1. Never Falling In Love

1.2K 27 9
                                    

Tangannya menimang-nimang kertas yang telah remuk berbentuk bola. Sesekali lidahnya berdecak. Matanya lurus menatap bayangan pohon cemara. Ia mendesah pelan, melepaskan kelelahan yang sedari tadi menderanya.

"Kamu tuh yah! Nyantai mulu, harusnya kamu cepetan cariin ibu mantu! Teman-teman sebaya kamu malah udah punya anak yang sekolah, kamu mah apa, jangan-jangan kamu homo lagi!" cecar ibu berdaster itu.

"Emangnya ibu pikir nyari jodoh yang tepat itu gampang apa? Bikin anak mah gampang, aku juga bisa kalo itu."

Ibu berdaster itu menggeram, tangannya dengan lihai melepas sendal jepit usangnya.

"Loh loh, ibu mau ngapain? kasian loh sendalnya," ucapnya saat melihat sendal itu berada dekat di wajahnya.

"Mau nampol mulutmu!"

Laki-laki itu meringis pelan. Kedua tangannya ia simpan di depan dada sebagai bentuk pertahanan diri. Dengan sigap, kakinya melangkah menjauh meninggalkan tempat itu.

Sungguh malang nasibnya.

***

"Muka kau itu kenapa? Macam tak pernah disetrika."

Ucapan temannya hanya menambah kejengkelan dalam dirinya. Harusnya ia tidak kesini, bertemu dengan Ramon hanya memperburuk suasana. Ia hanya mendengus mendengar ucapan Ramon.

"Hei kawan, ayolah cerita masalah kau dengan kawanmu ini. Siapa tau aku bisa bantu?" Ramon menepuk bahunya dengan keras.

Mau menghibur?

Atau membunuh?

"Nggak usah sok batak deh lo!" Ia menghempas tangan Ramon dengan keras.

Ramon tertawa malu-malu. Satu tangannya menutup mulutnya yang terbuka karena tertawa. Orang yang melihat Ramon bertingkah seperti itu akan bergidik ngeri.

Bayangkan, Ramon itu badannya kekar berotot kayak pelatih fitness. Badannya coklat eksotik, ditambah kepalanya botak mengkilap. Terus dia ketawa malu-malu kayak gitu. Siapa yang nggak ngeri?

Oh!

Jangan lupakan pipinya yang mulai memerah.

Apa?!

Si Ramon merona?

Dia nggak sehat!

"Lo kenapa sih, gue ngeri liat lo."

Perlahan, tawa menjijikkan Ramon terhenti.

"Gini nih, lo tuh udah kelamaan jadi bujang lapuk, makanya nggak ngerasain seperti apa yang gue rasain!" bela Ramon.

"Ngerasain apaan dah?" laki-laki berambut tebal itu mengernyit.

"Itu tuh, polling in lop." Ramon menjawab malu-malu.

Betul-betul tidak sehat!

Laki-laki berambut tebal itu menggeleng. Meringis pelan di dalam hati. Ramon berubah karena cinta.

"Terus apa hubungannya sama lo yang sok Batak?"

"Nana suka kalo orang itu bicaranya kayak orang Batak, makanya gue belajar bicara kayak orang Batak."

Laki-laki itu mengernyit lagi. "Emang dia suka sama lo?"

Pertanyaan itu seolah menohok hati Ramon. "Belum sih, tapi ini salah satu usaha gue buat deketin Nana."

"Terserah lo aja deh, tapi bukannya cewek itu lebih suka kalo si cowok itu apa adanya?"

Ramon mendengus. "Gini nih, kalo hatinya batu, nggak pernah ngerasain jatuh cinta."

"Emang kenapa kalo gue nggak pernah jatuh cinta?" Lipatan di dahinya bertambah.

Ramon menepuk bahunya. "Lo nggak bakalan tau rasanya. Mau pasangan lo bilang dia suka lo apa adanya, lo bakalan tetep mau jadi yang terbaik di depan dia. Itu hakikatnya cinta, lo selalu mau jadi yang terbaik di matanya."

"Iya deh iya, yang lagi jatuh cinta!" ucapnya dengan suara mengejek dan kesal.

"Ingat yah sob! Umur lo udah dua puluh delapan tahun dan lo belum pernah jatuh cinta? Lo aja kalah sama anak SD!" Ramon terkekeh, wajah tengilnya seolah mengejek.

Memang, apa salahnya jika belum pernah jatuh cinta?

Cintanya ditolak baru tau rasa dia!

***
TBC

Ada yang penasaran nggak sama nama tokoh utamanya?

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang