In Author's Eyes...
April bukan seorang pemberani. Dan ia juga tidak suka terlibat di kehidupan orang lain. Jadi, April sudah putuskan, ia tak akan ikut campur dengan urusan dua orang itu.
April mengangguk bangga, untuk pertama kalinya ia bangga pada keputusan yang dibuatnya.
Lekas April mengabaikan keributan kecil yang masih terjadi, ia meraih tongkat penyangga tubuhnya, dan menutup rapat tirai jendela rumahnya. Perlahan membimbing langkah melintasi lantai kayu paten di bawahnya. Mengabaikan semua suara ketukan-ketukan yang tercipta karena tongkatnya beradu dengan lantai, April masuk ke dalam kamar—yang ia pilih sendiri—dan membaringkan tubuh di sana.
Ia tak yakin apa bisa tertidur dengan nyenyak malam ini, tapi April benar-benar merasa lelah.
"Apa menyenangkan?"
April terperanjat kala sebuah suara tiba-tiba saja terdengar. Di jendela kamarnya—yang terbuka—sekarang seorang pemuda tengah menopang dagu, menatap ke arahnya.
"K-Kau!" April hampir saja menjerit, sungguh terkejut dan takut karena kemunculan tiba-tiba pemuda tersebut, terutama karena pemuda itu di lihatnya beberapa sekon lalu tengah berdebat di depan rumahnya.
"Menonton pertengkaran orang lain, apa menyenangkan?" pemuda itu lagi-lagi mengutarakan pertanyaan yang sama.
Menonton?
"Memangnya kapan aku menonton pertengkaran kalian?" ucap April tak terima.
Alis pemuda itu terangkat sedikit. "Nah, kau mengaku menonton pertengkaran kami." ujarnya menohok April.
"Memangnya siapa yang menyuruh kalian bertengkar di depan rumah orang lain?" sungut April tidak terima.
Pemuda itu tertawa mendengus, sejenak mengalihkan pandangan dari April sebelum ia kembali memandang gadis itu tepat di manik mata.
"Tetangga baru, kau ternyata banyak bicara pada orang asing."
Oh, April seharusnya tahu diri. Harusnya, tadi ia lempar saja pemuda ini dengan buku tebal yang ada di sampingnya. Atau, ia harusnya berlari keluar ruangan, berteriak minta tolong. Kenapa ia malah bicara dengan santai?
"Kenapa mengintip ke dalam rumah orang lain? Kau stalker?" tanya April.
"Stalker?" ulang pemuda itu dengan alis bertaut.
"Ya. Stalker. Kau tidak tahu?" ucap April setengah meledek.
"Cih, memangnya apa yang bisa dibanggakan mantan anggota girl group sepertimu?" pemuda itu balas meledek.
"Y-Ya! Kau stalker huh!?" teriak April.
Pemuda itu segera mengusap telinganya, seolah teriakan April sangat mengganggu.
"Berisik, kau kira di sini tidak ada televisi? Sampai aku begitu bodoh dan tidak tahu berita apapun?"
Ingin rasanya April tergelak. Imajinasinya berkata bahwa pemuda ini mungkin menonton acara-acara gosip di televisi, sangat klise, sangat menggelikan.
"Oh, jangan pikir aku menonton acara televisi seperti yang kau pikirkan." tiba-tiba saja pemuda itu berucap, membuat senyum geli yang sempat April kulum sontak menghilang.
"B-Bagaimana kau tahu?" tanyanya terkejut.
Pemuda ini sudah dua kali mengejutkannya. Pertama, ia tiba-tiba saja muncul, kedua, ia tiba-tiba saja menebak apa yang April tengah pikirkan.
"Kau pikir aku ada di sini karena ketidak sengajaan?" pemuda itu lantas tersenyum tipis.
April kini mematung.
Tidak sengaja, ataupun sengaja, keduanya tampak menakutkan bagi April sekarang.
Melihat kediaman April, pemuda itu lantas tersenyum penuh kemenangan.
"Kau penasaran kan?"
♫
♪
~ let's choose for April! ~
Lihat apa April akan menemukan jawaban atas rasa penasarannya! [Go read: Final 2 – Emotion]
♫
♪
۩۞۩▬▬▬▬▬▬ε(• -̮ •)з To Be Continued ε(• -̮ •)з ▬▬▬▬▬▬▬۩۞۩
YOU ARE READING
APRIL'S MOVE [finished]
Historia Corta*some chapter are privated (random private) *to read the privated chapter: follow this account, logout ur account and relogin *already posted on EXO Fanfiction Indonesia during 2015-2016 *cerita ini optional, private diberlakukan pada tiap ending c...