EMPAT : NISA PENASARAN

24 4 14
                                    


Nisa mengepal kedua telapak tangannya yang terasa dingin, bukan karena Palembang mendung pagi ini. Baru saja ia turun dari mobil Bunda, ia dikagetkan dengan pemandangan sosok Alif yang berdiri di depan gerbang sekolah. Ragu, Nisa melangkahkan kakinya.

"Pagi Nisa cantik," sapa Alif ramah, dengan tubuhnya yang agak ia bungkukkan sedikit.

Nisa tersenyum tipis, nyaris tidak terlihat. "Pagi juga, Kak Alif."

Alif tersenyum lebar, "Malam ini jadi, kan?" tanya Alif bersemangat mengalahkan semangat sinar matahari yang belum kunjung keluar menampakan diri.

Nisa mengigit bibir bawahnya, "Ehm, gimana ya Kak, Nisa belum izin sama Bunda soal itu, Nisa juga nggak pernah keluar malem. Apalagi sama cowok ..." jawab Nisa ragu-ragu. Ia nyaris tidak berani menatap wajah Alif.

Alif mengusap kepala Nisa tiga detik, membuat kedua bola mata Nisa melebar. "Nanti biar Kakak aja yang minta izin sama Bunda Nisa." katanya lembut dan membuat Nisa membeku.

Nisa tertegun, untuk pertama kalinya ada seorang cowok yang mengusap rambutnya, rasanya aneh. Jantungnya berdegub kencang saat ini.

"Yang paling penting Nisa mau kan, Kakak ajak nonton?"tanya Alif penuh harap.

Entah bisikan setan dari mana, Nisa mengangguk samar.

"Oke, jam tujuh kakak jemput, ya. Rumah kamu belum pindah, kan?" tanya Alif setengah bercanda.

Nisa menggelengkan kepalanya. "Emangnya Kak Alif tau di mana rumah Nisa?" tanya Nisa ragu sambil melirik Alif jengah. Pagi ini, senyum Alif meruntuhkan pertahanan wajah Nisa untuk tidak merah merona.

"Kakak sering lewat depan rumah kamu."

Alis Nisa terangkat, baru saja ia hendak membuka mulutnya, Alif lebih dulu bersuara. "Kakak duluan, ya. Semangat belajarnya hari ini!" pamit Alif sebelum ia melangkah pergi masuk ke dalam gerbang lebih dulu.

Nisa menyimpan telapak tangan kanannya di dada.Ya Allah, kok bisa sih, Kak Alif manis banget.


🌻

"Bell, gue nggak suka sama lo!" gumam Getta dalam hati kecilnya. Ia menatap lirih kotak makan yang Bella berikan lagi hari ini.

Untuk dua hari ini, Getta dibuat kelimpungan oleh sosok Bella. Bella cewek mungil yang tingginya cuma 150 cm, teman Getta jaman SMP yang sampai sekarang masih terus ngejerin dia. Meskipun Bella tidak pernah ngomong langsung suka sama Getta. Tanpa pengakuan secara langsung dari Bella pun, Getta sadar akan itu. Cewek mana sih, yang cuma sekedar sok baik sama cowok kalau tidak ada sesuatu melatarbelakanginya?

"Nisaaaaa jelek balikin hape gue!" teriak Dea sambil mengejar Nisa yang berlari ke luar kelas.

Tanpa menoleh, Nisa berkata."Nggak, sebelum lo cerita sama gue, siapa Mr. G yang ngasih lo cokelat tadi pagi!"

Bahkan meskipun berulang kali Nisa menanyakan pasal cokelat yang Dea temukan di dalam lacinya dan bertuliskan Mr.G di bungkus cokelat itu tadi pagi, jawaban Dea akan tetap sama, gue nggak tau.

Getta memutar tubuhnya, ia kaget melihat Nisa dan Dea yang lagi berlari ke arahnya.


Melihat Getta berdiri di ambang pintu kelas, Dea berteriak, "Getta cegat Nisa!" perintah Dea sesuka hati.

Nisa yang kini sedang berlari ke arah Getta, tertegun, melihat sosok Getta berdiri di hadapannya. Kedua bola mata mereka bertemu, saling menyapa.

"Getta tolong cegat Nisa!" kata Dea disela napasnya yang tersengal.

Getta menaikan satu alisnya, senyum tipis muncul dari sudut bibirnya. Nisa terkesiap melihat Getta merentangkan kedua tangannya. Nisa menelan air ludahnya kasar.

Baru saja Dea hendak memeluk Nisa dari belakang, Nisa bergerak, melesat, ia menerobos Getta begitu saja. Bahkan di sela rasa cemas Getta akan menghalangi dirinya, Nisa tidak menyangka jika Getta akan membiarkan ia lewat begitu saja

Dea berdecak kesal, "Lo kok biarin Nisa kabur, sih!" ketus Dea berapi-api.

"Lo cuma bilang cegat Nisa, bukan bilang jangan biarin Nisa kabur." sahut Getta tersenyum simpul.

"Argh, itu sama aja kali, Get!" Dea mendegus kesal dan kembali berlari mengejar Nisa.

Lo yang bego, minta tolong sama gue.

🌻

Nisa tersenyum puas berhasil membawa ponsel Dea ke tempat yang aman. Toilet. Meskipun rada bau tidak sedap, Nisa berusaha fokus dengan ponsel Dea. Nisa mengusap layar ponsel Dea cepat. Ia membuka aplikasi chat yang ada di ponsel Dea.

Tidak ada chat dari orang lain kecuali dirinya sendiri. Nisa mendegus kesal.

"Nisa!" teriak Dea sambil berkacak pingang di hadapan Nisa.

Nisa tersenyum malu, ia berkata. "Sori. Nih hape lo." Nisa mengulurkan ponsel Dea.

Dea menyambar cepat ponselnya. "Lo seharusnya percaya sama gue, gue nggak bohong sama lo. Sekali lagi gue bilang, gue nggak tau cokelat itu dari siapa. "jelas Dea sembari menyimpan ponselnya di saku.

Nisa manggut-manggut. "Iya, iya, gue percaya, sekali lagi sori," kata Nisa cepat

Dea tersenyum, mengangguk. "Lo harus bantuin gue. Gue harus cari tau cokelat itu dari siapa," pinta Dea penuh harap.

"Iya-iya, apa sih, nggak buat lo," jawab Nisa sekedarnya.

"Makasih, lo emang temen gue yang paling baik!" ucap Dea sembari memeluk Nisa sekilas.

Nisa tertawa, "Selamat ya, sekarang lo punya penggemar rahasia." kata Nisa memberi pujian.

Kedua bola mata Dea berputar, "Ck, gue malah takut," kata Dea terlihat cemas.

"Takut apa?" Nisa merangkul baru Dea.

"Gue takut lo bakalan kalah tenar sama gue. Hahaha!" Dea tertawa keras.

Nisa terngaga, beberapa detik, lalu berkata, "Semerdeka lo aja, asal kau bahagia." sahutnya tidak perduli.

Mereka kembali ke dalam kelas, bergandengan tangan. Keduanya larut akan pikiran mereka masing-masing. Dea yang penasaran akan sosok Mr.G dan Nisa yang harap cemas nanti malam.

🌻

Votement ya kalo suka.
Salam hangat.
25.09.27

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[1] SPEAK UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang