One

3.2K 227 65
                                    




Setelah pengakuan Jimin. Yoongi meninggalkan wanita itu sendirian di apartemen dengan keadaan pilu menyedihkan. Tanpa mengucapkan sepatah dua patah kata, Yoongi pergi dengan sedikit bantingan di pintu depan.

Jimin masih terisak, make up yang ia bayar untuk menyembunyikan sandiwaranya seolah tak berarti baginya. Dengan langkah berat, ia membawa tubuh lelahnya menggeret serta koper yang ia bawa untuk masuk ke dalam kamar.

.

Setelah insiden tersebut terjadi, Yoongi langsung menemui Hoseok yang tengah sibuk dengan kegiatan mencoba resep baru untuk minuman di apartemen kecil di atas cafènya. Seperti biasa, Hoseok pasti akan menyambut Yoongi dengan senyuman sejuta watt nya dan membuat siapa saja meleleh akan wajah menggemaskannya. "Kau datang, hyung." Ucap Hoseok ketika melihat Yoongi berdiri di pintu apartemennya.

Yoongi hanya mengangguk dan tersenyum simpul melihat Hoseok belepotan kopi dan coklat serta whip cream yang bertebaran. "Apa aku mengganggu?"

Hoseok menggeleng. Bahkan ia menyuruh Yoongi untuk masuk dan mencoba minuman barunya. "Ini aku baru saja membuatnya, aku belum memberinya nama. Cobalah!"

Entah mengapa rasanya sama persis dengan hati Yoongi saat ini. Hampa, bimbang dan gundah gulana.

Biasanya, bertemu dengan Hoseok akan membuat Yoongi merasakan debaran aneh yang disebut cinta tulus. Tapi kali ini, si cinta tidak berdebar seperti biasanya. Ada sih, tapi sedikit. Mata dan tubuhnya berhadapan dengan Hoseok, tapi pikiran dan hatinya diisi oleh wanita yang beberapa hari ini ia tinggalkan di apartemennya.

Apa Jimin sudah makan? Apa Jimin sudah melakukan tugas-tugasnya? Apa yang sedang Jimin lakukan sekarang? Semua itu menjadi pertanyaan besar untuk seorang Min Yoongi.

"Yoongi hyung." Suara itu menggema. Menyadarkan lamunan Yoongi akan Jimin.

"Eoh, ya Hoseokah." Jawabnya sedikit tergagap.

"Kau melamun hyung. Apa kopi buatanku senikmat itu? Hehe." Hoseok meletakkan beberapa gelas kecil ke dalam mesin pencuci piring otomatis. "Rencananya, kopi itu akan aku perkenalkan bulan depan. Bagaimana menurutmu?"

Yoongi hanya tersenyum simpul sambil sedikit mengangguk. "Enak. Rasanya sedikit pahit, cocok untuk yang sedang patah hati." Ujarnya jujur.

"Kopinya langsung aku impor dari Indonesia. Enak kan?" Hoseok kembali memasukan beberapa benda ke dalam mesin pencuci piring otomatis. "Ngomong-ngomong soal patah hati, aku ingin berbicara sesuatu denganmu, hyung."

"Katakanlah, ada apa?"

Hoseok menghela napas, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan sesuatu yang sudah di pikirkannya matang-matang. "A- aku.. ingin kita mengakhiri hubungan ini." Ucapnya sambil memejamkan mata.

Yoongi bergeming. Masih mencerna perkataan Hoseok yang sangat tidak terduga. Ia pun tertawa mengejek untuk mengekspresikannya. "Mengakhiri? Kenapa begitu tiba-tiba? Apa ada orang lain?" Tanyanya berusaha tetap tenang.

Hoseok menggeleng, jemarinya mengusak rambut cokelat madu nya kebelakang. "Tidak ada, hyung. Hanya saja.. aku, aku mendapatkan kasus yang sama sepertimu. Ibuku ingin melihatku menikah dengan seorang wanita." Ia menghela napas. "Kakak perempuanku bilang, ibuku ingin melihatku menikah sebelum ajalnya. Ibuku ingin aku mengurus seorang bayi berumur 11 bulan yang ibuku adopsi di Jepang untuk-nya. Jadi, ibuku ingin aku menikah dan mengurus bayi tersebut karena seolah-olah aku menikah karena punya anak duluan."

Kata-kata Hoseok membuat Yoongi sedikit mengerutkan alisnya. Bayi yang dimaksud Hoseok adalah darah dagingnya dengan Jimin. Entah mengapa perasaan berdesir itu muncul lagi. "Ide ibumu bagus juga, lebih baik seperti itu. Kau.. menerimanya?"

STAY (after story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang