Setelah bulan Ramadhan berlalu, aku bersama temanku berencana akan melakukan pendakian di Gunung Semeru. Tepat H-2minggu kami berdua berangkat dari kota kami menuju ke Kabupaten lumajang, tepatnya Desa Ranupani yaitu desa terakhir dilereng Gunung Semeru. Selama 2 hari kami harus menunggu di desa itu karena kami terlambat dan tidak melakukan pendaftaran online. Namun saat kami pertama tiba disana, kami bertemu dengan orang-orang Jakarta yang mau menerima kami membangun tenda disebelah tenda mereka dan merekalah yang berbaik hati mendaftarkan kami berdua untuk masuk ke rombongan mereka yang akhirnya kami tidak menunggu selama 4 hari disana melainkan hanya 2 hari saja. Pendakian ini aku persembahkan untuk kedua orangtuaku dan untuk dirinya yang disana. Sekedar informasi saja, aku melakukan pendakian ini tanpa memberitahunya sehingga setelah aku pulang aku akan memberikan surpise bagi dirinya. Pendakian kami dimulai pagi hari agar kami tiba disurganya semeru, Ranukumbolo, sebelum lembayung senja menyambut kami. Perjalanan ini kami nikmati bersama, senang, susah, dan duka kami hempaskan bersama selama pendakian yang menguras banyak energi dan emosi ini. Sesuai prediksi kami, sebelum lembayung senja menyambut, kami sudah sampai di Ranukumbolo. Setelah rembulan menampakan wajahnya kami melanjutakan pendakian menuju ke Pos Kalimati. Saat di Pos Oro-oro Ombo kami sempat bertemu rombongan Al El Dul yang sudah pulang dari Kalimati. Sebelum tengah malam pun kami telah tiba di sana. Kami pun mulai menutup mata, mengumpulkan energi untuk summit attack ke Puncak Para Dewa. Keesokan harinya ketika malam bergantian dengan siang hari kami bersiap untuk summit attack, namun kami tidak beristirahat tapi malah semakin merekatkan kekeluargaan dengan bersenda gurau di dinginnya angin malam. Waktu tepat menunjukkan pukul 22.00 kamipun bergerak menuju puncak Mahameru. Dengan semangat yang sudah mencapai puncaknya kami bergerak tanpa rasa lelah. Medan yang sulit untuk mencapai puncak membuat energi semakin terkuras. Namun aku selalu berdalih bahwa aku mendaki disini untuk mereka ya mereka orang-orang yang aku sayangi dan menghayati alam ciptaan-Nya yang sungguh maha indah ini. Dengan itu, semangatku penuh kembali. Saat Adzan Subuh berkumandang akhirnya aku datang lebih dulu dari rombonganku. Dengan rasa yang heran dan tidak mungkin, hati ini tersentuh karena telah sampai Puncak Tertinggi Pulau Jawa, yang merupakan puncak impian para pendaki. Aku pun tersungkur dan bersujud pada-Nya karena telah diberikan kesehatan dan keselamatan untuk sampai disini. Bahkan selama perjalanan aku selalu berfikir aku akan mati hari ini, sebab Semeru mrmpunyai karakteristik berbeda dengan gunung di Jawa lainnya. Bisa saja aku mati tertimpa batu yang runtuh, bisa saja mati karena hipotermia yang mematikan dan bisa saja mati karena letusan kontinu yang dimuntahkan oleh Kawah Jonggring Saloko. Namun, perjuangan ini tak akan pernah mengenal rasa menyerah dan tak peduli pada maut yang terus membayangi. Saat sang mentari setinggi galah kami menuruni puncak dan berkemas untuk segera turun ke basecamp Ranupani. Setelah berkemas kami pun menuruni gunung yang penuh kenangan, cinta, dan cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Gunung dan Perjuangan
AventuraSebuah pendakian yang dilakukan untuk mengapai sebuah cinta. Namun, perjuangan hanya sebatas angin berhembus yang tak ada gunanya. Hanya perjuangan mimpi yang akan abadi dan dapat bergejolak hingga nadi berhenti berdenyut.