03

77 12 7
                                    

Kelas kedua sekaligus terakhirku di hari ini selesai saat waktu menunjukkan pukul tiga sore. Aku bergegas keluar kelas dengan perasaan menyesal karena tidak menghabiskan sandwich telur tadi pagi dan mengabaikan perut yang berkeriuk sejak kelas pertama. Jeon Jungkook tidak hadir di kedua kelas kami hari ini. Entah aku harus merasa lega atau merasa sedih karena di satu sisi tidak ada yang akan mengomel tentang aku yang tidak menghabiskan sarapan namun di sisi lain aku jadi tidak punya teman makan di kafetaria.

Well, aku punya beberapa teman yang cukup dekat selain Jungkook. Aku mungkin bisa mengajak mereka namun kurasa sekarang bukan saat yang tepat. Hari ini ada pertandingan olahraga antar fakultas di gymnasium dan mereka tidak akan melewatkan untuk menjadi supporter terheboh fakultas kami. Aku? Oh, tidak. Daripada berdesakan dengan orang-orang yang seakan berlomba untuk teriakan yang paling keras, di gymnasium yang pendingin ruangannya bahkan tidak berfungsi saat pertandingan karena terlalu banyak orang, aku lebih memilih untuk menyendiri dan mengisi perut yang menjerit kelaparan. Sebenarnya sangat sedih karena tidak ada Jungkook atau siapapun yang bisa diajak bicara. Mengingat aku sangat suka berceloteh tentang hal-hal yang paling sepele sampai paling penting sekalipun.

Setelah menerima nampan berisi makanan dan sekotak susu coklat dari petugas kafetaria, aku pergi ke meja paling pojok, tempat dimana anak kutu buku suka menyendiri sambil membaca buku tebal yang kebetulan sekarang sedang kosong. Jam segini, mungkin anak-anak itu sudah selesai makan siang dan sekarang sedang berada di perpustakaan atau pulang ke rumah, atau bahkan masih ada jadwal kelas. Heck, kenapa aku jadi peduli?

"Sialan, perhatikan langkahmu! Dasar babi!"

Sial. Apa itu suara Jeon Jungkook? Si brengsek itu membolos dua kelas dan sekarang ia ada di kafetaria untuk mengganggu orang lain?

"Kau pikir kau cantik, huh? Sadarlah, Lee Soomi! Kau itu jelek, seperti babi! Lihat tubuhmu!" ia terbahak bersama teman-teman brengseknya—yang belakangan ku ketahui mereka adalah Yugyeom dan Bambam—sementara gadis yang baru saja terjatuh karena menabrak Jungkook itu hanya bisa tertunduk dalam.

Jeon Jungkook itu memang sialan. Sudah tahu tubuhnya besar, dan yang tidak sengaja—atau sengaja, aku tidak tahu—menabraknya itu adalah seorang gadis, jelas saja gadis itu akan terjatuh. Jadi sebenarnya, yang lebih mirip babi disini siapa?

Tapi tetap, aku tidak bisa mengatakan hal itu dengan lantang seperti aku mengatakannya di pikiranku. Aku mungkin akan mengomeli Jungkook setelah ini, saat ia sudah tidak bersama teman-temannya lagi dan hanya ada kami berdua. Tapi tidak sekarang, tidak di depan teman-teman Jungkook, tidak di depan sasaran bully mereka, dan tidak di depan semua orang. Aku tidak mau jadi pahlawan kesiangan dan berakhir menjadi perhatian semua orang karena Jeon Jungkook tidak berani membullyku. Atau mungkin ia hanya tidak ingin.

Jadi aku hanya duduk di tempatku, menatap lurus pada Jungkook dan menunggu ia menyadari keberadaanku dan berhenti mengganggu gadis malang itu. Selang beberapa detik kemudian, Jungkook akhirnya menyadari keberadaanku dan ekspresinya berubah takut. Ia menyuruh teman-temannya berhenti dan membiarkan gadis itu pergi.

Yugyeom dan Bambam ikut menoleh ke arahku dan mereka sedikit meringis ngeri sebelum pergi meninggalkan Jungkook. Aku tidak tahu apa yang telah Jungkook ceritakan pada mereka sampai-sampai mereka jadi takut padaku, tapi kurasa ditakuti oleh berandal kampus bukan hal yang buruk.

"Hai, Haerim." sapanya dengan sedikit kekehan canggung, "Sejak kapan kau ada disini? Kau sendirian? Dimana Sujin atau Doyeon atau siapapun?"

Aku sedikit mengabaikannya dengan melanjutkan makan siangku yang tertunda, namun tetap menjawab pertanyaan terakhir yang ia lontarkan.

"Mereka di gymnasium."

"Ah, pertandingan olahraga."

Benar, pertandingan olahraga. Lalu kenapa—

Autumn Leaves [JJK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang