Part 2

9.9K 794 38
                                    

Pdf redy bisa wa +62 822-1377-8824 (Free Cerpen)

Ebook bisa ke playstore buku https://play.google.com/store/books/details?id=q5Q6DwAAQBAJ

Bisa di baca di Kbm app dan Karyakarsa Aqiladyna.

***

Air shower membasahi tubuh Orin yang sudah menggigil kedinginan, di tangan kanannya memegang hasil test pack yang menunjukkan ia positif hamil, tangisannya pecah mengalun bagai melodi menyayat hati. Haruskah ia mempertahankan kandungannya? Sementara ia tahu pria yang menidurinya tidak akan mau bertanggung jawab, malah sebaliknya dirinyalah yang akan dipersalahkan atas apa yang telah terjadi.

Rava Mells....

Kenapa pria itu sangat kejam memperlakukan Orin yang semakin rapuh? Sudah sebulan lamanya Orin tidak bertemu dengan Rava, wanita itu selalu menghindar sejak Rava memerkosanya di rumahnya sendiri. Apa yang ada di dalam pikiran Rava saat itu?  Rava seolah merasa dirinya korban, tidak terima telah menghabiskan malam yang panas dengan Orin. Padahal saat itu Orin tidak ingat apa pun karena pengaruh minuman alkohol yang diberikan Melani dengan paksa, setelahnya Orin tersadar saat pagi hari ia tanpa busana di atas tempat tidur dengan seorang pria yang masih terlelap di sampingnya, dan pria itu Rava Mells, tunangan Adara.

Tangisan Orin semakin pecah, ia menyesal telah ikut ke club—seandainya Orin tidak ikut malam itu, mungkin hal ini tidak terjadi dan Rava tidak membencinya. Rava kini sudah berubah, tidak seperti dulu penuh perhatian kepada Orin sebagai sahabat.

Apakah semua ini salahku, ya Tuhan? batin Orin.

Suara bel dipencet terus-menerus, Orin terpaksa berdiri mengambil jubah handuknya lalu mengenakannya, melangkah tertatih keluar dari kamar mandi menuju pintu utama, perlahan ia membuka menatap siapa yang berkunjung sepagi ini.

"Selamat pagi, Orin," sapa Adara memasang wajah cerianya.

"Pagi," sahut Orin tersenyum tipis.

"Silakan masuk."

"Kau terlihat sakit." Adara memerhatikan wajah Orin yang sangat pucat, lalu pandangannya beralih pada hasil test pack di tangan Orin, segera ia menyambar menatap dua garis merah yang sangat jelas.

"Jelaskan, Orin, apa maksud semua ini? Apa kau hamil?" tanya Adara syok.

Air mata Orin menetes, kepalanya berdenyut sakit, pandangannya mengabur lalu menjadi gelap seketika.

"Orin!" teriak Adara menahan tubuh Orin yang akan roboh ke lantai, dengan sekuat tenaga dibopongnya sahabatnya itu ke dalam kamar, lalu dibaringkannya di atas tempat tidur.

Adara terlihat panik, ia langsung menghubungi dokter untuk datang memeriksa Orin, tidak lupa ia menghubungi Rava. Orin tidak boleh bersedih sendirian karena ia masih mempunyai Adara dan Rava yang akan siap menolongnya.

Adara duduk di tepi tempat tidur, meraih tangan Orin yang sedingin es, menggenggamnya erat.

"Bertahanlah."

***

Adara mengantar dokter yang barusan memeriksa keadaan Orin, ternyata memang benar Orin hamil. Dokter meminta agar kesehatan Orin dijaga dan asupan makanannya harus seimbang. Adara menghela napas masuk ke dalam kamar kembali menghampiri Rava yang berdiri bersandar di tembok—kedua tangan pria itu terlipat di depan dada, tatapannya tidak pernah lepas dari Orin yang belum sadarkan diri.

"Kasihan Orin, siapa sebenarnya yang menghamilinya?" Adara bersandar di bahu Rava. Tidak lama ponselnya berdering, Adara pamit untuk mengangkat teleponnya keluar kamar. Tidak lama ia kembali. "Rava, aku ada pemotretan di salah satu majalah, apa kau mau sebentar menjaga Orin sampai ia sadar?"

Istri simpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang