04

103 12 14
                                    

Banyak hal yang tak pernah terpikirkan oleh otakku. Salah satunya adalah kenapa selama ini aku tidak pernah mengenal orang tua ataupun keluarga Jungkook satupun. Kami sudah berteman selama 14 tahun, dia mengenal orangtuaku, sepupu-sepupuku, bahkan tetanggaku si Kim Taehyung itu.

Tapi aku tidak pernah mengenal keluarganya. Hanya tahu latar belakang mereka tanpa pernah tahu wajah maupun nama. Aku tahu ayah Jungkook adalah seorang CEO di sebuah perusahaan besar, dan ibunya menderita penyakit mental yang membuatnya selalu memukuli Jungkook sejak kecil. Aku tidak pernah tahu ia punya saudara atau tidak, apa dia punya binatang peliharaan, atau apakah dia punya teman diluar lingkaran pertemanan berbahayanya di kampus.

Entah aku yang tidak pernah bertanya, atau Jungkook hanya tidak ingin cerita.

Tapi tetap, menurutku alasan pertama dan kedua sama-sama salah. Aku salah karena tidak pernah menanyakan tentang keluarganya, dan ia juga salah karena tidak bercerita jika aku tidak bertanya.

Oh, dalam level ini, apa aku masih bisa disebut sahabatnya?

"Jadi, apa itu benar?" aku menyilakan kaki di sofa, meraih beberapa butir crackers udang dari mangkuk besar dan berkata sebelum memasukkan dalam mulut, "kau punya—saudara kembar?"

"Kau percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan ayahku?" Jungkook balik bertanya. Tangannya sibuk memencet tombol pada remote untuk mengganti saluran televisi.

"Maksudmu, ayahmu berbohong?"

"Apa ia juga cerita tentang ibu?" katanya, mengabaikan pertanyaanku yang terakhir.

"Tidak—" aku menghela berat, "kau tidak mau jawab pertanyaanku?" kataku sedikit kesal. Ia menoleh dan mengerutkan alis tak suka.

"Kau tanya apa?"

"Aku tanya, apa ayahmu berbohong?" ulangku. Jungkook menaik turunkan bahunya acuh dan kembali menghadap televisi.

Aku memutar bola mata malas, mengambil mangkuk berisi crackers udang dari meja dengan kesal dan memasukkan banyak ke mulutku. Sengaja mengunyah dengan keras agar Jungkook terganggu.

"Haerim, jangan seperti anak kecil!" tandasnya. Aku tidak peduli dan tetap melakukan sesukaku.

"Geumanhae! Aish, jinjja!" ia berteriak frustasi. (Hentikan! Benar-benar!)

Aku sontak berhenti mengunyah dan menelan dengan susah payah. Mataku menatapnya tak percaya.

Haruskah Jungkook bersikap sejauh ini?

Maksudku, ia tidak pernah membentak sebelumnya.

Ia menghela napas, kedengarannya lelah. Mengusap wajah dengan kasar, lalu menoleh padaku dengan tatapan dalam yang tak kumengerti.

"Tunggu!" aku menyela cepat ketika ia membuka mulutnya seperti hendak mengatakan sesuatu, "Jangan katakan apapun." aku mengangkat tanganku ke udara, mengisyaratkan ia untuk berhenti karena sejujurnya aku hampir kehilangan pertahanan. Suaraku kedengaran bergetar dan dadaku sesak rasanya.

Aku takut apa yang akan ia katakan justru akan membuat pertahananku benar-benar hancur.

Hanya beberapa detik memandangiku dalam keheningan, tatapannya lantas melembut. Sudah kembali seperti Jungkook yang kukenal. Ia beringsut mendekatiku, menarik tubuhku dalam rengkuhannya yang hangat.

"Maafkan aku." katanya dengan suara rendah yang menenangkan.

Aku meremas kausnya erat, membenamkan wajahku di bahunya dan mengangguk pelan.

"Belakangan aku sensitif terhadap banyak hal." tuturnya, tangannya bergerak mengelus kepalaku dan melanjutkan penuturannya, "keadaan di rumah sedang tidak baik. Aku tadi sangat terkejut kau pulang dengan ayahku, ia bahkan sudah tiga hari tidak pulang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Autumn Leaves [JJK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang