Berputar-putar, langit-langit diatas kepalaku. Refleks, ku pegang kepalaku yang terasa berdenyut. Aku mendesah lemah, seolah gak memiliki tenaga bahkan hanya untuk duduk.
Lalu tanpa sepatah kata, seorang lelaki menarik tangan kananku, sementara tangannya yang lain merangkul pundakku, membantu ku duduk. Bisa ku rasakan dari caranya memegang kedua bahuku, ia sedikit ragu harus melepas atau menahan tangannya disana.
"Aku gak apa-apa, aku gak apa-apa," ujarku cepat, namun suara yang keluar dariku sangat lemah.
Cukup lama kami terdiam, aku akhirnya sadar aku gak seharusnya ada disini, Hey tunggu sebentar, memangnya ini dimana?! aku mengerjapkan indera penglihatanku, dan memperhatikan ruangan luas tempatku berada.
"Ini.. dimana?" aku masih memutar pandanganku mengelilingi ruangan itu. Dinding depan dan belakang ruangan tersusun dari kayu, sementara dinding dikiri dan kananku tampak seperti batuan, yang disusun sedemikian rupa hingga ruangan ini tampak seperti rumah pohon--versi mewah, sangat mewah.
Langit-langit ruangan juga terbuat dari kayu, diatas kepalaku tergantung lampu ruangan yang sepertinya terbuat dari ranting kayu cukup tebal atau mungkin.. tanduk rusa. Tepat didepanku ada sebuah jendela tinggi selebar kasur yang membentuk sudut mengikuti bentuk ruangan, trapesium. Sudah berapa lama aku disini?.
"Sejak pagi tadi," suara berat lelaki disampingku mengembalikan ku ke kenyataan. Aku pasti mengatakannya dengan keras. "Mengatakan apa?"
"Bukan apa-apa," jawabku cepat. "Bisa ceritakan bagaimana aku bisa ada disni?"
"Meridian dan Turel yang menemukan dan membawamu pada Delreon, lalu Delreon mengutus Rebal untuk memberitahu ku," kasur yang kami duduki perlahan bergerak turun saat dia berdiri. "Benda yang ada di lehermu itu--"
"Berhenti! Aku mohon berhenti bertanya tentang kalung ini. Itu bukan hal yang penting. Ada hal yang lebih penting." ujarku memotong kalimatnya.
Dia menatapku penuh arti, "Baiklah, ku perbolehkan kau bertanya."
"Kamu pikir, kamu ini siapa? Sok berhak 'memperbolehkan' seseorang buat bicara." emosiku terpancing mendengar nada bicaranya yang mengatur.
"Aku Aldereon estrof Belyonfold raja ke-8 Belyonfold." katanya sambil menatap keluar jendela.
"A-a-apa kamu bercanda? Kamu lagi bercanda, ya? Ini acara apa sih? Kan aku gak ikut casting film atau apaan lah, yang semacam itu."
Dia mengernyitkan dahinya seolah gak mengerti, "Kau pikir aku bercanda? Sekarang coba kau pikir, kira-kira mengapa para hewan mematuhiku, jika mereka bisa saja menjadi singa atau harimau sebagai raja rimba?"
"Kau pikir, mereka bisa bicara pada semua manusia? Bukan mereka yang aneh karena dapat berbicara denganmu, tapi kau. Kau yang aneh, kau yang berbeda."
"Tolong, cubit aku. Nggak, nggak! Tampar aja kalau perlu. Ya, tampar aja!" kataku cepat, dan secepat itu juga aku bisa merasakan pipi kiriku memanas karena Aldereon menamparnya.
"Puas?" Aku tidak menjawab. "Sekarang jelaskan mengap--"
Aku menangis. Ini benar-benar gila.
"Berhenti menangis! Dan coba pikirkan alasan mengapa kau bisa berakhir disini! Aku percaya kau pasti menemukan alasannya," Aldereon melenggang pergi, lalu berhenti setelah tangannya meraih pintu. "Aku berada di ruang sebelah. Hanya memberitahu, kalau-kalau kau butuh aku."
Tangisku makin kencang setelah pintu kembali tertutup rapat. Aku mengusap kasar air mataku, aku sudah lelah menangis dan suaraku hampir habis. Bukannya menenangkan atau apa, dia malah meninggalkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
beyond books
FantasyBuku dapat membawamu pergi ke manapun kamu mau, tanpa melangkahkan kaki. Ajaib, bukan? Lalu, apakah kamu masih meragukan keajaiban?