Siang terasa tidak begitu panas, istana memang lagi sepi hanya ada satpam, staf sekretariat, klining servis dan dayang-dayang. Namun sebelum Arjuna datang mereka sudah diusir pergi oleh Gusti Ratu Banowati
"Mbok! Semua harus menyingkir jauh-jauh, Taman ini harus dikosongkan dan dijaga, jangan sampai ada orang mendekat.
Aku berniat untuk melakukan semedi. Menyatu dengan Sang Hyang Widi. Mengerti Mbok?"
"Sendiko Gusti".
"Kalau aku belum keluar dari taman ini, Apapun yang terjadi tak ada seorangpun yang boleh masuk kemari. Mengerti Mbok?"
"Sendiko Gusti".
"Supaya aku tidak kehausan ketika selesai semedi, coba kamu siapkan minuman dan nyamikan".
"Sendiko Gusti".
"Sekarang kamu boleh pergi".
"Sendiko Gusti".
Taman Istana Hastinapura siang itu sepi dan aman. Banowati mendapatkan beberapa nilai tambah dari Arjuna, jantung hatinya
"Raden. Sudah ada berapa cupang di leher saya?"
"Kalau tidak salah enam".
"Mengapa tidak tujuh Raden?"
"Kalau kau maunya tujuh ya nanti kutambah".
"Cukup Raden. Aku sudah mendapatkan nilai tambah itu".
"Kau hanya bisa merasakannya".
"Benar Raden. Aku bisa merasakan betapa menyegarkan dosa ini!"
"Dosa? Jadi kau menganggap cinta kita ini sebagai sebuah dosa".
"Bukan sebagai dosa. Memang dosa Raden".
Arjuna terdiam, Banowati memandangi rumputan, rambutnya tergerai dimainkan angin
mata Banowati berkaca-kaca, tak lama kemudian dia menangis. Arjuna buru-buru memeluknya, Banowati lalu menyandarkan kepalanya ke dada Arjuna setelah tangis Banowati reda Arjuna berkata
"Tangis adalah bagian dari Cinta".
"Bagian dari dosa".
"Dosa juga bagian dari kehidupan, Jadi sangat manusiawi".
"Aku sedang menyesali dosa-dosa itu Raden. Mengapa aku sudah mengkhianati Gusti Suyudono sampai belasan tahun. Sekedar untuk mendapatkan sebuah nilai tambah. Kurasa itu sangat kampungan Raden".
"Aku setuju. Aku mengerti".
"Kadang-kadang kita ini memang sangat kampungan. Cobalah bayangkan, Seluruh taman ini dikosongkan. Dijaga Supaya kita bisa puas bercumbuan bahkan berhubungan intim".
"Mereka tahunya junjungannya sedang semedi menyatu dengan Hyang Widi".
"Itu lebih kampungan lagi".
"Betul. Tapi akan lebih kampungan lagi bila kau terus terang pada mereka".
"Yang kutakutkan jangan-jangan sebenarnya mereka semua tahu".
"Memang mereka tahu. Itu pasti, Tapi mau apa? Anda adalah Permaisuri Kerajaan Hastinapura".
"Ya. Betapa mahalnya sebuah nilai tambah"
"Memang"
"Bagaimana kalau kita mulai lagi Raden?"
"Setuju"
Angin mendesau, matahari tambah bergeser ke arah barat, keringat membasahi wajah dan leher Banowati."Mbakyu Banowati… maafkan.. aku telah…" belum sempat Arjuna menyelesaikan kalimat dengan bernafsu Banowati mencari bibir Arjuna dan menciuminya dengan garang. Oh,… gelagapan Arjuna dibuatnya. Ia tidak tahu, apakah Banowati marah atau sudah terangsang…. Arjuna membalas ciuman itu, lidahnya terjulur dan bertemu dengan lidah sang dewi. Beberapa saat lamanya lidah mereka berjalin seperti tak mau lepas. Tanpa banyak berkata-kata sang putri menurunkan gaunnya ke bawah, menampakkan dua gumpal buah dada yang tidak memakai beha. Puting susunya meruncing dan tegang.
"Aku terangsang sekali membayangkan kita berdua tadi…." katanya terengah sambil mengasongkan kedua susunya ke arah Arjuna.
Arjunapun menyambut, tangan kiri meremas dan mulut mengulum puting susu yang satunya. Tiba-tiba gerakan Arjuna terhenti. Dengan wajah kaget Banowati menatap heran. Arjuna lupa menggatungkan sejata panah yang dibawanya tadi. Gadis itu tersenyum dan merekapun melanjutkan permainan hangat ini. Buah dada besar montok dan kenyal itu ia kunyah sepuas hati.
Banowati mendesah keenakan. Jemarinya mencengkram kepala, mengusutkan rambut Arjuna. Masih dalam posisi duduk sang dewi yang cantik luar biasa ini mengangkang .. melepas gaunnya yang sudah setengah terbuka…. Dia pun tidak bercelana dalam sehingga gundukan vaginanya yang tebal dan tidak berambut itu merekah di depan Arjuna. Cairan bening meluap keluar. Mengalir di sela-sela celah kemaluannya. Di tak pedulikannya. Dibiarkan lendir bening itu mengalir…. Bahkan dia menyuruh Arjuna untuk memegangnya… jemarinya menyelusup ke liang senggama Banowati, hangat dan sangat basah oleh cairan pelicin. Disentuh klentitnya yang merah oleh Arjuna dengan ujung jemari.
"Akhh…." Banowati melolong tertahan.
"Geli, Raden!" desahnya tersentak. Kemudian sembari memeluk leher, dan mencium kening Raden Arjuna dia mengajak ke dipan tempat mereka pernah bercinta.
Tak banyak cingcong ia rengkuh dan gendong tubuh hangat Banowati ke pembaringan itu. Di sana ia baringkan. Tapi ketika pemuda itu hendak membuka celana, tiba-tiba sang permaisuri mendudukkan tubuhnya yang sudah bugil itu. Arjuna heran, apa yang akan dia perbuat.
"Bukalah celanamu, Raden!" katanya tak sabar sembari menarik kancing celana panjang Raden Arjuna. Setelah memelorotkan celana dalam, dengan sangat bernafsu sang dewi memegangi pangkal kemaluan Arjuna yang kembali menegang.
"Besar dan nikmat…." Seru Banowati sambil meremas-remas kemaluan Raden Arjuna.
"Sekarang giliranku…" katanya agak keras.Dewi Banowati turun dari dipan dan berdiri di samping Arjuna, di dorongnya dada ke arah pembaringan, menyuruh Arjuna berbaring disana. Ia menurut. Setelah Arjuna berbaring, dewi Banowati pun menaikkan sebelah kakinya dan mengangkang di atas. Perlahan dia menekuk tubuh Arjuna dan memeluk dari atas.
"Masukkan, Raden." Pintanya dengan nada gemas. Ia memegang batang kelamin itu dan memasukkannya ke dalam liang kemaluannya. Kemudian dengan agak kasar Banowati menghenyakkan pantatnya ke bawah agar kemaluan itu masuk lebih dalam ke tubuhnya.
"Ehhhhh…. Hhhhh" desahnya kacau seperti anak kecil yang rakus menetek di susu ibunya. Dalam posisi di atas dia menaik turunkan pantatnya dengan cepat… oh… batang kemaluan itu dicengkram dan di gesek-gesek seperti itu. Geli rasanya.
Posisi di bawah jarang dilakukan Arjuna …. Tapi kali ini ia menerima saja, karena ia ingin menikmati layanan Banowati. Kali ini Banowati yang giat menekan-nekankan pantatnya, maksudnya supaya punya Arjuna masuk lebih dalam. Sembari memeluk erat, sang dewi terus mengempot-ngempotkan pantatnya. Bunyi crek crek crek terdengar lagi… kali ini bahkan di tingkahi oleh jeritan-jeritan kecil yang keluar dari mulut kekasihnya. Arjuna terus berbaring sembari meremas-remas pantatnya yang mulai berpeluh itu. Cairan vagina terasa terus merembes dari kemaluan Banowati. Dia sudah sangat terangsang. Liang kemaluannya sangat basah dan panas. Sesekali ia menekan dan menahan. Seolah hendak melumat habis seluruh kemaluan Arjuna dengan vaginanya. Terang saja Arjunapun semakin keenakan. Diam beberapa saat menahan tekanan, Banowati pun mengendurkan dan memulai lagi gerakan naik turunnya. Arjuna terus meremas-remas pantatnya. Dadanya yang kenyal itu menekan ke arah dada Arjuna, hampir membuatnya sesak nafas. Tapi Arjuna pasrah.. lha wong enak rasanya.
Selama sepuluh menit Banowati bergerak naik turun, nggak cape-cape kelihatannya. Tubuhnya semakin basah oleh keringat, bahkan wajahnya sudah dipenuhi keringat sebesar-besar biji jagung. Sebagian mengalir ke ujung hidung dan menitik menimpa wajah Arjuna. Sesekali ia mengibaskan rambutnya yang tergerai. Arjuna mencoba memiringkan kepala mencoba menghindari tetesan keringat dari wajahnya yang ayu. Saat itulah Banowati menengadah dan menyurukkan kepalanya ke leher, memeluk Arjuna dengan kuat dan mulai mendesah berkepanjangan. Pantatnya menekan kuat sampai seolah kemaluan itu mau ditelannya sampai habis.
"Raden.. enak sekali.. ahh" terasa kemaluan Banowati berdenyut hebat, tubuhnya bergetar tak kuasa menahan nikmat… nafasnya sangat memburu… dan..
Banowati pun lunglai dalam pelukan…. Sementara air mani gadis itu mengalir tak tertahankan, meluap dan mengalir membasahi sampai bagian perut Arjuna.. dipeluknya gadis itu di punggungnya… membiarkan ia mengendurkan syaraf setelah tadi sangat tegang menikmati puncak orgasmenya. Sampai beberapa menit mereka masih berpelukan, kejantanan yang masih tegang itu masih berada di dalam 'sangkar'-nya. Banowati diam tak bergerak dalam pelukan Raden Arjuna, sepertinya dia lupa ada sesuatu yang bersemayam dalam tubuhnya. Perlahan gadisnya ini mengatur nafasnya yang tidak teratur. Setelah agak reda… perlahan Banowati bangkit dan melepas persetubuhan mereka. Lambat ia mengangkat pantatnya ke atas. Perlahan alat kelamin itu keluar dari vagina Banowati. Ketika sudah keluar seluruhnya…. Cairan vagina yang kental nampak melumuri batang kemaluan Arjuna. Ketika bagian 'kepala'-nya akan keluar terdengar seperti bunyi plastik lengket yang basah akan di lepas. Clep..crrrek. Banowati tersenyum mendengar suara itu. Entah suara lipatan kemaluannya atau karena lendir yang begitu banyak melumuri batang kemaluan Arjuna.
Arjuna dan Banowati mulai merasa bosan dan capek
"Anda masih mau lagi Raden?"
"Terserah situ".
"Jadi Raden belum puas?"
"Manusia tidak pernah merasa puas dalam segala hal".
"Jawaban Raden terlalu ilmiah untuk urusan seks".
"Ya, kadang-kadang aku memang tidak cukup puas dengan sekedar predikat ksatria, pemanah ulung, play boy jempolan dan lain-lain itu. Kadang-kadang saya juga punya ambisi untuk jadi ilmuwan. Gombal ya?"
"Kampungan Raden!"
"Benar. Hari sudah akan sore. Sebaiknya Kangmasmu segera pergi".
"Hati-hati Raden. Jangan sampai kepergok satpam".
"Jangan risau mbakyu. Arjuna sudah berpengalaman puluhan tahun dalam menghadapi satpam. Permisi".
"Mari Raden. Kuantar sampai ujung tembok".
"Tidak usah".
"Baik Raden".
"Cepatlah berkemas, kita segera kembali ke Hastinapura. Jangan membuat Duryodana mencurigai hubungan kita," kata Arjuna sambil melepas tangan Banowati yang melingkar di pinggangnya.
"Aku masih ingin bersamamu, Raden," jawab Banowati manja.
"Iya. Aku pun begitu," tukas Arjuna.