[Bag-Ian 5]

11.4K 1.3K 308
                                    

Hasil survei menunjukkan, ternyata 50% orang pacaran itu karena mereka saling jatuh cinta. Yang 50% lagi karena mereka saling suka dan sayang.
—Cak Lontong
____________________________________

Apa ada yang pernah dengar kalau otak dan perasaan itu tidak bisa sinkron?
Nah, dalam kasus Ian kali ini berbeda.

Perut dan perasaanlah yang tidak bisa sinkron.

Pasalnya, setelah disuguhi dengan mahakarya Tuhan yang sempurna, yaitu Bagas, Ian yang biasanya akan tebar pesona, kini hanya bersikap normal. Bersikap b aja kalau kata anak kekinian.

Perut Ian ingin makanan.
Perasaan Ian ingin Bagas.

"Atas izin dari siapa lu punya hak buat makan di rumah gua?" tanya Bagas menyelidiki namun tanpa nada sinis tentunya.

Bagas 'kan sudah mulai luluh pada pesona Ian.

"Eng, itu. Tadi tante maksud gua mama lu sendiri yang nawari gua buat makan di sini."

"Dan lu langsung nerima gitu aja, hm?" tanya Bagas kembali.

Bagas hampir saja ingin menambahi "Kenapa gak lu tolak aja sih?", hanya saja ada perasaan aneh yang membuat ia merasa bersalah kalau mengucapkannya.

Walau tanpa nada sinis, namun pertanyaan Bagas barusan sukses menyinggung perasaan Ian. Ian jadi merasa murahan karena pertanyaan barusan. Perasaan kesal itu terlihat pada kerutan yang muncul di dahi Ian.

Ayolah... Ian hanya ingin makan dengan tenang. Apa susahnya coba? Apalagi tadi di kantin, Ian tidak sempat membeli makanan karena terlalu berdesakan.

Ian mengepalkan tangan kanannya.

"Sabar Ian. Sabar. Biar disayang Bagas. Eh, maksudnya Tuhan.
Orang sabar 'kan disayang Tuhan," rapal Ian dalam pikirannya.

Saat Ian ingin menjawab pertanyaannya, Bagas langsung memotong.

"Yaudah, masuk aja. Ga tega gua liat muka lu yang kelaparan."

Apa? Bagas bilang tidak tega kepada Ian!? Ini perlu dicatat dalam buku harian Ian, guys! Tapi nanti saja. Yang harus didahulukan saat ini adalah perut Ian.

Walau perut Ian sedang bermasalah, namun pipinya tetap melakukan fungsi yang seperti biasanya. Akan merah merona kalau sudah berhubungan dengan Bagas.

Kerja sama yang baik bukan, antara perut dan pipi. Haha.

Ian pun mengikuti Bagas masuk ke rumah. Namun ia tidak menyadari bahwa Bagas sedang berjalan ke kamar mandi. Hingga sesampainya di depan pintu kamar mandi, Bagas pun berbalik badan dan berkata,

"Meja makan di sebelah sana."

Ian yang telah menyadari tindakan konyolnya, langsung pergi ke meja makan tanpa meminta maaf pada Bagas.

Namun mata Bagas masih cukup sehat untuk menangkap rona merah di pipi Ian. Ha~ah. Bagas jadi ingin buru-buru menyelesaikan kegiatan mandinya.

Ian yang sudah tiba di meja makan bingung karena tudung saji di meja makan kosong. Jadi Ian akan makan apa?

Emosi Ian hampir meledak. Jujur, ia ingin menangis saat ini. Perutnya sudah sangat kelaparan dan ia hanya ingin makan dengan tenang.

"Apa aku kebanyakan dosa selama ini, Tuhan?" pikir Ian.

Ian pun memutuskan untuk memasak sendiri saja, daripada harus kembali ke warung lagi.

Saat Ian sedang menggeledah isi dapur Bagas, sang pemilik rumah pun menunjukkan diri di hadapan Ian dengan memasang wajah heran.

[Un]requited LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang