"Apa yang harus Kakak katakan pada ayah dan ibumu?"
"Mereka meminta Kakak untuk menjagamu, di sini. Lalu dengan kejadian seperti ini, Kakak harus bicara apa?" Pertanyaanku memburu gadis berkulit putih itu. Dia hanya menunduk, tanpa satu patah kata pun terucap dari bibirnya.
Delapan belas bulan sudah, gadis ini dititipkan Budek untuk tinggal bersama kami, untuk melanjutkan studinya selepas SMA. Sebagaimana dulu aku pernah tinggal di rumah Budek saat kuliah.
Sejak awal suamiku kurang setuju menerima gadis ini, menurutnya sepupuku ini tampak agak liar. Tentu saja aku tidak terima. Terlebih aku pun pernah berhutang budi pada kedua orangtuanya. Namun kini, aku merasa malu pada suamiku. Beruntung saat ini dia hanya membisu duduk di sampingku, entah apa yang ada di benaknya, tatap matanya begitu sinis pada putri bungsu budekku ini .
"Maafkan Diah, Kak." Gadis itu mengangkat kepalanya, menatap lurus padaku.
"Diah, kenapa bisa begini? Kakak harus bicara apa sama ibu dan bapakmu?" kesekian kalinya kuulang pertanyaan yang sama padanya.
"Kakak tidak perlu menjelaskan apa-apa pada Bapak dan Ibu. Biar kami yang berbicara." Jawabnya.
"Jadi, dia siap bertanggung jawab?" Ada sedikit rasa lega dalam hatiku.
"Iya Kak, ijinkan besok aku pulang, ditemani ayah anak ini," terangnya seraya mengusap perutnya yang membuncit.
"Siapakah kekasihmu itu? apakah kakak pernah mengenalnya?"
Mulutnya terkunci, hanya kedua bola matanya yang beralih menatap lelaki di sampingku, tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Flash Fiction
General FictionCoretan flash fiction teen lit dan family drama