Stasiun Kami-Shirataki sepi dan akan selalu seperti itu setiap harinya.
Jimin terbiasa dengan kesunyian yang merambat tiap kali kakinya menjejak pada lantai dingin stasiun. Terbiasa dengan aura suram yang dikeluarkan bangunan itu ketika ia menunggu kereta datang. Malah, akan aneh kalau stasiun ini dipenuhi banyak orang dengan kesibukan yang padat.
Pemuda itu selalu datang ke stasiun Shirataki pada jam yang sama setiap jarinya. Tujuh pagi dan kau bisa melihatnya berdiri di pinggir rel, mendekap buku sambil memandangi arah di mana kereta akan muncul. Dan kau juga bisa melihatnya jam lima sore, saat langit berubah oranye dan dia pulang dengan segelas coklat hangat di tangan.
Jimin sudah menjadi pengguna tetap di sana. Dan Jimin seharusnya adalah pengguna aktif satu-satunya di stasiun Shirataki (akses spesial yang diberikan perusahaan kereta itu padanya, berlaku sampai ia lulus nanti). Tapi, sejak seminggu yang lalu, perjalanannya tak lagi dengan menggumamkan lagu seorang diri.
Namanya Jeon Jungkook. Orang itu memperkenalkan dirinya saat kali pertama Jimin melihatnya (dia, Jungkook itu, berlari entah dari mana sebelum berdiri di samping Jimin dan tersenyum kemudian berkata, "aku tidak ketinggalan keretanya, kan?") Jungkook bilang ia datang ke daerah pedalaman Hokaido itu untuk mengerjakan sesuatu (sesuatu itu tidak ia beritahukan pada Jimin).
Dan mulai sejak itu, Jimin tak lagi menunggu sendiri di stasiun. Pun di dalam kereta, karena nyatanya mereka akan naik dan turun bersama.
Jimin tidak keberatan. Toh, ia jadi punya teman mengobrol walaupun Jungkook tak terlalu banyak bicara. Ia juga tak perlu membayangkan dirinya ditemani oleh makhluk-makhluk halus lagi karena kali ini Jimin punya teman manusia sungguhan.
Jungkook memang tak banyak bicara, tapi ia terkadang punya cerita-cerita menarik yang tidak pernah Jimin duga sebelumnya. Dan Jimin punya waktu lima belas menit saat berangkat juga setengah jam saat pulang untuk mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya. Duduk manis, bersebelahan dengan pria itu di dekat jendela sambil memandangi alam Hokaido yang masih terjaga.
Pria dua puluh satu tahun itu sering bercerita tentang banyak kisah, terutama kisah cinta yang klasik. Jungkook juga sering mengatakan kata-kata mutiara yang diam-diam Jimin tulis di balik buku pelajaran miliknya. Jungkook juga suka membacakan kutipan terkenal dari pesohor-pesohor dunia. Jungkook selalu tertarik dengan sastra, dan bagi Jimin itu keren.
Dan pernah suatu pagi Jungkook mengatakan, "cinta itu bisa datang di saat tak terduga. Seperti saat satu kali kau mengedipkan mata, kemudian perasaan itu muncul di dada."
Jimin menghabiskan satu hari penuh untuk memikirkan kata-kata itu. Dan keesokan paginya Jimin menyadari kalau mungkin kata-kata Jungkook memang benar. Kalau mungkin Jimin sudah jatuh sedalam itu.
"Apa matriks memang sesusah itu untukmu?" Suara Jungkook membuat Jimin tersentak di tempatnya. "Kau terlihat aneh belakangan ini. Apa ada masalah?"
Jimin menggeleng. Satu-satunya yang salah adalah hatinya tapi Jimin tidak mengatakan itu keras-keras.
"Kau tau kau bisa cerita padaku, Jimin."
Namun Jimin menggeleng lagi. Kembali mengalihkan pandangannya pada pohon-pohon yang bergerak cepat lewat jendela. Mengabaikan Jungkook yang menatapnya dari samping. Pria itu diam-diam tersenyum tapi Jimin terlalu sibuk pada hal lain untuk bisa melihatnya.
Keesokan harinya, Jungkook senyap. Dia tak lagi menceritakan sesuatu atau mengatakan pada Jimin tentang 'Kata Motivasi Hari Ini'. Jungkook diam dan hanya menemani Jimin dalam diam pula. Tapi Jimin sedikit berterima kasih untuk itu karena ia sama sekali tak ingin bicara pada Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
antariksa ° vminkook
Fanfickatanya, antariksa itu tak terbatas. © kookmicin 14092017 vminkook