8 | Kepingan Memori

9K 1.3K 7
                                    

Malam itu sangat sunyi, gelapnya malam hanya diterangi oleh bantuan lampu teplok di ujung ruangan. Rembulan tampaknya terlalu malu untuk menampakkan diri sehingga sinarnya tertutup oleh awan di langit malam. Ratih membolak-balikkan posisi tubuhnya berulang kali. Ia tidak bisa menemukan posisi yang cukup nyaman untuk tidur.

Tubuhnya sangat letih namun otaknya terus bekerja seakan tidak mau diajak bekerja sama begitu saja. Ia termenung, menatap langit-langit bilik kamarnya. Ruangan kecil namun tidak terlalu sempit. Ambennya juga tidak terlalu besar namun cukup kiranya untuk ditempati dua orang, sayangnya ia tidak sekamar dengan Laras, karena Laras memiliki biliknya sendiri yang mungkin lebih luas, maklum saja karena dia adalah cucu dari Resi Adwaya.

Ia pernah bercerita pada Ratih bahwa kedua orang tuanya telah tiada sejak umurnya masih sangat kecil dan dia hanya diasuh oleh seorang wanita tua bernama Mbok Darmi. Sedangkan Panji adalah sahabat Laras sejak kecil, katanya Panji pernah tinggal di pasraman ini namun tidak untuk jangka waktu yang lama, entah kenapa. Mereka tidak mau mengatakan alasannya pada Ratih, walau begitu ia sendiri pun tidak ingin tahu.

Ratih berpikir keras tentang bagaimana cara ia dapat kembali ke masa depan, tidak lucu jika ia harus tinggal di sini untuk selamanya. Lagi pula, ia juga tidak ingat bagaimana caranya bisa sampai di dunia ini.

"Mereka adalah prajurit Kerajaan Medang. Mungkin mereka curiga karena keadaan rumahku yang gelap saat itu jadi mereka memaksa untuk masuk. Untungnya aku segera masuk melalui pintu belakang, aku tidak ingin mereka menduga kau adalah orang asing dan kemudian menangkapmu,"

Tiba-tiba saja ia teringat akan ucapan Panji di tengah malam pelarian itu, ia ingat betul bahwa Panji sempat mengatakan tentang Kerajaan Medang. Kemudian ia pun mencoba mencerna kata tersebut hingga menemukan jawabannya.

"Kerajaan Medang? Apakah kerajaan hindu buddha yang berdiri sekitar abad ke-8? Bagaimana bisa aku terlempar sejauh 13 abad dari zaman modern?"

Ratih memegangi kepalanya, ia tidak dapat menemukan informasi apapun terkait kerajaan ini. Andai saja ada internet, ia pasti sudah berselancar di dunia maya untuk mencari tahu segalanya. Tapi sekarang ia benar-benar tidak berdaya.

Karena terlalu lelah berpikir ia pun memejamkan matanya, dan secara tidak sengaja terlelap begitu saja.

"Ibu, lihat!" Seorang gadis kecil berputar-putar beberapa kali di depan cermin sambil mengibaskan gaun indahnya yang berwarna putih berulang kali. Wanita di sampingnya pun berjongkok kemudian mensejajarkan wajahnya dengan gadis kecil itu.

"Wah..putri kecil Ibu cantik sekali" Wanita itu tampaknya adalah ibu dari anak kecil ini, ia tersenyum jahil sambil memencet hidung gadis kecil di depannya itu.

Ratih berdiri di sana, ia menatap kedua orang di depannya itu dengan penuh tanda tanya. Tapi sepertinya kehadirannya disana tidak disadari sama sekali. Tangannya terulur ke depan mencoba meraih pundak wanita yang disebut ibu oleh gadis kecil itu. Tapi aneh, tangannya tak dapat meraihnya bahkan menyentuh saja tidak bisa.

Ratih memandang kedua telapak tangannya, kenapa tak dapat menyentuh wanita itu seakan dirinya ini hanyalah bayangan.

"Ratih..." Kedua orang itu pun menoleh ke arah sumber suara dan diikuti Ratih yang menoleh ketika seseorang memanggil namanya, ia terkejut bukan main.

"Ayah.." gadis kecil di depannya itu berlari kencang ke arah lelaki yang baru datang di ambang pintu. Langkah kecil gadis itu cepat sekali sampai-sampai langkahnya tercekat oleh gaunnya yang panjang. Untungnya lelaki di depannya itu menangkap tubuh kecil gadis itu dan mengangkatnya sambil beberapa kali melambung-lambungkan tubuh ringan gadis kecil itu ke udara, membuat gadis kecil itu tertawa cekikikan.

ABHATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang