Mata coklat yang selalu kulihat dikala sinar mentari pagi. Mengantarkan rasa kagumku akan parasnya yang rupawan.
Ya. Asyilla Zahra Fatimah, gadis yang setiap paginya selalu kutatap. Menatap keindahan senyumnya saat mendapati dirinya tengah keluar dari pelataran rumah. Diriku sangat hafal tentang dirinya, mulai dari hobi, kebiasaan buruk dan baik tentangnya, semua yang ada dalam dirinya sudah kuhafal dan kusimpan baik-baik dalam memoriku."Berangkat kuliah dengan siapa?? ", pertanyaan yang selalu diluncurkan oleh bibirku menyapa dan menciptakan suasana hangat. Menjauhkan kekakuan yang ada pada diriku.
"Sama ayah aku kok", suaranya begitu lembut menghiasi kedua telingaku. Senyum hangatnya yang selalu membalas pertanyaanku.
"Kalau begitu aku duluan yah, sampai ketemu dikampus nanti. Assalamualaikum". Seperti yang dibilang oleh warga dikompleks perumahan tempat tinggal kami berdua, bahwa keluarga Asyilla adalah keluarga yang sopan, baik dan sangat kental dengan Agama Islam. Tak menyurutkan rasa cintaku untuknya meski kami berbeda keyakinan. Aku yakin bahwa setiap manusia yang dilahirkan kedunia ini sudah memiliki takdir. Takdir dengan siapa manusia itu akan bahagia dengan seseorang.****
Sungguh indah pemandangan langit yang diciptakan Engkau Ya Rabb, melihat indahnya langit biru, menyaksikan burung-burung yang menari sangat indah diatas pepohonan. Betapa bersyukurnya diriku Ya Allah masih bisa diberikan nafas gratis olehmu.
Aku sangat bersyukur Ya Allah memiliki kedua orang tua yang sangat sayang padaku. Memiliki Celia Intan Dewi sahabat terbaik yang pernah Allah berikan untukku. Dan juga Rafael Hwang Soekarta pria yang setiap paginya selalu menyapaku hangat. Celia dan Rafael adalah kedua sahabat yang sangat aku sayangi.
Begitu Indah persahabatan yang kami bangun sejak bangku SMP hingga memasuki waktu perguruan tinggi. Dan sekali lagi kuucapkan kata "alhamdulillah" saat kami bertiga tidak dipisahkan serta selalu bersama menjaga silahturahmi agar hubungan kami bertiga tak pernah goyah.****
Dikala suasana pagi yang masih terbilang hangat. Hiruk pikuk suara mulai bergemuruh kesisi ruangan Universitas. Melihat mahasiswa dan mahasiswi saling melepas rindunya, saat liburan semester telah usai. Membuat semuanya tampak begitu gembira termasuk Asyilla dan Celia.
Mereka saling berpelukan melepas rindu yang tak terbendung sudah. Menanyai bagaimana suasana liburan, apakah bahagia atau berakhir pada kesedihan. Kita sebagai manusia hanya bisa menerimanya dengan ikhlas tanpa harus protes.
"Gimana sama liburan kamu di Padang Celia??". Wanita berjilbab biru menanyai seseorang yang sangat penting dalam hidupnya.
"Alhamdulillah seneng kok, aku nikmatin banget liburan disana, dikampung halaman ayahku. Nah! Terus kamu gimana sama Bandung??? Seneng engga?? Kamu sehat kan disana?? Baik-baik aja kan?? ".
Asyilla terkekeh pelan mendengar ocehan sahabatnya. Begitu khawatirnya sampai mengundang beribu pertanyaan dalam benak Celia.
"Alhamdulillah aku baik-baik aja kok, aku juga sehat, lagian kalo aku sakit ,orang pertama yang aku kasih tau ya kamu sama Rafael". Sesekali mata Asyilla mencari sosok pria berbadan tinggi besar dan tegap.Melihat gelagat Asyilla yang sedikit tak bisa diam. Membuat sahabatnya Celia mulai "kepo". Walau sebenarnya ia tahu, bahwa mata sahabat tercintanya ini sedang mencari sosok pria berdarah Indo-China.
"Pasti nyariin Rafael yah?? Cieee~". Wajah Asyilla berubah menjadi mimik yang sedikit cemberut. Celia tahu bahwa Asyilla hanya menganggap Rafael sebagai sahabatnya tidak lebih.
"Apa sih kamu Cel ?? Lagian dia kan sahabat kita. Tapi tadi kulihat dia udah selesai kok pas aku keluar dari rumah. Mungkin macet". Yang terlintas dibenak Asyilla hanya itu. Sudah tak asing lagi bagi Celia dan seluruh penghuni kampus jika Asyilla dan Rafael seperti sepasang kekasih.****
Itu dia gadis berjilbab biru yang kutatap selama berjalan menghampiri kedua wanita diujung jalan depan halaman kampus. Wanita berambut panjang yang bernotabene sahabatku dan wanita yang satunya lagi adalah wanita yang diam-diam aku cintai sejak bangku SMP.
Baru lulus SMA kemarin kuingin menyatakan perasaanku pada Asyilla, namun semua gagal ketika kudengar Asyilla ingin fokus pada pendidikannya. Meski kecewa, namun Celia selalu mendukungku, baginya masih banyak kesempatan dan waktu yang tepat untuk jujur akan hatiku pada Asyilla."Kok kamu baru sampe?? Tumben telat sampai lewat dari 10 menit".
Rafael tersenyum lebar, tatkala mendengar pertanyaan Asyilla.
"Iya tadi bukan macet, ada barang ibuku yang ketinggalan dirumah jadinya aku balik lagi. Untungnya sih belom jauh".
Asyilla dan Celia mengangguk cepat."Oh ya~ aku hampir lupa, binder ketinggalan didalam mobil, aku ambil dulu ya, kalian berdua langsung masuk aja, nanti aku nyusul, jangan lupa kursinya dipatenin". Kebiasaan Celia yang tak pernah hilang meski sudah memasuki bangku kuliah. Dan yang tersisa tinggal kami berdua.
****
"Asyilla kamu serius banget liatnya". Mataku menangkap sosok Asyilla yang fokus pada pidato arahan dosen.
"......"
Tak bersuara, namun pertanda bahwa jangan mengajaknya berbicara atau apapun.Selama dia tak menatap balik wajahku saat kutengah menikmati pesona Indah yang terpancar diwajah Asyilla. Senyum dan tawanya yang menghiasi acara kampus. Telah meyakinkan hatiku untuknya. Dan tak membiarkan siapapun masuk kedalam hatiku. Sekarang aku bersyukur kepada Tuhan, meskipun kami berdua berbeda keyakinan namun aku akan selalu mencintai Asyilla Zahra Fatimah sosok yang selalu kuanggap "Samudera Biru".
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudera Biru
Romance"Kepada Tuhan Sang Memberi Cinta" Mengajarkan bahwa cinta hadir diantara dua hati tanpa memandang agama, suku, dan ras. Meski berbeda, namun aku yakin bahwa dialah gadis yang kusebut "Samudera Biru" kelak akan menjadi pendamping hidupku.