17 Februari 2017Tak ada nada seindah rangkaian melodi The Simon Bolivar Youth Orchestra, atau jikapun ada maka tak akan melebihi untaian kata dalam novel Romulo Gallegos. Jelas, alasannya karena keduanya berhubungan, bagian dari seni Venezuela di abad 19. Hubungan yang kuantologikan seperti cinta. Aku, kamu dan dia, semuanya klasik. Terjalin karena Melisa.
"Por Favor1, Yoshelin..." Aku mengiba pada adik perempuanku. Dia terlalu muda untuk memahami semua yang terjadi, termasuk kebencianku pada Melisa.
"Pero2, aku sudah lama tidak melihat Melisa...kalian bertengkar?" Yoshelin menuntut jawaban yang sulit untuk kujelaskan, itu karena terlalu menyakitkan bagiku.
"Diam Yoshelin!!!Jangan kau sebut nama penghianat itu." Akhirnya aku menyerah pada amarahku yang meluap. Ku lihat Yoshelin terhenyak, tubuhnya gemetar mendapati kemarahanku yang tak biasa.
Yoshelin diam, dia hanya bisa memandangku yang juga memilih diam. Mematut wajahku di dalam cermin. Tak ada yang terdengar selain detik jam beker di samping tempat tidurku. Beberapa saat, seolah waktu berhenti. Memberi ruang untukku dan Yoshelin memahami apa yang terjadi.
Yoshelin bangkit dari duduknya diujung ranjang, dia berjalan ke arahku, menatap mataku dari dalam cermin yang sama.
"Berbagilah Sham, sekuat apapun seseorang pasti ada saatnya dia rapuh, dan membutuhkan seseorang untuk berbagi." Yoshelin meremas lembut pundak sebelah kananku.
Dan kisah kami dimulai, aku, Wilmar, Diego dan tentu saja bintang utama dari kisahku, Melisa.
21 Juni 2015
"Donde estas3?"
Wilmar kekasihku bersikeras memaksaku ikut audisi ballet yang diadakan di Gedung Teater Teresia Carreno Cultural Compleks. Audisi segera dimulai, tapi Wilmar belum juga datang. Harusnya aku tak menuruti ide gilanya. Aku memang suka menari tapi untuk diriku sendiri, bukan untuk ditonton ratusan orang di dalam gedung.
"Satu menit lagi kau tak datang, aku akan pulang. Terserah kau marah atau tidak." Umpatku sambil memaki Wilmar yang tak nampak sosoknya.
Aku masih menunggu didepan pintu masuk gedung, beberapa gadis seusiaku sudah melangkah mantap memasuki gedung, beberapa diantaranya sudah lengkap dengan kostum dan sepatu balletnya.
"Senorita4, Audisi segera dimulai." Petugas penjaga pintu mendatangiku untuk mengingatkan. Aku hanya tersenyum
"Sebentar lagi saya masuk..."
"Ingat Nona, tidak semua gadis bisa mengikuti audisi ini, jangan sampai nona menyia-nyiakan kesempatan." Katanya sambil melewatiku, menghardik beberapa gadis yang juga tampak bergerombol untuk segera masuk.
Petugas itu benar, tidak semua gadis mendapat undangan audisi ballet. Aku? Tentu karena Wilmar, aku mendapatkannya dari Wilmar. Wilmar adalah tim pengelola gedung pertunjukkan. Mudah sekali untuk menyelipkan satu undangan audisi untukku.
Lamunanku pudar, ketika mataku terpaut pada seorang gadis yang berdiri di hadapanku. Gadis yang mematung menatap lekat gedung audisi. Sorot matanya tajam, menatapku dengan pandangan tak biasa. Aku terganggu, tapi tak kutemukan tatapan yang menakutkan, tatapan itu teduh, seolah sudah bola mata itu terpatut padaku. Gadis itu menyadari keberadaanku, dia tersenyum padaku. Senyuman manis, yang membuatku terpukau sekali lagi.
"Apa kita saling mengenal?" Aku memberanikan diri bertanya
Dia menggeleng, tersenyum lalu kembali menatap gedung pertunjukkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTASTIK
Historia CortaSemua orang pernah jatuh cinta. Klise! Tapi bagaimana jika jatuh cinta pada yang tidak biasa? Apa yang kamu lakukan jika yang kamu cintai adalah makhluk makhluk mitos di penjuru dunia??? Kamu tidak salah... Cinta tetaplah cinta Hanya saja cintamu t...