Gea benar-benar membuat satu sekolah gempar. Bagaimana tidak, dirinya berhasil pergi sekolah bersama Nathan keesokan harinya setelah makan malam itu. Sudah hampir dua minggu ini dirinya pergi sekolah bersama Nathan, tapi tidak dengan pulangnnya karena dia juga masih ada urusan sekolah, begitu juga Nathan. Kegemparan itu menjadi biasa saja karena mereka tersadar bahwa Gea adalah cucu dari Kepala Sekolah terdahulu sekaligus cucu Pemilik Yayasan.
Les pribadi dengan Nathan juga sudah mulai berjalan lancar—ehhm, tidak, tidak selancar yang diharapkan Nathan karena Gea lebih banyak melamun daripada mendengarkan penjelasannya.
Sebenarnya menurut Gea dirinya tidak melamun, hanya terlalu terpesona dengan Nathan. Pria itu begitu menawan saat menjelaskan rumus-rumus itu, seakan apa yang Nathan ucapkan seperti puisi-puisi cinta yang dibawakan pujangga. Meski begitu, Gea harus acap kali malu kalau tidak bisa menjawab pertanyaan Nathan. Sumpah, baginya PDKT lewat les pribadi itu bagus sekali, namun juga berbahaya jika gebetan tahu bahwa kita tidak bisa jadi sosok yang sempurna, apalagi susah mengerti pelajaran.
"Ge, lo ada kemajuan gak setelah les sama Pak Nathan?" Tanya Salomita, teman sekelas Gea yang duduk di depannya.
"Ada, kita jadi makin dekat," ucap Gea tersenyum malu-malu, "Pak Nathan juga gak pelit balas WA gue."
Tak ayal, sebuah buku mendarat di kepala Gea, "Bukan itu maksud gue bego! Makin pintar gak?"
Gea tertawa, untung saja sedang jam kosong sekarang.
"Ohh, itu.." Gea tersenyum sambil mengangguk, "Ada sih kayanya, cuma ya.... gue kebanyakan bengong nih. Gagal fokus gue sama yang diajari, malah lebih fokus sama wajah Pak Nathan, cara dia ngomong, kacamatanya itu..aduuhhhhh..."
Salomita mendengus, "Ganjen!"
Gea memeletkan lidahnya tidak peduli, dia meletakkan dagunya ke atas meja, "Kalau gue ajak Pak Nathan nonton, mau nggak ya dia?"
Cena yang sedari tadi asik membaca majalah, melirik Gea, "Nggak mau. Mana mau dia jalan sama anak SMA."
Gea memukul bahu Cane, "Jahat banget sih!"
"Ya ngapain juga nonton bareng lo," Cena mengeluarkan lidahnya, "Level Pak Nathan mah bukan anak SMA kali, Ge.."
Bibir Gea maju. Kesal.
Gimana kalau yang dibilang Cena benar?
Apakah tidak ada kesempatan untuknya?
"Resek lo..." gerutu Gea sambil berdiri.
"Mau ke mana?" tanya Salomita.
"Kantin yuk.." ajak Gea.
Cena meletakkan langsung majalanya di laci meja, berdiri sambil mengambil dompetnya di dalam tas, "Ayo, gue lapar nih."
Bukan cuma Gea, Salomita, dan Cena yang pergi ke kantin, beberapa teman mereka juga ikutan. Pelan-pelan, mereka melewati koridor kelas sambil lari-lari kecil tanpa mengeluarkan suara. Bisa masalah kalau sampai ketahuan ke kantin.
Kini semangkok mie ayam sudah berada di depannya. Gea langsung menuangkan sambal, kecap, dan sedikit garam sambil mulutnya berbicara dengan Fevin tentang gosip terhangat hari ini.
"Ya bukan rahasia umum lagi lah kalau Viona anak kelas X itu ganjen, menel sana menel sini, kalau dia baru kenal sehari dan besok jadian mah jangan heran," ucap Gea.
"Tapi gitu-gitu andalan klub tari kan?" ejek Cena sambil menenggol Gea.
Gea mendengus. Dirinya akui Viona sangat berbakat dalam menari. Gea yang dulu mantan ketua klub tari tradisional menatap takjub saat pertama kali melihat Viona menari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mengeja Langit
RomanceZionathan Adiwidya Benjamin, menjadi Kepala Sekolah di SMA Anak Bangsa dalam usia yang sangat muda. Siswa dan perempuan di luar sana lebih memberikan slogan pada Nathan 'sexy, free, and single.' Gea Violin Arumesta, memploklamirkan dirinya bahwa ia...