Dari geladak kapal, Jungkook melihatnya berdiri di dermaga berudara panas. Baju biru dan topi pudar bercorak nanas--sejenak Jungkook lupa caranya untuk bernapas.
Jungkook akhirnya pulang.
Tidak bilang siapa-siapa. Tidak memberitahu Taehyung atau mamanya sekalipun. Dia ingin kali ini jadi kejutan, tak ingin seorang pun tahu. Tapi entah kenapa pria itu ada di ujung dermaga, melambai penuh semangat sembari meneriakkan sebuah nama.
"Jungkook-ah!"
Mungkin ikatan yang mereka buat terlalu kuat sampai-sampai dia tahu kalau Jungkook kembali hari ini.
Walau begitu, Jungkook tetap tersenyum. Tersemat dari ujung ke ujung, sampai-sampai membentuk lesung. Ia balas melambai, tak kalah heboh. Rasanya seperti ada sejuta bahagia yang meledak-ledak dalam dada. Sulit dijelaskan, tapi Jungkook tak butuh kata-kata karena ia sudah paham.
Jungkook akhirnya pulang.
Perjalanan yang ia lakukan demi mengabdi pada negara selesai sudah. Jungkook sudah terlalu jauh mengembara, terlalu lama meninggalkan rumah. Sekarang tak perlu lagi siap siaga, tak perlu lagi mengangkat senjata, tak perlu lagi mengorbankan nyawa. Sekarang tak ada lagi suara bising peluru, atau mesin-mesin berat yang tangguh, atau perban dan tandu, maupun asap dan cerutu. Sekarang tak butuh lagi mencium bau ketakutan, bau arang, atau debu campur mesiu. Yang ada sekarang hanya rindu yang membuncah, tumpah ruah keluar wadah.
Jungkook akhirnya pulang.
Tugasnya membela negara dalam perang saudara selesai sudah. Sekarang tak ada lagi perang karena perdamaian sudah disuarakan lantang. Kedua belah pihak memilih untuk kerja sama daripada mengacungkan senjata. Itu bagus. Sungguh. Karena para prajurit relawan, para alpha tangguh berani mati, dipulangkan kembali. Kini tidak ada yang perlu dipikiri, selain pulang ke rumah kemudian menikmati.
Pria bermarga Jeon itu tidak tahu berapa lama ia pergi. Tidak terhitung, tapi terasa seperti selamanya. Ia ingat mendaftarkan diri di hari pertama musim gugur-- masih seorang pria alpha biasa; tinggi agak ceking. Namun lihatlah ia sekarang. Sudah seperti veteran yang menghabisi banyak lawan. Punya tubuh atletis bak atlet bulu tangkis. Sekali lihat bisa membuat omega menangis.
Jungkook akhirnya pulang.
Kapal bersandar dan Jungkook baru sadar. Buru-buru ia melangkah, tak peduli pada beban punggung atau orang-orang yang berdecak karena tingkahnya yang sembrono. Dia tak peduli. Jungkook menengok ke samping, jendela-jendela terbuka yang membawa angin musim panas masuk. Pria itu terlihat di ujung mata, sama-sama berlari. Bedanya ia menjauhi dermaga kemudian menghilang di balik kontainer usang. Sedangkan Jungkook mengambil arah lain menyusulnya, karena ia tahu persis ke mana orang itu pergi.
Senyumnya tak tertahankan lagi. Ia pacu kakinya untuk lebih cepat berlari. Sekarang, aroma khas kampung halaman masuk ke indra penciumannya yang sensitif. Di balik aroma yang tercampur itu, Jungkook bisa merasakan satu yang mengambil alih pikiran. Lavender, nanas, sedikit tangerine, dan mint. Dari jauh sanggup membuatnya tak sabaran, seperti anjing yang menggoyangkan ekornya dengan ribut, ingin bermain.
Jungkook akhirnya pulang.
Dia melewati jalan yang tak lagi sama, tapi tetap terasa familiar. Melewati kayu lapuk dermaga, para nelayan dan jaring ikan, juga padang rumput gersang. Kakinya seperti berlari tanpa perlu diperintah lagi. Rasa-rasanya Jungkook bisa saja menutup mata dan hanya perlu percaya pada intuisi kakinya.
"Jungkook-ah!"
Suara itu terdengar lagi. Jungkook menatap ke depan dan melihatnya berhenti di ujung jalan. Pria itu memegangi lutut, terengah dengan napas pendek-pendek. Namun begitu senyum lebar tetap terpasang di kedua pipinya yang merah.
Pria bermarga Jeon itu tak lagi membuang waktu dan segera merangsek maju. Kaki dilangkahkan ringan namun terasa memakan waktu. Hingga akhirnya ia bisa merasakan hangat tubuh itu dalam dekapan lengannya.
Jimin-hyeong.
Jungkook akhirnya pulang.
Nama itu terucap lagi dari bibirnya. Diulang-ulang bagai mantra, seakan tak percaya. Yang disebut namanya tak kalah bahagia, sampai-sampai air menetes di pelupuk mata.
Semuanya terasa sempurna. Jungkook seakan bisa merasa lagi. Hangat tubuhnya, rambut halusnya, dan harum aromanya. Lavender dan tangerine itu sekarang lebih terasa memabukkan, membuat sisi hewan dari Jungkook mengerang senang.
Ia memeluk Jimin lebih erat. Tangan melilit di pinggang untuk menariknya semakin dekat. Hidung ia tempelkan pada luka perpotongan leher, berdiam di sana dan menikmati aroma yang ada. Yang benar-benar ia rindukan. Yang menjaganya tetap waras saat jauh di sana.
Jungkook menjauhkan wajah, tapi masih tetap menaruh lengannya di tempat yang sama. Pria itu menatap Jimin yang menatapnya balik lewat mata coklat teduh. Lewat mata yang menyimpan sejuta galaksi dan ribuan mimpi.
Jungkook akhirnya pulang.
Dan pria itu kemudian mencium Jimin. Meraih bibirnya dalam satu ciuman manis. Menyalurkan rasa yang tanpa perlu bicara. Sunyi sampai-sampai hilang tak terasa, yang ada hanya decapan rindu di udara.
Mereka sama-sama diam. Karena tanpa kata, mereka sudah paham.
"Ayo kita pulang, Jimin-hyeong."
Mereka kemudian bergandengan tangan. Sepasang alpha-omega, mate, melangkah berdampingan. Menyusuri jalan dengan senyum lebar. Menyusuri jalan berbarengan. Menyusuri jalan pulang. Menyusuri jalan kembali ke rumah.
Jungkook akhirnya pulang.
Karena seberapa jauh ia melangkah, ia tetap harus kembali ke rumah. Seberapa bagus hal yang terjadi di luar sana, ia ingin tetap kembali pada sang omega-- karena Jimin adalah rumahnya.
Jungkook akhirnya pulang.
Dan kali ini ia berhenti bertualang.
THE END.
WASSAP EPRIBUDIH.
haiii, lama ga jumpa. Fic ini sebagai pembuka dan permintaan maaf. Dan maaf juga yak kalo ada keanehan dan kekurangan di oneshoot ini karena gua baru bisa bangkit nulis setelah sekian lama :")
Sekian terima kasih dan sampai jumpa :D
![](https://img.wattpad.com/cover/122704283-288-k993107.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
antariksa ° vminkook
Fanfickatanya, antariksa itu tak terbatas. © kookmicin 14092017 vminkook