Sebagai istri Kurupati, Dewi Banowati tidak pernah bisa melupakan lelaki pujaannya, Arjuna. Dan, Arjuna yang senantiasa dikuasai nafsu pun mengambil kesempatan di antara intrik politik dan kekuasaan menjelang perang Baratayudha dengan menemui dan mengajak Banowati berasyik masyuk di hutan perbatasan Astina. Perbuatan Dewi Banowati ini sebenarnya telah diketahui oleh pihak Kurawa, yakni Dursasana. Kepercayaan dan cinta Sang Kurupati yang demikian besar pada Dewi Banowati serta pergulatan menghadapi Pandawa untuk mempertahankan kekuasaan, sehingga mengabaikan laporan Dursasana yang memang berwatak brangasan atau tak sopan. Pada akhirnya, setelah Baratayudha selesai dengan kemenangan Pandawa, Dewi Banowati kembali kepelukan Arjuna. Salah satu pihak Kurawa yang selamat, yakni Aswatama putra Resi Durna, menyelinap diperkemahan Pandawa dan membunuh Dewi Banowati yang dianggap sebagai pengkhianat dan mata-mata yang menyebabkan kekalahan Kurawa. Lesmana anak siapa? Duryodana jingkrak-jingkrak gembira ketika Banowati mengabarkan kalau dirinya positif hamil. Lanang tenan, itulah predikat yang layak disandangkan kepada Duryodana yang saat itu baru dinobatkan sebagai raja muda Hastinapura yang kelak akan mewarisi tahta dari ayahnya. Dan, kabar kalau permaisurinya tengah mengandung calon jabang bayi, tentu saja ia bahagia bukan main. Duryodana bakal punya putra mahkota – dan ia sangat berharap anak yang lahir kelak adalah lelaki. Duryodana makin sayang kepada Banowati, permaisuri yang jelita. Ia perintahkan kepada para dayang untuk melayani 24 jam kebutuhan Banowati. Kandungan Banowati kudu sehat. Ia harus melahirkan manusia berkualitas, karena ia akan menjadi calon raja negara yang super power seantero jagad perwayangan. Banowati memanfaatkan kebaikan suaminya untuk merajuk jika ia menginginkan sesuatu hal, dan tanpa pikir panjang Duryodana mengabulkan keinginan istrinya. Kali ini – ini alasan yang bertama kali ia bikin – Banowati ingin menyegarkan pikiran di pesanggrahan di atas bukit yang tempatnya sangat sejuk dan tenang untuk tetirah. Duryodana tentu saja mengizinkan disertai permintaan maaf karena tak bisa mendampingi istrinya.
"Yes!!!" pekik Banowati, lirih.Di pesanggarahan Arjuna gelisah menunggu kedatangan Banowati. Sudah hampir dua bulan ia tak berjumpa dengan kekasih hatinya. Dasar Arjuna, pesan yang ia bawa melalui orang kepercayaannya sampai juga ke tangan Banowati dan disepakati untuk bertemu-kencan di pesanggrahan. Mereka pun melakukan olah-asmara seperti orang yang sangat kehausan di padang gersang. Edan. Cinta buta memang sering membuat gila orang yang melakoninya. Tapi, itulah cinta. Mereka tak bisa membedakan, cinta karena anugerah atawa cuma birahi semata? Embuh, ora urus.
"Say, perutmu agak gendut ya?" tanya Arjuna sambil mengelus perut Banowati.
"Iya. Di dalamnya ada anakmu!' kata Banowati, kenes.
Mereka tertawa. Banowati bersandar di dinding, gadis hamil itu duduk sambil memeluk kedua lututnya. Setengah busana atasnya masih rapi tapi seluruh rok dan celananya sudah terbuka. Menampakkan kedua paha yang putih mulus dan montok. Sementara tumpukan daging putih kemerahan menyembul di sela rambut-rambut hitam yang nampak baru dicukur.
Sedikit tengadah dan dengan tatapan mata sendu ia berujar lirih… "Masukkanlah, Raden! Aku juga ingin menikmatinya…."
Arjuna hanya terdiam.. mereka sama-sama sudah membuka busana bagian bawah, beberapa menit kemudian mereka bergelut di pojok ruangan itu. Dengan penuh nafsu ditekankan tubuhnya ke tubuh Permaisuri itu. Banowati membalas dengan merengkuh leher Arjuna dan menciuminya penuh nafsu.
Tubuh Banowati terasa panas dan membara oleh gairah, bertubi-tubi diciuminya leher, pundak dan buah dadanya yang kenyal dan besar itu. Ia hanya melenguh-lenguh melepas nafasnya yang menderu. Setiap remasan dan kuluman… diiringi dengan erangan penuh kenikmatan. Tanpa disuruh Banowati membuka sebagian kancing bajunya. Menampakkan onggokan buah dada yang membulat dan putih. Tanpa membuka tali beha Banowati mengeluarkan buah dadanya itu dan mengasongkannya ke mulut Arjuna. Dengan rakus dikulumnya buah dada besar Banowati sepenuh mulut Arjuna. Banowati mengerang antara sakit dan enak. Nafas Arjuna pun semakin tersendat, hidung Arjuna beberapa kali terbenam ke bulatan kenyal dan hangat itu. Puncak dadanya basah oleh air liur Arjuna yang meluap karena nafsu. Licin dan agak susah meraih puting susunya yang mungil kemerahan itu. Jelas sekali kulihat proses peregangannya. Semula puting susu itu terbenam, namun dalam sekejap saja dia keluar menonjol dan mengeras. Banowati tahu susah mengulumnya tanpa memegang karena Arjuna mencengkram erat leher dan pinggang Permaisuri itu. Tanpa menunggu waktu Banowati memegangi buah dadanya dan mengarahkan putingnya ke mulut Arjuna. Arjuna pun mengulumnya seperti bayi yang kehausan. Mengulum dan menyedot sampai terdengar berbunyi mendecap-decap. Ia lihat Permaisuri itu, dalam sayu matanya merasakan kenikmatan, bibirnya tersungging senyuman dan tawa kecil.
'Gigit sedikit, Raden.' pintanya pada Arjuna.
Arjuna menuruti kemauannya, dengan gigi ia gigit sedikit puting susunya.
'Aih….' Jeritnya lirih sambil menggigit bibir. Barangkali ia tengah merasakan sensasi rangsangan nikmat luar biasa di bagian itu. Arjuna merasakan tubuhnya melunglai menahan nikmat.
Kemudian tubuh mereka saling mendekap semakin rapat. Gairah dan rangsangan nikmat menjalar dan memompa alirah darah semakin kencang. Secara naluriah Arjuna menyelusuri tubuh sintal Banowati. Mulai dari leher, terus ke punggung, meremas daging hangat di pinggul… terus ke bagian bawah. Akhirnya menyelip di antara paha. Permaisuri itu membuka pahanya sedikit, mengizinkan tangan Arjuna menggerayangi daerah itu.