Janji adalah sebuah kontrak psikologis yang menandakan transaksi antara dua orang atau lebih di mana orang pertama mengatakan pada orang kedua untuk memberikan layanan maupun pemberian yang berharga baginya sekarang dan akan digunakan maupun tidak. Janji juga bisa berupa sumpah atau jaminan.
Sama halnya seperti apa yang tengah sepasang anak manusia di sana lakukan. Sumpah janji setia terikrar di tengah kedua tubuh yang menyatu tanpa penghalang. Mencoba membunuh segala risau sebab raga akan terpisah di hari yang akan datang. Perpisahan yang hanya akan terjadi sementara, karena setelah mereka kembali berjumpa, sang pria berjanji akan meresmikan hubungan mereka, baik di mata hukum negara, pula agama.
"Pegang janjiku, Hinata. Apa pun yang akan terjadi nanti, aku akan kembali untukmu." Mata biru pria itu menyorot penuh pada mata indah nan sayu wanita di bawah kungkungan tubuhnya.
"Kumohon, Naruto-kun ... kumohon, jangan sekali pun kau melupakanku. Meskipun di sana akan ada banyak wanita yang lebih cantik dariku, kuharap kau masih akan tetap memberikan kepemilikan hatimu untukku." Meskipun diucapkan seraya menahan ngilu, kalimat yang lolos dari bibir sewarna cherry itu mengalir lancar. Sungguh, ini pertama kalinya ia melakukan hubungan badan.
"Akan kupastikan hal itu, Sayang." Kecupan sayang dihadiahkan oleh pria itu di atas kening berpeluh kekasihnya, sedikit mengurangi rasa nyeri yang mendera sang wanita. Ia menjeda sedikit ucapannya kala secara tiba-tiba rasa ragu menyelinap begitu saja. "Justru aku yang paling mengkhawatirkanmu. Aku sangat takut jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang akan merebut hatimu dariku."
"Tidak akan. Aku lebih memilih mati daripada harus memberikan hatiku untuk orang lain, Naruto-kun. Hanya kau ... hanya kaulah satu-satunya yang akan tetap tinggal di sini, di hatiku." Tangan-tangan mulus itu terangkat, merayap mesra di kedua pipi kekasihnya. Ia memberikan senyuman terbaik miliknya, berusaha memudarkan rasa ragu prianya. "Itulah alasan mengapa aku menyerahkan diriku seutuhnya padamu. Malam ini, dan untuk malam-malam yang akan datang setelah kau pulang."
"Aku akan menagih janjimu itu sesegera mungkin setelah aku kembali, Sayang." Setelah sang pria berucap begitu, kedua bibir mereka kembali bertemu. Tiada jarak yang tersisa, mulut bertemu mulut, dada bertemu dada, tentu pada bagian bawah raga mereka pun saling bertaut mesra.
Yah, itulah sebuah kenangan manis yang selalu Hinata ingat, meskipun bertahun-tahun telah terlewati. Waktu berjalan dengan begitu cepat, namun segala hal tentang pria itu masih terus melekat.
***
"Hey, kau melamun, Sayang? Ada apa?"
Pertanyaan tiba-tiba dari pria yang duduk di hadapannya menyentak lamunan Hinata. Ah, saking larutnya ia ke dalam lamunan masa silam, ia sampai lupa pada dunia yang saat ini tengah ia pijak.
"A-ah, tidak apa-apa, Gaara-kun. Aku hanya sedang mengingat seseorang." Akunya, sedikit memberikan pria di depannya senyuman, meskipun sangat kentara dipaksakan.
Sedangkan seseorang yang dipanggil Gaara tersebut terlihat mengerucutkan bibirnya, pura-pura merajuk pada wanita berambut panjang di hadapannya. Seorang wanita yang baru dua bulan terakhir ini telah resmi sebagai istrinya.
"Kau ini ... seharusnya kau jangan memikirkan orang lain di saat ada suamimu di sini. Aku tidak suka, Hinata."
Hinata tersenyum simpul menanggapinya, mengkhianati perasaannya sendiri. Biar bagaimanapun ia adalah seorang istri sekarang, ia harus bersikap baik pada pria yang kini telah membagi marga padanya. Yah, meskipun ia belum mampu menyerahkan kepemilikan hatinya.
"Begitu, ya? Lalu jika sebenarnya seseorang yang kupikirkan itu adalah kau, apa kau akan tetap tidak suka?" tanyanya dengan senyum menggoda. Hinata memang pandai bersandiwara. Bohong putih katanya, untuk menyenangkan hati suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise✔
Любовные романыPrequel 'Mine' . "Ketika janji tercipta untuk diingkari." . Aku sungguh mencintaimu, Naruto-kun ... Tiada satu pun lain yang mampu memasuki hatiku selain dirimu Meskipun kutahu perlahan kau akan menghilang dan pergi dariku Tapi ... Kau, hanya kaulah...