Senja belum juga turun, namun Banowati sudah sampai di istananya. Langkah-langkah kakinya kali ini tidak seringan seperti kemarin sehabis berkencan dengan Arjuna. Ia merasa pandangan mata orang yang dijumpai di istana itu mengandung kebencian di hati mereka. O, apakah perasaan ini tanda-tanda rasa bersalahnya karena telah mengkhianati perkawinannya dengan Duryodana? Embuh ra urus! Ia segera masuk ke kamarnya. Di sana ia menemukan Duryodana yang sedang leyeh-leyeh setelah seharian bekerja keras.
"Bagaimana acara semedi-mu di villa kita semalam, sayang?" sapa Duryodana sambil mengecup kening Banowati. Semedi? Hihihik … Banowati punya seribu macam alasan untuk bisa berkencan dengan Arjuna, salah satunya bersemedi di villa mereka.
Banowati hanya memberikan seulas senyum menggairahkan. Dan itu telah membuat lelah Duryodana hilang seketika. Dalam kisah Mahabarata, Duryudana dikenal sebagai tokoh antagonis. Dia memiliki sifat dan sikap yang buruk. Berbagai watak yang tidak baik seperti tidak peduli,mau menang sendiri, kejam dan tidak menghargai dan mengindahkan nasehat para sesepuh dan berbagai watak yang tidak baik lainnya sudah menjadi watak kesehariannya. Namun Untuk urusan cinta dan kasih sayang kepada istrinya, Duryudana sangat berbeda dengan sifat kesehariannya. Duryudana menjadi sosok yang luar biasa dan mungkin bisa menjadi contoh yang baik dalam mencintai dan mampu menerima cinta apa adanya. Bahkan kesetiaan dia terhadap istrinya sangat tidak masuk akal.
"Para Dewa selalu memberikan berkatnya padamu, sayang," kata Duryodana.
"Kenapa begitu, Mas?" tanya Banowati sambil melingkarkan tangannya pada leher suaminya.
"Begini… setiap kali kamu selesai bersemedi, wajahmu selalu sumringah. Bukankah itu pertanda para Dewa memberkatimu, istriku?" kata Duryodana.
Mereka berpagutan. Lalu, sya…la…la…Mendengar permintaan Duryodana yang sudah terlanjur horny berat, mau tak mau pun pada akhirnya ia mau berrsetubuh sebagai istrinya yang tercinta. Walau di tiap persetubuhan itu, Duryodana tahu jika Banowati sama sekali tak menikmati sodokan batang penisnya.
"Bagaimana Banowati bisa merasakan enak… jika setiap kali aku menyetubuhi lubang kenikmatannya, lubang itu terasa begitu los… dan longgar…" batin Duryodana.
"Aku hampir sama sekali tak merasakan gesekan nikmat pada dinding vaginanya sama sekali…"
Jelas saja yoni milik istrinya itu menjadi longgar, jika pada percintaan sebelumnya, vagina itu telah disesaki oleh batang lelaki yang sebesar gada rujakpolo.
Digerakkannya pinggulnya maju mundur, berusaha merasakan kenikmatan yang masih tersisa. Dengan kedua tangannya yang bebas, Duryodana mulai meraba dan meremas kedua pantat bulat istrinya. Lagi-lagi, ia rasakan lubang yoni milik istrinya begitu kopong, sama sekali tak menggigit. Mungkin sejak melahirkan dua anaknya. Iseng. Duryodana mulai meraba lubang anusn istrinya.
"Hei…. Mas…." Hardik Istrinya. "Jangan pernah coba buat masukin linggamu dalam pintu belakangku mas… …" ucap Banowati mengingatkan Duryodana setiap kali ia mencoba untuk menyentuh lubang anusnya. Duryodana senang melakukan itu dengan para selirnya. Sekilas, Duryodana sebenarnya ingin membunuh mereka berdua dan memotong lingga panjang milik Arjuna dengan pisau yang selalu ada di pinggangnya. Tapi Duryodana sama sekali tak ada niatan kuat untuk melakukan hal itu. Yang bisa dilakukan hanyalah menerima segala perlakuan mereka padanya. Padahal, Duryodana ingin sekali untuk dapat mencoba merasakan kenikmatan dengan istrinya. Tapi sudahlah, rasa untuk ingin merasakan Seks yang hot dengan istrinya sendiri hanyalah mimpi, toh diberi yoni milik istrinya ini saja Duryodana sudah bahagia. Walau sedikit sekali merasakan kenikmatan pada vagina Banowati, setelah beberapa menit menggoyang-goyangkan pinggulnya, pada akhirnya Duryodana berhasil juga membuang sperma panas pada yoni milik istrinya. Okelah, mungkin saat ini, ia bisa membiarkan mereka berpuas-puas diri untuk saling menyetubuhi di dalam tempat lain, tapi hati-2 setelah perang Mahabarata ini usai. Kembali tergambar, masa dimana Banowati akhirnya berhasil dinikahinya meskipun dia tahu bahwa tak akan pernah mampu memiliki hati dan cintanya. Cinta kasih Banowati telah terengkuh dibawa pergi oleh Arjuna. Duryudana sadar akan kelemahan dirinya. Namun cintanya begitu telah tertanam dan tertancap kuat dalam relung hatinya. Biarlah apa kata orang tentang istrinya ataupun apapun sikap istrinya terhadap dirinya yang adakalanya tersirat mengungkapkan harapan sejatinya, baginya Banowati adalah satu-satunya wanodya (wanita) yang dikasihinya sepenuh hatidan tiada tergantikan. Meskipun bila dia mau puluhan bahkan ratusan wanita yang tidak kalah cantik dengan Banowati mampu didapatkannya, namun Duryudana tiada mau melakukan itu, karena Banowati selalu memenuhi pandangan di setiap sisi hatinya.Di hari lain, Taman Istana Hastinapura siang itu sepi dan aman. Banowati mendapatkan beberapa nilai tambah dari Arjuna, jantung hatinya.
"Bagaimana kalau kita mulai lagi Raden?"
"Setuju"
Angin mendesau, matahari tambah bergeser ke arah barat, keringat membasahi wajah dan leher Banowati. Selembar daun sawo kecik yang telah agak menguning lepas dari ranting lalu melayang jatuh. Siang itu, seluruh Warga Kurawa sedang keluar kota untuk menumpas gerombolan pengacau keamanan yang dimotori oleh para Pandawa. Kira-kira menjelang sore, Arjuna dan Banowati mulai merasa bosan dan capek.
"Anda masih mau lagi Raden?"
"Terserah situ".
"Jadi Raden belum puas?"
"Manusia tidak pernah merasa puas dalam segala hal".
"Jawaban Raden terlalu ilmiah untuk urusan seks".
"Ya, kadang-kadang aku memang tidak cukup puas dengan sekedar predikat ksatria, pemanah ulung, play boy jempolan dan lain-lain itu. Kadang-kadang saya juga punya ambisi untuk jadi ilmuwan. Gombal ya?"
"Kampungan Raden!"
"Benar. Hari sudah akan sore. Sebaiknya Kangmasmu segera pergi".
"Hati-hati Raden. Jangan sampai kepergok satpam".
"Jangan risau mbakyu. Arjuna sudah berpengalaman
puluhan tahun dalam menghadapi satpam. Permisi".
"Mari Raden. Kuantar sampai ujung tembok".
"Tidak usah".
"Baik Raden".
Arjuna pergi. Banowati sendirian, dia lalu merapikan pakaian, rambut, make up, minum jamu galian singset, lalu melangkah ke luar taman. Di pintu taman itu satpam perempuan menghaturkan sembah.
Banowati membalas dengan sedikit mengangkat telapak tangan lalu melaju ke keputren.
Disana dayang-dayang sudah menunggu ketika junjungan mereka itu datang dan langsung masuk kamar. Dayang-dayang itu berbisik-bisik mendiskusikan junjungan mereka.
"Habis semedi, wajah Gusti ratu berbinar-binar".
"Hyang Widi memang memberkatinya".
"Tapi Gusti Ratu capek sekali tampaknya".
"Ya, beliau langsung tidur".
"Itulah Ratu"
"Beliau memang Ratu"
"Permaisuri."
"Ya Permaisuri raja Gung Binatara"
Banowati Permaisuri Kerajaan Hastinapura, tertidur pulas, dengan menyungging senyum.
udara berangsur dingin, bersamaan dengan tenggelamnya Hyang Bagaskara, para fungsionaris Golongan Kurawa pun berdatangan dari luar kota. Istana kembali ramai, dayang-dayang sibuk, menyiapkan air hangat, minuman, dan makan malam.