12. Nasihat Azi

41 5 1
                                    

"DEK, menurut gue Carel anaknya baik, sopan juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"DEK, menurut gue Carel anaknya baik, sopan juga. Udah gitu dia jago main basket lagi," ujar Azi memberikan pendapatnya tentang Carel pada adiknya. Friska memicingkan mata melihat ke arah manik mata kakaknya dengan tatapan heran. Mungkin saja kakaknya ini sedang mengigau atau bahkan lebih parahnya lagi kakaknya ini kesambet setan bioskop sehabis mereka menonton. Karena, siapa yang tidak heran melihat kakaknya ini tiba-tiba memberikan pendapat mengenai seseorang tanpa ditanya. Pasti ada 'sesuatu' yang sayangnya Friska tidak tahu apa itu.

Tak kunjung mendapat respon dari adiknya, akhirnya Azi berujar lagi, "Menurut lo Carel gimana, dek? Setuju nggak sama pendapat gue?"

Friska lagi-lagi terdiam, pikirannya menerka-nerka apa maksud yang akan disampaikan kakaknya itu. "Dek?" panggil Azi, lagi. Friska berdeham pelan, berusaha mencoba mengikuti alur yang dibuat kakaknya saat ini.

"Iya, kenapa?" Jawaban Friska justru balik bertanya.

"Itu, lo setuju nggak sama pendapat gue tentang Carel?" Azi mengulangi pertanyaannya.

"Kenapa lo nanya gitu?" Friska berusaha menyudutkan kakaknya. Namun, berbeda dengan Azi yang santai menghadapi perkataan Friska.

"Ya... gue cuma mau tau pendapat lo aja, sih. Jadi gimana?"

"Hm... Carel itu menurut gue baik, ramah, tapi kadang dia cuek gitu kalau di sekolah, pokoknya dia pendiem orangnya," jawab Friska jujur. Azi mengangguk mengerti.

"Terus, Carel ganteng nggak tuh, dek?" Azi menaik-turunkan alisnya saat bertanya hal tersebut, senyuman jahil pun tak luput dari wajahnya.

"Itu alis kenapa bang? Cacingan ya alisnya?" Pertanyaan Friska berhasil membuat Azi geregetan sendiri. Dengan gemas ia mencubit kedua pipi chubby adiknya itu. Friska mengeluh kesakitan.

"Anak siapa sih, lo? Bawelnya nggak ketulungan?!"

"Anaknya Mama Flora lah, emang elo bang, anak orang lewat," kata Friska dengan nada suara mengejek. Kening Friska mendapat jitakan keras dari Azi. Friska mengaduh kesakitan. "GUE LAPORIN NIH SAMA MAMA KALO BANG-BANG TUT GUE MELAKUKAN KEKERASAN SAMA ADIKNYA YANG IMU----"

Ucapan Friska terhenti saat telapak tangan Azi membekap mulutnya. "Please dek, mulutnya nggak usah kayak toa! Bikin sakit telinga gue aja."

"Suka-suka gue lah, lagian ini mulut juga mulut gue. Kok lo yang repot?!"

"Tau dah. Capek gua debat mulu sama lo. Sebagai kakak yang baik gue mah ngalah," kata Azi. Tangan kanannya memijat keningnya yang serasa ingin meledak itu.

"Bagusnya sih gitu."

"Balik lagi ke pertanyaan yang belum lo jawab, menurut lo Carel ganteng nggak tuh? Sama gue gantengan siapa?"

"Hmm kalo menurut gue, lo sama Carel lebih gantengan Carel, lo mah kayak yang suka gelantungan di pohon," jawab Friska dengan santainya.

Cukup sudah kesabaran Azi kali ini. Dengan gemas sekaligus kesal, ia menarik kedua pipi chubby adiknya lagi dengan keras. Kali ini benar-benar keras. Dan pipi Friska serasa ingin terlepas dari wajahnya. Tangan Friska tidak tinggal diam, tangannya yang bebas itu meraih kedua pipi kakaknya dan menariknya. Sama seperti yang dilakukan kakaknya terhadapnya. Jadilah sekarang mereka beradu menarik pipi.

Azi mengerang kesakitan. Dan akhirnya ia melepas kedua tangannya dari pipi Friska. Begitu pun dengan Friska.

"Gila, cubitan lo sakit banget. Awas aja gara-gara lo nyakitin pipi gue, gue jadi nggak ganteng lagi!" ancam Azi.

"Helaw, harusnya situ ngaca. Yang ada gue yang kesakitan gara-gara lo dua kali nyubit pipi unyu gue. Lagian lo nyebelin banget sih. Gue kan jawab dengan jujur pertanyaan lo tadi, taunya lo malah nyubit pipi gue. Gue cubit balik lah."

Azi terdiam mencerna kata-kata Friska. Raut wajahnya berubah menjadi merasa bersalah.

Setelah sekian detik Azi terdiam. Akhirnya ia bersuara. "Maafin gue ya, dek. Habisnya gue kesel sama omongan lo itu," kata Azi meminta maaf. Tangannya terulur untuk mengelus pipi Friska yang menjadi korban cubitannya tadi. Berusaha untuk meredakan rasa sakit atas cubitannya yang semena-mena itu.

"Iya, gue maafin. Oh iya, lo mau ngomong apa sama gue?"

Azi tidak langsung menjawab. Azi merasa bingung saat ini. Apakah ia harus mengatakan pada adiknya atau tidak. Jika ia mengatakan, masa iya tiba-tiba dia berbicara tentang hal itu. Yang ada malah tidak nyambung obrolan mereka. Tapi, jika ia tidak mengatakannya, kapan lagi waktu yang tepat untuk mengatakannya. Akhirnya, setelah sekian lama berdebat dengan pikirannya, Azi memutuskan untuk mengatakannya.

"Gue bingung mulai dari mana. Sebenernya gue cuma mau kasih saran aja ke lo."

Belum sempat Azi menyelesaikan kalimatnya Friska sudah mengeluarkan suara. "Saran? Apaan?"

"Ihh, gue belum selesai ngomong juga! Saran gue itu, kenapa lo nggak coba buat pacaran sama Carel, dek? Dia ganteng, baik, sopan juga anaknya. Pokoknya dia udah lolos seleksi dan menuhin kriteria yang cocok buat jadi pacar adek gue, deh. Kalo lo udah punya pacar kan enak, biar nggak gue ledekin jomblo ngenes lagi."

"Gampang banget lo ngomong gitu bang. Emangnya dia suka sama gue gitu?" Friska tak percaya dengan saran kakaknya ini. Bisa-bisanya ia menyuruh adiknya berpacaran. Seharusnya ia melarang adiknya untuk berpacaran, agar adiknya itu tidak tersakiti oleh perilaku manis cowok di luaran sana.

"Dari hasil pengamatan gue, gue tau sebenernya Carel ada perasaan sama lo. Cuma dia belum berani buat bilang langsung ke lo," kata Azi dengan percaya diri.

"Harusnya lo ngelarang gue buat pacaran bang. Lah, ini kenapa lo malah nyuruh gue pacaran. Lagian entah kenapa gue takut kalo pacaran."

"Apa yang lo takutin? Lo takut disakitin ya?" Pertanyaan Azi sangat tepat dengan apa yang Friska takutkan.

"Iya," ucap Friska pelan.

"Dengerin gue dek. Yang namanya orang jatuh cinta itu harus siap nanggung resiko. Jangan maunya cuma senang doang. Giliran disakitin malah sedih berkepanjangan. Bumi ini berputar, nggak selamanya kita ada di atas. Pasti kita bakal ngerasain juga gimana rasanya ada di bawah. Begitu pula dengan cinta, nggak selamanya cinta itu senang terus, cinta juga ada sedihnya. Karena senang itu pasangannya sedih. Nggak adil juga kan kalo senang terus? Kalo senang terus, yang ada malah flat dan ngebosenin. Jadi, ikutin alurnya aja."

Perkataan Azi memang ada benarnya, dan itu membuat Friska berpikir keras untuk menerima saran Azi. Akhirnya dengan memantapkan hati, Friska bertekad membuka hatinya untuk cinta yang akan datang padanya nanti. Semoga saja keputusannya ini tidak salah.

🌿🌿🌿
14 Desember 2017
YourPluto

Halo, apa kabar? Udah lama ya nggak update cerita ini. Semoga kalian suka sama chapter ini. Jangan lupa kasih vote + comment!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

It's about LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang