CHAINED [2]

169 31 0
                                    

In Author's Eyes...

Setelah mendengar omelan panjang-lebar dari Heyoung, April tak bisa tidur nyenyak. Ada dua alasannya, pertama; omelan Heyoung terus terngiang di telinganya, April tahu wanita itu akan mengomelinya sampai esok hari tiba, kedua; ia tak sabar menunggu esok hari.

Ia begitu ingin terlelap, sekedar mengistirahatkan tubuh selama beberapa jam sebelum ponselnya akan menjeritkan alarm penanda bahwa fajar akan tiba.

Untunglah, April akhirnya benar-benar bisa terlelap. Meski ia terbangun sebelum ponselnya berdering, gadis itu justru merasa lebih antusias.

"Bagus, jam empat!" April tersenyum puas saat mematikan alarm ponselnya, ia perlahan turun dari tempat tidur, meraih tongkatnya untuk kemudian beranjak ke kamar mandi dan membasuh wajah.

Kantuk masih menyerang April saat gadis itu termangu di kamarnya. Jam masih menunjukkan setengah lima, tapi ia sudah tidak sabar untuk keluar rumah.

Dari apa yang terjadi semalam, April tahu pergerakannya di luar ruangan akan menimbulkan suara 'tok-tak' cukup keras yang mungkin akan membangunkan Heyoung dan lantas membuat usaha April bangun pagi sia-sia.

April merasa dirinya terkurung sekarang. Tak bisa berbuat apapun. Satu-satunya jalan keluar hanyalah jendela persegi di kamarnya.

"Ah... Haruskah aku menyelinap lewat jendela?" gumamnya pada diri sendiri.

Membayangkan omelan Heyoung saat tahu dirinya lagi-lagi menyelinap keluar rumah sudah membuat April bergidik. Tapi membayangkan rasa penasaran yang tak akan terjawab lebih membuat April merasa bahwa menyelinap keluar adalah hal paling benar.

Meyakinkan diri, April akhirnya mengenakan sepatu kets miliknya, ia duduk di jendela, menyelipkan tongkatnya keluar lebih dulu sebelum ia akhirnya menjatuhkan diri ke tanah dengan suara debuman cukup keras.

"Auw..." April mengaduh saat tubuhnya terjatuh dengan pasrah. Tapi segera ia singkirkan rasa sakit demi menuntut jawaban.

April akhirnya berusaha bangkit—dengan berpegangan pada tembok rumahnya—dan kembali menopang diri dengan tongkat. Perlahan ia melangkah ke arah yang kemarin ditapakinya, jalan menuju ujung pantai.

Dingin benar-benar menusuk kulit saat April melangkah, ia mengutuki diri sendiri, kenapa ia tidak membawa baju hangat bersamanya?

"Hey!" April menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya.

"O-Oh!" April tersenyum cerah kala menemukan sosok yang dikenalnya semalam tengah mengayuh sepeda.

"April, bukan?" ucap sang pemuda, menghentikan laju sepedanya di hadapan April.

Lekas, April mengangguk penuh semangat.

"Kyungsoo!" ucapnya antusias, "kemana kau akan pergi?" tanya April sejurus kemudian.

"Peternakan." Kyungsoo melirik keranjang sepedanya, ada beberapa kotak susu dan koran di sana, "kau mau ikut? Aku bisa mengajakmu berkeliling desa ini." sambung Kyungsoo.

Senyum cerah di wajah April mendadak hilang. Ia sungguh ingin mengiyakan ajakan ramah Kyungsoo sekarang—mengingat pemuda itu begitu ketus semalam—tapi rasa penasarannya tentang sosok semalam juga menuntut realisasi.

~ let's choose for April! ~

Menemui sosok yang tidak dikenal nampaknya lebih berbahaya dan mencurigakan. Lagipula, memangnya sosok itu akan menemui April? Daripada mengharapkan sesuatu yang tidak jelas, bukankah berjalan-jalan bersama Kyungsoo lebih menjanjikan? [Go read: Final 3: Farewell]

Bukannya ajakan Kyungsoo tidak menarik, tapi April tidak suka mengingkari ucapannya. Memang, ia tidak berjanji apapun pada sosok itu, tapi April tahu sosok itu pasti menganggap April akan datang. Bukankah April seharusnya datang? [Go read: Final 4: Teardrop]

۩۞۩▬▬▬▬▬▬ε(• -̮ •)з To Be Continued ε(• -̮ •)з ▬▬▬▬▬▬▬۩۞۩

APRIL'S MOVE [finished]Where stories live. Discover now