?" Tanya Gea dengan manisnya.
Nathan melihat nasi di piringnya, masih banyak. Apa gadis ini tidak melihat piringnya masih penuh?
"Tidak, masih banyak," jawab Nathan pelan.
Pak Darmawan menahan senyumanya melihat tingkah Gea. Cucu nya itu mengangguk pelan bak putri kerajaan dengan mata penuh mengerti.
"Bilang saja pada saya kalau bapak mau tambah," lanjut Gea, ia memperbaiki posisi badannya. Table manner nya harus benar!
"Okay," jawab Nathan.
Namun 'okay' nya Nathan tidak terjadi. Dia malah menambah sendiri nasinya ketika ingin tambah. Gea menahan bibirnya untuk tidak berkerut. Semua jadi ia tahan sekarang. Ingat Gea, tidak boleh berlebihan.
Gea menjadi pendengar yang baik, sesekali saja menanggapi pembicaraan Nathan dengan Kakeknya. Tanggapannya pun hanya penuh dengan senyuman, senyuman, dan senyuman. Nathan sendiri sampai heran. Apa gadis ini tidak bisa mengeluarkan pendapatnya?
"Jadi, kenapa harus menjadi seorang Klimatologi?" tanya Nathan tiba-tiba pada Gea saat hidangan penutup disajikan. Puding cokelat kesukaan Gea. Tadi Pak Darmawan memberitahun bahwa Gea ingin menjadi Klimatologi.
Yang ditanya malam diam saja. Mata Gea mengawasi Bi Mina, pembantu senior di rumah ini yang meletakkan sepiring besar puding di depan Gea. Mata Gea langsung memberikan kode 'jangan letak di depan aku, Bi'. Jangan salahkan beliau kalau ia tidak mengerti maksud Gea, ia malah berkata, "Kurang banyak, Non?"
Wajah Gea memerah, ia tersenyum. Ugh, lagi-lagi tersenyum sok malu dan menggeleng, "Nggak Bi, udah cukup." Suaranya sangat kecil.
"Hhmm, Gea? Kamu dengar pertanyaan saya?" Ulang Nathan, ia mengambil puding di depannya, mencicipinya dengan santai.
Pak Darmawan mengawasi cucunya, memerah, dan malu. Mata Gea masih saja fokus pada puding itu.
"Gea," Tegur Pak Darmawan.
Gea mendongak, "Ha? Iya Kek?"
"Pak Nathan tanya, kenapa kamu harus jadi seorang Klimatologi," jelas Pak Darmawan.
Gea melihat Nathan yang balas menatapnya menunggu jawaban. Tidak sadar, Gea berseru senang.
"Itu cita-cita saya!" Serunya semangat, suaranya cukup terdengar hingga ke ruang tamu.
"Wow, easy girl.." Nathan tertawa.
Gea mematung melihat tawa Nathan yang begitu renyah, serenyah lapisan wafer yang ratusan itu. Ia sempat menganga, lalu menutupnya lagi.
"Kenapa harus jadi Klimatologi? Mungkin sama dengan alasan bapak kenapa harus jadi tenaga pendidik." Gea tersenyum, kali ini tersenyum karena cita-citanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengeja Langit
RomanceZionathan Adiwidya Benjamin, menjadi Kepala Sekolah di SMA Anak Bangsa dalam usia yang sangat muda. Siswa dan perempuan di luar sana lebih memberikan slogan pada Nathan 'sexy, free, and single.' Gea Violin Arumesta, memploklamirkan dirinya bahwa ia...