Prolog

22.5K 2.2K 44
                                    

Nicholas tampak kepayahan, dengan sekuat tenaga ia mencoba menarik tubuh Ratih yang bergelantungan di bibir jurang.

"Ratih! Jangan kau lepaskan genggamanmu! Kami semua tidak ingin kehilangan mu!"

Dua temannya yang lain, Fandy dan Linda juga terlihat tengah berusaha menyelamatkan temannya itu dari maut.

"A...aku...tidak," suaranya terdengar bergetar. Ratih sesekali meringis merasakan goresan-goresan kasar beberapa tanaman berduri di sekelilingnya. Satu tangannya digenggam erat oleh ketiga sahabatnya dan satu tangan yang lain menggenggam erat akar pohon.

"Oh! Ayolah! Cari suatu pijakan agar kau bisa naik! Cepat!" teriak Linda geram, dirasakannya tanah yang mereka pijak hampir tak dapat menahan beban mereka berempat. Tempat itu akan segera longsor.

Di sisi lain, Ratih tidak dapat meraih pijakan apapun di sekelilingnya. Kedua kakinya terus terombang-ambing di udara, dan ia merasa telapak tangannya mulai basah karena berkeringat. Perlahan, pegangannya terasa menggendur dan terus menggendur.

Kedua matanya kini mulai berair, begitu juga dengan para sahabatnya. Ratih tak kuasa menahan tubuhnya untuk waktu yang lebih lama lagi. Perlahan, darah segar mengalir dari telapak tangan kirinya karena terlalu erat menggenggam akar pohon, bersamaan dengan rasa perih yang terus datang tak berkesudahan, gadis itu malah menguntai senyum di bibirnya. Dengan anggukannya ia mencoba meyakinkan teman-temannya untuk membiarkannya pergi dan mengakhiri semua ini. Nicholas menggelengkan kepalanya dan mencoba menghapus pemikiran bodoh yang ada di benak Ratih. 

"Jangan berpikiran bodoh Ratih! Aku tidak bisa kehilanganmu," Pekik Nicholas.

Mendengar hal itu Ratih semakin menarik senyumnya ke atas, ditatapnya kedua manik mata pria itu dengan sangat dalam. Sejak dulu ia selalu percaya bahwa dari sekian banyak pria di dunia ini, Nicholas adalah satu-satunya yang paling mengerti dirinya. Namun semua kepercayaan itu telah sirna hari ini, tepatnya beberapa saat yang lalu. 

Garis mata Nicholas seakan bercerita, menguntai kenangan lama dan seketika memberi kilas balik peristiwa akan kematian seseorang yang membuat hati Ratih terus teriris. Dengan sengaja Ratih melepaskan genggaman tangannya yang telah berlumur darah. Bukan karena tak kuasa menahan perih, melainkan karena rasa kekecewaan yang teramat besar timbul di dalam hatinya.

Ketiga temannya semakin panik, namun sekali lagi Ratih mencoba meyakinkan mereka bahwa ini memang sudah akhirnya dan inilah yang memang seharusnya terjadi. 

Manik mata Nicholas begitu indah, itulah keindahan yang mungkin akan Ratih lihat untuk terakhir kalinya. 

Pada akhirnya, pegangan tangan Nicholas yang mulai menggendur pun terlepas.  

"RATIH!..RATIH!!!.."

teriakan-teriakan itu terus menggema di bibir jurang. Tak ada lagi yang dapat teman-temannya kini lakukan. Dengan gegabah, Nicholas ingin melompat dan meraih tubuh Ratih. Namun, kedua temannya yang lain mencegahnya dengan memegangi kedua lengan pria itu di kedua sisi. Fandy mencoba menenangkan temannya itu akan tetapi tidak bisa, hingga akhirnya untuk beberapa waktu yang cukup lama mereka membiarkan Nicholas menangis dan berteriak di bibir jurang. Semua hal itu wajar karena kepedihan dan kesedihan yang teramat dalam telah menyergap Nicholas dan membuatnya hilang kendali akan emosinya.

***

Semakin lama degup jantungnya semakin berpacu dengan cepat, bersamaan dengan itu gesekan suara angin yang kasar memenuhi indera pendengarannya hingga tidak ada suara teriakan, isak tangis, dan penderitaan lagi yang perlu ia dengar. 

Hidup yang tidak memiliki arti ini, hidup yang penuh penderitaan ini...

Semuanya telah berakhir.

Ratih memejamkan matanya, dan bersamaan dengan itu setetes air mata meloloskan diri dari pelupuk matanya. Air mata yang mengudara itu membentuk kilauan indah bagaikan kristal yang berkilauan. Ia merasa kecepatan jatuhnya hampir seratus kilometer per jam. Namun, tak dapat ia percaya, setelah sekian lama tubuhnya masih melayang-layang di udara.

Ketakutan dan keputusasaan telah menguasai dirinya dan membuatnya tak sadarkan diri. Tubuhnya telah lunglai, dan perlahan tubuh itu terus turun, turun, dan semakin turun hingga....

Byurrr!

Hantaman air yang keras merayapi seluruh tubuhnya. Rasa sakit yang luar biasa seakan membuat jantungnya ingin melonjak keluar. Kesadarannya telah hilang, namun tubuhnya masih merasakan dinginnya air yang membawanya turun hingga dasar. Dan pada saat itu juga, di dasar sungai yang paling dalam terlihat secerca cahaya terang.

"Cahaya itu... Indah sekali." gumannya

Dan perlahan cahaya itu mulai menelan tubuhnya hingga semuanya menjadi kabur.

Dan perlahan cahaya itu mulai menelan tubuhnya hingga semuanya menjadi kabur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





ABHATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang