"Ah, musti dikasih pelajaran nih cewek," rutuk Berry sesaat setelah menerima pesan WhatApps dari seseorang.
"Eh, kenapa lagi Ber? Ada apa?" Firman mengernyitkan kening.
"Si Lani barusan cerita, katanya kemaren dia liat Vanya jalan sama cowok, mesra banget." Berry menjelaskan dengan wajah gusar dan napas yang naik turun.
Firman sangat mengenal Berry, sebagai teman dia memang cukup baik, dan dermawan. Namun sebagai kekasih dia terlalu posesif, tak jarang Vanya kekasih Berry, mendapatkan perlakuan kasar darinya. Firman merasa kasihan pada Vanya, namun dia pun tak mengerti kenapa Vanya masih saja mau bertahan. Hidup dalam kemewahan dan terlalu dimanja sejak kecil, telah membentuk karakter Berry demikian. Sakit!!!
"Ber, lu nggak usah telan bulat-bulat dong berita dari orang. Coba konfirmasi dulu sama si Vanya kebenarannya. Masak lu lebih percaya orang lain daripada cewek lu sendiri, sih?" Firman coba mengingatkan Berry.
"Aaaah, lu kira ada cewek yang mau ngaku kalau dia selingkuh?" Berry menatap Firman tajam, seperti biasa, dengan keras kepala dia selalu meyakini jika pikirannya yang paling benar.
"Gua cabut dulu." Berry melangkah sambil menyambar jaketnya.
Keresahan menyelinap di hati Firman, dia khawatir Berry akan kembali menyakiti Vanya. Melalui ponsel dicobanya untuk mengingatkan gadis itu agar berhati-hati, namun Vanya tak kunjung menjawab teleponnya. Ada rasa bersalah yang menggelayut di hati Firman, menyadari dirinya tak dapat melakukan apa-apa untuk menolong Vanya.
Niatnya untuk kembali menghubungi Vanya urung, khawatir gadis itu tengah bersama Berry, tentu memperburuk keadaan. Waktu terasa berjalan sangat lambat, dalam penantian Firman tentang kabar gadis yang menjadi kekasih temannya itu.
Notifikasi Line dari Vanya masuk di ponselnya;
"Tadi kamu nelpon? maaf aku lagi tidur."
Ibu jari Firman lincah membuat kalimat balasan pesan Vanya.
"Berry tadi ke situ?"
"Kamu baik-baik saja?"
Dua kalimat terkirim, Firman tak sabar menanti balasan Vanya.
Vanya mengirimkan sebuah foto. Foto wajahnya yang dihiasi warna ungu, dari lebam jejak tangan kasar Berry. Hati Firman tersayat, sakit, perih ....
"Terimakasih untuk mencoba mengingatkan, memang aku lagi naas." Lanjut pesan line Vanya.
"Lalu kenapa kamu masih bertahan?" Balas Firman.
"Berry mengancamku, aku terlalu bodoh untuk percaya padanya, dan menyerahkan diriku. Dia akan sebarkan foto-foto itu, jika aku macam-macam padanya."
Jawaban yang dikirimkan Vanya membuat dada Firman terasa sesak, napasnya memburu, tangannya bergetar terkepal. Ditariknya ponsel dari saku jaket dengan kasar. Firman menghubungi Berry, sebuah tempat pertemuan telah mereka sepakati.
Lelaki itu memacu sepeda motornya, berbekal sebuah badik yang disiapkan untuk mengakhiri penderitaan Vanya, wanita yang dicintainya sejak lama secara diam-diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Flash Fiction
General FictionCoretan flash fiction teen lit dan family drama