Giraftaar Ho Gaya Dil (Terperangkap Kenangan)

49 3 1
                                    

Gemerincing gelang kaki yang bertengger di sepasang kaki melangkah berjingkat menuruni jajaran anak tangga yang membawanya melebur rindu pada kekasihnya. Malam ini, ketika semua terlelap, dan hanya di waktu inilah mereka bisa bertemu. Waktu dimana tak ada hukum yang membentengi cinta keduanya. Bindi merah di keningnya mengekrut mengikuti kerut keningnya saat langkahnya terhenti. Matanyanya yang bulat beredar mencari setiap sudut lantai terbawah istana, tak terlihat sosok kekasihnya.
Sejenak dia terpekur, sampai seseorang menarik ujung saree merahnya. Gadis itu terpekik saat ujung saree itu menarik tubuhnya kuat hingga dia jatuh dalam pelukan kekasihnya. Pemuda berbaju besi itu mendekap tubuhnya, tangan kekarnya menarik pinggul gadis itu, semakin mengeratkan pelukannya. Mata keduanya bersatu, melebur cinta yang merangsek dari jiwa keduanya. Kerinduan itu lenyap bersama tautan cinta mereka yang bersatu.

Bajaj membawa Lavanya melaju menuju kampusnya. Lavanya mendekap beberapa buku mata kuliahnya. Keriuhan New Delhi tak berhasil mengganggu pikirannya.  Supir bajaj meliriknya dari kaca, lalu tersenyum. Kumis tebalnya melebar melihat gadis bermata bulat dengan selendang yang menggantung dileher itu melamun di pagi hari.
“Nona, apa kau akan mengikutiku sampai pulang ke rumah?” Goda supir bajaj
“Khed1,”Lavanya, terperanjat. Bajaj itu sudah berhenti di depan kampusnya. Dia segera turun dan berlari menuju kelas setelah memberi beberapa rupe pada supir bajaj berkumis tebal itu.
Bajaj melesat meninggalkan suara bisingnya
Lavanya melangkah sambil memeluk bukunya tepat di dada, dia tak menyadari bahwa Aahana sudah berjalan mengikutinya. Gadis bekacamata itu menyenggol Lavanya dengan sikutnya. Sekali lagi Lavanya terperanjat, melihat sahabatnya memegang kedua telinganya tanda meminta maaf, dia tersenyum
“Hari ini semua orang kompak mengagetkanku.” Ujar Lavanya
“Yang salah bukan orang lain, tapi kamu yang melamun dari tadi.”
Lavanya terkekeh, Aahana berhenti tepat di depan Lavanya.
“Jangan bilang Sintha sudah bertemu dengan Rama nya?” Aahana menelisik aura kebohongan dari arah Lavanya. Lavanya merangkul sahabatnya itu dan menyeretnya melanjukan langkah. Kini Lavanya tampak serius, dia berbisik di telinga Aahana.
“Devee Shinta Raam ke devata se mile the..2"
Aahana menutup mulutnya dengan buku. Sampul buku bergambar sebuah danau itu menarik perhatian Lavanya.
“Vah kitaab kya hai3?”Lavanya hendak meraihnya tapi Aahana menariknya jauh.
“Kau tak akan pernah minat mempelajari tentang sejarah.”
Aahana menunjukkan gambar itu,
“Ini Danau Roopkund, danau misterius, di perbatasan Tibet”
“Sayangnya aku tak berminat.” Lanjut Lavanya lalu berlari senang berhasil menggoda Aahana. Aahana mengejarnya hingga keduanya masuk ke kelas.

Gadis itu masih bersama kekasihnya di malam purnama yang indah. Suara angin gurun berdesir menghiasi keheningan keduanya. Tak ada yang berbicara, keduanya tenggelam dalam buaian cinta. Gadis itu membelai rambut kekasihnya, pemuda bermata cokelat itu meletakkan kepalanya dia paha gadis itu. Keduanya hening. Hingga air mata gadis itu jatuh tanpa dia sadari.
“Dee ke lie4, Jangan menangis.” Pemuda itu segera bangkit dan mengsap air mata yang meluncur pelan dari pipi kekasihnya.
Bukannya hilang, air mata itu terus mengalir bersama isakan kesedihan yang akhirnya tumpah. Rasa pedih yang terasa saat malam mulai beranjak pergi.
“Aku ingin begini, cukup begini saja diam dalam kehingan malam bersamamu, menikmati cinta yang kuterjemahkan sendiri.” Gadis itu menatap lekat mata coklat kekasihnya, berharap  pemuda itu mengabulkan impian sederhananya.
Pemuda itu hanya diam. Tak ada yang bisa dia perbuat.
“Kesetiaan bagiku adalah yang utama dalam hidup.” Suara pemuda itu terdengar lirih.
“Kesetiaan untukku atau untuk raja?”
“Mengertilah, aku seorang prajurit.” Nadanya meninggi, ada kekesalan dari raut pemuda itu.
Gadis itu terdiam, menikmati sembilu yang menancap dalam dihatinya. Suara kekasihnya membuat sembilu itu mengoyak hatinya.
“Aku sangat mengerti. Kau seorang prajurit, dan semua hidupmu hanya untuk raja. Lalu mengapa kau tawarkan cinta untukku???” Gadis itu membentak kekasihnya, meluapkan kekesalannya.
“Maafkan aku,” Pemuda itu meraih kekasihnya yang berlinang air mata, membenamkannya dalam pelukannya. Baju besinya basah karena air mata yang mengalir bersama kesedihan.
“Mujhe tumhaara banao5.” Ujar lirih gadis itu.

CINTASTIK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang