Part 4

103 5 2
                                    

Malam ini Mara berdandan secantik-cantiknya untuk menyambut kedatangan kekasih hati barunya. Atas permintaan Erwin, mereka akan makan malam di restoran favorit--di sekitar Ancol--saat menjalani hubungan yang diam-diam. Namun, malam ini adalah malam spesial bagi Erwin, karena mereka tidak perlu sembunyi-sembunyi seperti dulu dan Mara tak lagi meminta untuk buru-buru diantar pulang. Sepenuh raga Mara kini telah menjadi miliknya.

Ah, nikmatnya kebebasan! Mara pasti bahagia juga. Namun, tetap ada perbedaan. Di dalam hati yang paling dalam, Mara pasti masih memikirkan Cinta dan mantan suaminya. Karena itu, Erwin bertekad, di bawah langit malam dan debur ombak pantai Ancol, dia akan membuat wanita pujaannya tidak ingat seorang pun dari mereka!

"Aku tidak akan berubah," bisik Erwin seraya memeluk Mara dengan mesra, "dan aku akan tetap menjadi teman yang paling hangat di ranjang, rekan kerja yang pintar, pendamping yang akan selalu dapat kau banggakan kepada setiap orang, dan kamu pasti ingat janji itu, kan, Sayang."

Malam pun terlewati sesuai rencana Erwin.

                           *****
Mara duduk seperti patung di sebelah Erwin yang sedang mengemudi mobil . Jatuh embun matanya, kala terkenang tatapan mata Cinta, putrinya.

Tatapan pasrah akan kepergian wanita yang telah melahirkannya. Mara memang selalu berpesan untuk menjadi gadis yang kuat, apapun yang terjadi.

Namun, tidak seperti ini. Mara tetap ingin Cinta menahannya pergi dan meminta untuk cepat kembali. Mengajaknya bermain. Tertawa bersama.

Sikap Cinta, justru membuat Mara semakin didera rasa bersalah. Ibu macam apa dia! Sampai hati meninggalkan suami yang begitu setia dan darah dagingnya.

Mara ingat, bagaimana bahagianya saat Cinta dilahirkan. Ketika suara tangis memecahkan kekhawatiran orang-orang yang menanti persalinannya. Rasa sakit tak lagi dia hiraukan.

"Selamat, anaknya perempuan. Bayinya sehat, montok, dan juga manis kaya ibunya," ujar dokter mengangkat bayi itu.

Air mata bahagia tak dapat dibendung. Hatinya luruh, tercurah segala puji syukur atas Karunia-Nya, ketika mendengar Sabar mengumandangkan adzan di telinga kanan Cinta.

Anak pertama memang begitu istimewa. Merubah status menjadi seorang ibu dan ayah. Memberi kesan yang tak terlupakan.
Dia rasakan ada ikatan yang sangat kuat saat menggendong Cinta untuk pertama kalinya. Terlihat dengan jelas buah cinta mereka, dagu, dan senyumnya mirip dia sedangkan mata dan hidung milik suaminya.

Cinta tumbuh begitu pesat, menjadi anak yang lincah, cerdas, dan periang. Putri kecilnya selalu pintar membuat ayahnya tersenyum bahkan tertawa, melupakan penat karena seharian bekerja sebagai karyawan pabrik teh.

Tidak heran, jika Sabar selalu memanjakkannya. Suasana hangat seperti selalu menjadi pelebur luka akan keadaan ekonomi yang semakin lemah. Kala itu dia merasa uang bukan pengukur suatu kebahagiaan.

Sekarang, uang memaksa hatinya untuk berubah. Menjadi ibu yang mematikan impian anaknya akan keluarga harmoni.

Mara segera menyeka air matanya, lalu menghela napas panjang saat tangan Erwin menepuk pelan pundaknya.

"Sayang, kamu kenapa?" tegur lelaki di sebelahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DI BATAS SUNYITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang