Tidak perlu ada yang kau risaukan,
Kau hanya perlu tahu bahwa aku mencintaimu tanpa sedikit pun berkurang
***Suara alat masak yang saling bergesekan sayup-sayup terdengar. Naruto meregangkan badan, kemudian melirik pada sisi ranjangnya perlahan. Tempat yang beberapa waktu lalu terasa hangat, kini mendingin. Hinata sudah tidak ada lagi di sana.
Ya, mereka kini tinggal berdua di apartemen milik si pria. Gaara, lelaki yang hingga kini masih berstatus sebagai suami wanitanya sedang mengurus akta cerai mereka, dan Hinata masih enggan kembali ke rumah keluarganya. Entahlah, wanita itu berkata belum siap bertatap muka dan mengungkap semuanya pada sang ayah tercinta.
Pria itu kembali menguap sekali lagi, sebelum akhirnya benar-benar terbangun dari tidurnya. Kaki panjang itu segera menuruni ranjang, kemudian melangkah perlahan pada sumber suara yang berasal dari arah dapurnya. Jika tebakannya benar, Hinata sedang memasak sarapan mereka sekarang. Ah, ia jadi merasa memiliki seorang istri saja.
Dan memang benar. Iris safir birunya menangkap sosok mungil Hinata ketika ia telah sampai pada ambang pintu dapurnya, wanita cantik itu sedang berkutat dengan berbagai jenis bahan makanan di dekat kompor listriknya yang menyala.
Naruto berjalan dengan cukup hati-hati, berusaha tidak mengeluarkan suara sama sekali. Ia ingin mengejutkan wanita tercintanya pagi ini. Ketika posisinya sudah berada tepat di belakang Hinata, kedua lengan kekarnya melingkari perut ramping si wanita dengan begitu cepatnya.
"Selamat pagi, Sayang ..." Bisik pria itu tepat di salah satu telinga kekasihnya.
Tentu saja hal tersebut membuat wanita yang tengah mengaduk sesuatu pada pancinya itu tersentak kaget. Tubuhnya menegang seketika, apa lagi dengan embusan napas prianya yang terasa menggelitik di telinga. "S-selamat pagi, Naruto-kun ..."
"Rajin sekali." Pria itu mengeratkan pelukannya, kedua matanya melirik sesuatu yang ada di dalam panci yang sedang mendidih. Ia tersenyum bahagia, sedikit membungkuk untuk menciumi sisi leher jenjang si wanita.
"Terima kasih pujiannya." Hinata turut melengkungkan senyumannya, dengan pipinya yang memerah merona. Entah karena merasa geli atau justru malu dengan apa yang pria itu lakukan padanya. Namun, ia bahagia. Inilah keinginannya sejak dulu; hidup bersama pujaan hatinya.
Ah, sepertinya ia harus menceritakan tentang ini pada Sakura di butik nanti. Ia jadi teringat jika sudah berhari-hari dirinya tidak pernah menginjakkan kakinya di sana.
"Kenapa tidak membangunkanku, hm?" Sebuah pertanyaan meluncur dari bibir merah kecoklatan Naruto, hidung mancungnya menggesek pelan pipi kanan Hinata.
"Kau terlihat begitu nyenyak, aku tidak tega jika harus mengganggu." Wanita itu kembali tersenyum, tangan kanannya terangkat membelai sisi wajah prianya tanpa merubah posisi mereka. Sedangkan tangan kirinya tak berhenti mengaduk sesuatu di dalam panci.
"Biar kubantu." Pria pirang itu melerai pelan pelukannya, lalu berdiri tepat di sisi Hinata.
Safir birunya memindai apa saja yang ada di hadapannya. Ada beberapa jenis bahan yang ia tahu, seperti satu bungkus tofu dan juga semangkuk wakame yang sepertinya sedang diseduh air panas.
"Memangnya kau bisa memasak?!"
"Ah-hahaha ..." bukannya menjawab, Naruto tampak menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, diiringi tawa kikuknya. Tentu saja ia tidak bisa memasak.
"Baiklah. Bantu potong-potong itu saja. Kita akan membuat sup miso pagi ini." Jari telunjuk lentik Hinata menunjuk sebungkus tofu yang tak jauh darinya. Tofu merupakan salah satu bahan dasar untuk masakan berkuah itu, sup segar asal Jepang berbahan kaldu dashi yang diberi irisan tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise✔
RomancePrequel 'Mine' . "Ketika janji tercipta untuk diingkari." . Aku sungguh mencintaimu, Naruto-kun ... Tiada satu pun lain yang mampu memasuki hatiku selain dirimu Meskipun kutahu perlahan kau akan menghilang dan pergi dariku Tapi ... Kau, hanya kaulah...