Bab 7. Perpisahan Masih Ada

7.1K 1.1K 403
                                    

Aku menghancurkan semuanya. Cinta tanpa nafsu adalah omong kosong, namun sekarang aku bisa menyimpulkan kalau cinta tak bisa dijadikan alasan untuk bertahan. Terkadang aku mendengar banyak hal yang orang katakan tentang cinta. Cinta antara sinetron dan kehidupan kita tak sama, Mas! Kau tahu itu! Mereka bahkan mengatakan kalimat, "Makan tuh cinta!" dengan sangat menghayati. Kau tahu, kita tak bisa mengandalkan cinta!

Lalu aku memutuskan semuanya sekarang. Aku tidak akan mengatakan banyak hal karena yang kutahu kita memang tak harus bicara untuk sementara waktu. Biarkan aku mencari jawaban yang ingin kuketahui, setelah itu mari kita bicara bersama. Aku pernah mengalami kegagalan dalam cinta, karena itulah aku tak ingin kita melangkah terlalu jauh dan kecewa lagi.

"Nggak ke cafe, Mas?" Sebuah suara tiba-tiba mengagetkanku. Ketika aku menoleh, Gea berdiri di belakangku. Saat ini kami tidak sengaja bertemu di pertigaan, dekat kampusku dan juga tempatmu. Di tempat fotocopy.

"Ah, lagi sibuk, nih!" Aku mencari alasan. "Kok kamu di sini, Gea?"

Gea mengangguk pelan. "Habis beli plastik tadi. Mas mau ke sana jam berapa? Biasanya Mas Bima udah stand by nunggu. Kalian deket banget, ya! Tapi nggak ada cewek yang berani deketin kalau kalian berdua. Rasanya kalian terlalu sempurna untuk diselipin."

"Lah?" Aku tergelak, hanya untuk mengalihkan sakit yang kurasakan ketika mengingat tentangmu.

"Seneng banget lihat kalian berdua kalau lagi bercanda."

Aku tidak ingin mengartikan ucapan Gea sebagai sesuatu yang serius. Aku hanya ingin menganggapnya sebagai rasa kagum Gea karena sudah melihat sesuatu yang sangat indah dan manis. Aku tidak akan pernah merasa kesepian karena kau tidak ada. Aku baik-baik saja. Bahkan sekarang aku sudah punya kesibukan.

Aku mulai sibuk dengan tugas dan juga makalah. Aku tidak ada waktu untuk mencarimu dan mengirimimu pesan. Aku benar-benar sibuk sekarang. Aku baik-baik saja tanpamu. Bahkan aku sudah terbiasa sendiri. Dulu kau belum hadir dalam hidupku dan aku baik-baik saja! Sekarang pun seharusnya begitu!

Aku mencoba menata hatiku. Dan harusnya aku baik-baik saja!

"Jadi, ada apa?" Gea kembali menyentakkanku tentang kehadiranku di hidupmu. Aku tersenyum dan menggeleng.

"Apanya?" tanyaku sok tak paham.

"Kok sekarang Mas Rian jarang banget datang ke cafe? Pegawai lain juga kangen, lho! Biasanya ada orang yang selalu buka lapak di tempat yang sama, di jam yang sama, yang dipesen juga sama. Belum lagi dia hobi banget request lagu-lagu yang diputar."

Aku tahu pasti siapa orang itu.

"Orang itu lagi sibuk sama tugas, Gea."

"Bisa titip salam, nggak ke dia? Bilangin kalau kami kangen banget sama dia!" Gea kembali menyindirku.

"Ah... ntar aku sampaikan!"

"Gara-gara dia, penghasilan cafe menurun, lho!"

"Masa? Dia kan punya kartu member. Malah itu dapat potongan banyak banget daripada pelanggan regular."

"Tapi lebih baik dapat pelanggan yang bayar separuh daripada nggak sama sekali."

Aku tidak menjawab ucapan Gea dan hanya tersenyum. Gea menatapku sambil menautkan kedua alisnya. Dia mungkin menganggapku sibuk hingga tak ada waktu datang ke cafe, namun masalahku sebenarnya tidak sesederhana itu. Entah bagaimana respon Gea kalau tahu aku tidak sebaik yang dia kira. Bagaimana kalau dia menganggap perasaan bosnya dan aku adalah sesuatu yang tabu dan dianggap menjijikkan?

"Datang sekali-kali, dong, Mas! Sayang, lho punya kartu member tapi nggak dipake gitu!" Gea kembali berkomentar. Aku mengangguk pelan.

"Ntar kalau nggak lagi sibuk aku pasti datang."

Menantang PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang