Mata Arjuna menerawang jauh, seperti menembus gulungan awan. Dari sebuah pesanggrahan yang nyaman dan indah di hutan Pramanakoti, di pinggir Sungai Gangga, di atas bukit yang ia tempati saat itu memang bisa memandang ke segala arah, termasuk awan yang bergerombol seperti bulu-bulu domba yang berwarna putih bersih. Dewi Banowati yang ditunggunya belum nampak muncul. Dewi Banowati adalah putri dari Prabu Salya, raja di Mandraka.
Banowati adalah seorang putrinya yang sangat cantik, bukan karena berhiaskan mutu manikam melainkan karena kecantikan yang sebenar-benarnya. Tingkah laku putri ini serba halus dan pantas. Pada mulanya Banowati jatuh cinta pada Arjuna, namun akhirnya ia menikah dengan Prabu Duryodana dan menjadi permaisuri di Hastinapura. Tetapi hatinya masih berat kepada Arjuna, yang secara sembunyi selalu mengunjungi. Hari itu Arjuna mengunjungi pesanggrahan di hutan Pramanakoti, namun tempat itu seperti ditinggalkan penghuninya. Arjuna menunggu Tanpa sadari, Banowati mendekati Arjuna.
"Adimas Arjuna!"
Arjuna kaget sekali tapi masih tetap tenang seolah itu hal biasa, lumrah saja.
"Ya?," bisik Arjuna.
Banowati membahasakan dirinya sebagai "mbakyu" atau kakak sejak pernikahannya dengan Duryodana, putra tertua para Kurawa yang satusnya lebih tua dari Pandawa.
"Adimas Arjuna, jika Raden menghendaki, mbakyumu Banowati ini bisa memberikan segalanya malam ini. Kau tak usah sungkan."
"Sudah kutunggu," bisik Arjuna lagi.
Setelah menerima izin, Banowati mendekati Arjuna. Berdebar-debar hati Arjuna selagi makhluk paling cantik yang pernah dia lihat ini mendekati dirinya. Arjuna bersandar selagi Banowati makin dekat. Banowati kini berada sangat dekat dengan Arjuna, dan meraih tangannya. Tangan itu dipandunya menyentuh dadanya. Arjuna menanggapi dengan meremas-remas buah dada Banowati di balik pakaiannya, lalu menyelipkan tangan ke balik pakaian tipis Banowati untuk menyentuh langsung kulit Banowati. Arjuna bukan orang yang tak berpengalaman, dia juga mulai mengulum-ngulum telinga Banowati sambil membisikkan kata-kata mesra. Banowati membalas dengan mulai mendesah manja. Kemudian Arjuna menyibak pakaian Banowati dan mengeluarkan satu payudara sang permaisuri. Dia memain-mainkan pentil Banowati yang mengeras. Selanjutnya dia menyibak kembali sisi lain pakaian Banowati, menyingkap payudara sebelahnya, sambil berpindah ke belakang Banowati. Dari belakang, Arjuna meremas-remas kedua payudara Banowati sambil menggerumiti pundak sang permaisuri. Karena tubuh atasnya sudah setengah telanjang, tampaklah di seputar bahu dan dada Banowati batas antara lapisan bedak putih yang menutupi wajah dan lehernya dengan kulit tubuhnya yang berwarna lebih gelap. Banowati terengah, mendesah, menengok dan berusaha menempelkan wajahnya ke wajah Arjuna yang terus menggarap pundak dan lehernya.Puas menggerayangi payudara Banowati, kedua tangan Arjuna meraih ke bawah dan menemukan simpul pengikat Banowati. Tanpa membuang waktu dibukanya simpul itu dan dilepasnya segera sabuk yang mengikat pakaian sang permaisuri. Setelah membantu membebaskan tubuh indah Banowati dari belitan sabuk dan pakaian, Arjuna tak segan-segan menggerayangi seluruh tubuh itu, hanya menghindari rambut dan wajah Banowati agar tak merusak dandanan rumit sang permaisuri. Selagi Arjuna mengelus pinggang dan pinggul Banowati, dinikmatinya erangan lembut dewi itu.
Banowati tiba-tiba menggenggam kedua tangan Arjuna dan menjauhkan keduanya dari tubuhnya. Dia menoleh, tersenyum nakal, lalu beringsut maju sehingga tubuhnya menjauh dari Arjuna. Kemudian dia berbalik dan melepas pakaian tidur Arjuna, sehingga kini mereka berdua sama-sama nyaris telanjang. Diperhatikannya tubuh Arjuna yang bagus, sungguh tubuh seorang petarung yang tak kenal takut. Ditelusurinya beberapa bekas luka Arjuna dengan jemarinya yang halus, mulai dari leher, bahu, dada, perut, terus ke bawah…dan sampai pula tangan Banowati ke jendulan di balik cawat Arjuna. Banowati tersenyum, dan membuka cawat itu, mengeluarkan kejantanan Arjuna. Disentuhnya batang dan biji Arjuna, selagi wajahnya mendekat.
"Akan aku tunjukkan keahlian mbakyumu ini," kata Banowati, lalu dijilatnya ujung batang Arjuna.
Setelah beberapa kali jilat, Banowati membuka mulut dan menyepong kejantanan sang kesatria. Sungguh erotis, pikir Arjuna ketika melihat bibir merah Banowati membelai batangnya dan wajah putih sang permaisuri maju-mundur di selangkangannya. Arjuna menikmati permainan bibir, lidah, gigi dan juga jemari Banowati, dan dia bertanya-tanya apakah keahlian ini yang membuat Banowati menjadi permaisuri? Rangsangan Banowati sungguh ampuh, dan cepat sekali mendorong Arjuna ke batas kemampuannya. Tanpa dapat menahan, Arjuna tiba-tiba memuncratkan benihnya dalam mulut Banowati. Sang permaisuri itu ternyata tak melepas kulumannya, dia menghisap seluruh mani yang dikeluarkan Arjuna. Setelah selesai, dengan lembut Banowati mengeluarkan kejantanan Arjuna dari mulutnya dan menyeka tetesan mani di sudut bibirnya. Banowati melihat kejantanan Arjuna mulai lemas, namun dia siap membuatnya tegak kembali.
"Dimas Arjuna," rayu Banowati selagi kembali merapat ke tubuh Arjuna, "inilah leher, dada, dan perut mbakyumu. Silakan kau sentuh sekehendakmu. Silakan jilat dan gigit dan remas…"
Arjuna tak perlu menunggu lama menghujani tubuh Banowati dengan ciuman dan gigitan. Digenggamnya tubuh Banowati, lalu sang permaisuri itu pun didorong dengan lembut sehingga terbaring di futon, sementara Arjuna sendiri berubah posisi di atas tubuh wanita penghibur kelas tinggi itu. Arjuna terus meraba, menggerayangi, meremas, menggigit-gigit. Dilihatnya puting Banowati mengeras setelah dia jilati. Disaksikannya Banowati menggeliat dan merintih selagi dia mencupang leher dan dadanya. Mata Banowati terpejam dan bibir merah Banowati setengah terbuka, mengeluarkan suara-suara kenikmatan.
"Bagaimana, mbakyu Banowati?" tanya Arjuna.
"Sungguh nikmat, Raden …" kata Banowati sambil mendesah, dan menggerakkan pinggulnya ke atas sehingga bibir luar kemaluannya menyentuh selangkangan Arjuna.