Namaku Dipta, lengkapnya Lettu Radipta Dwi Yudha S.Tr.Han. Putra kedua dari pasangan yang telah lama berpulang. Kedua orang tuaku meninggal kala konflik di Maluku. Tetapi aku bukan asli orang Maluku. Aku hanya mengikuti orang tuaku yang memilih mengabdi sebagai guru di sana. Andaikan bisa melihat masa depan, mungkin aku adalah orang pertama menentang keputusan orang tuaku.
Aku punya seorang Kakak? Iya, tapi dia hilang tanpa jejak sejak konflik itu pecah. Aku hidup sebatangkara bertahun-tahun, hingga akhirnya aku menemukan orang tua angkat yang mau merawatku.
Beliau bukan orang biasa, beliau adalah seorang Perwira Menengah menjelang Perwira Tinggi di Angkatan Udara mungkin tahun depan sudah Marsma TNI. Beruntung? Sangat beruntung. Allah SWT memberiku jalan hidup yang indah dan penuh nikmat. Alhamdulillah.
Di tempat tugasku, jauh dari keluarga angkat. Hanya ada senior, orang tua asuh dan teman-teman prajurit Angkatan Darat. Ramai sekali, terlebih hidup di asrama dengan banyak orang. Sayangnya, tak pernah ada kata ramai untuk jiwaku. Selalu saja dirundung sepi.
Semua senior, letting hingga Adik letting bergantian merubah diriku. Dari yang introvert menjadi ekstovert. Hingga sekarang, tak satupun dari mereka berhasil.
"Bang, mau ikut aku nggak?" Tanya seorang taruna yang beberapa bulan ini sering mengunjungiku untuk tugas akhirnya.
Aku mengangkat kedua alisku. Tak ada kata yang aku suarakan.
"Ke Kampus belakang" jempolnya menunjuk ke belakang.
Ada salah satu kampus Islam di belakang tempat tugasku. Terkenal dengan mahasiswinya yang berhijab syar'i. Sayangnya tak sedikit pula yang berhijab tetapi tak sempurna. Hanya sampulnya saja.
"Ngapain?" Tanyaku singkat.
Taruna yang tinggal menunggu waktu Praspa ini sering kali mengunjungiku. Tepatnya setelah informasi yang dia butuhkan terpenuhi. Lebih tepatnya lagi, dia masih sering mengunjungiku karena sekalian. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Pacarnya seorang mahasiswi jurusan Perbankan Syariah. Kampusnya? Ya, di belakang barak ini.
"Lihat yang bening-bening, Bang" jawabnya menyeringai.
"Zina mata!" Sahutku berjalan keluar asrama. Butuh angin segar.
"Ish... Kan kalau pandangan pertama tidak masalah, Bang" mengikuti ku dari belakang.
"Niat buruk yang disengaja itu tidak baik, Gayuh!" Penuh penekanan.
"Komando!" Sapa prajuritku yang baru saja lewat dengan istri dan anaknya.
"Komando!" Seruku.
"Lihat, Bang. Yang seumuran sama Abang aja sudah punya anak, Abang masih jomblo aja!" entah sindiran atau apa. Gayuh ini memang banyak sekali tahu tentang aku, bukan dari aku sendiri, tetapi dari senior yang sudah lama mengenalku. Beliau-beliau sering menceritakan aku pada orang-orang baru. Katanya biar aku cepat dapat jodoh, memangnya aku se-menyedihkan itu?
"Memang jodohnya saja belum datang, kalau mau menemui pacarmu, pergilah sendiri! Tidak perlu membawa obat nyamuk ke sana" ujarku ketus.
Gayuh sudah terbiasa dengan ucapanku, tak pernah ada kata sakit hati baginya. Padahal dia mengenalku hanya beberapa bulan saja.
"Saya ke sana bukan untuk menemui pacar saya, Bang. Tapi ada yang mau kenal sama Abang" jelasnya justru terlihat gelisah.
"Tinggal nyebutin namaku saja dia sudah kenal kan? Tidak perlu bertemu" melangkah menjauh dari Gayuh.
Sebenarnya percuma, menjauh pun Gayuh tetap akan mendekat. Dari sekian orang yang ingin merubah ku, sepertinya dialah yang paling gigih. Tak mudah menyerah dan betah atas sikap dingin juga sikap tertutupku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Klasik
Short StoryKisah-kasih yang klasik, kumpulan cerpen baik tentang militer maupun yang lainnya. Judul terinspirasi dari Kakak. Cus baca aja ?