Dua

94 6 0
                                    

"Pantai itu unik. Menenangkan dengan hiruk pikuk ombaknya, menyejukkan dengan terik mataharinya, dan menghangatkan dengan sepoi kencang anginnya".

''Dik! Ayo kurang setengah jam lagi, kita telat nih!"
''Iya sabar sebentar, lagian masih setengah jam''
''Mahen, masuk dulu sini, tante bikinkan susu hangat'' bukannya Dika yang ada dihadapan Mahen sekarang. Dihadapannya kini justru ada tante Erma, mama Dika yang masih terlihat muda dengan balutan babydol tosca yang menambah kecantikan alaminya.
''I-iya tante, permisi'' tentu saja, tidak ada yang bisa Mahen tolak dari susu hangat buatan tante Erma.

Pagi itu udara memang sangat dingin dan berkabut, mungkin ayam Pak Samat pun pagi ini tidak berkokok karena masih meringkuk di kandangnya.

Dika sudah rapi, tepatnya standar rapi bagi Dika sendiri. Haha ya iyalah siapa sih yang gak hafal dengan penampilan kumalnya!?.

Ayam milik Pak Samat akirnya berkokok untuk pertama kalinya pagi ini, dan sekaligus menyadarkan mereka berdua.
"Jam 7 kurang 5, astaga! Jam pertama kan pak Steve, matematika?!", sadar sekali mereka bahwa hampir setiap hari pak Steve memberikan PR, dan dengan penuh kesadaran pula mereka tak pernah mengerjakannya.

Guru yang bernama Steve dan dibaca 'stiv' itu sebenarnya bukan keturunan barat, bahkan dia ini masih punya keturunan darah biru dari keraton Yogyakarta sana.
Tidak ada yang tau menahu mengenai namanya yang kebarat baratan itu, atau bahkan sekedar hafal nama lengkapnya saja pun tak ada. Tapi yang pasti pak Steve ini memang guru paling keras dan galak di SMA Dika dulu. Tak tanggung tanggung, Dika dan teman - teman sekelasnya pernah dihukum mengelilingi lapangan 5x dengan berjalan jongkok akibat semua murid di kelas tersebut tidak mengerjakan PR yang diberikannya.
Membayangkan mukanya saja Dika dan Mahen sudah bergidik ngeri, apalagi pagi ini belum ada satu gores jawabanpun di lembar PR matematika yang diberikan pak Steve kemarin sore untuk kelas mereka.

"Hen, kita pergi aja ya, ngga usah sekolah, kita pasti telat" Dika membujuk Mahen yang masih menyeruput susunya.
"Lagi?" Mahen menaikkan alisnya yang tebal itu,
"ya, lagipula memangnya kamu udah ngerjain PR matematika?",
"Oke, kalau gitu kali ini kita mau kemana?",
Dika berpikir sejenak "Jogja!, kita ke pantai!"

Pagi itu mereka pergi, tepatnya membolos lagi.
Seperti biasa, jika mereka pergi, mereka akan mengendarai motor Dika.

Motor Dika memang lebih kuat dan nyaman untuk perjalanan jauh, karena ia selalu merawat motornya. Dika sangat menyukai motor dengan seperangkat variasinya. Jadi, selain menyayangi mamanya, ia pun juga sangat menyayangi motornya.

Ia tak pernah peduli dengan dirinya yang tak mempunyai pacar seperti kebanyakan remaja lainnya. Bahkan Dika lebih memilih membenahi penampilan motornya daripada penampilan dirinya sendiri. Siapa yang tau bahwa bahkan ia pernah hanya mandi sekali selama 3hari sedangkan motornya ia mandikan sampai tiga kali sehari?.

Sesampainya di pantai mereka duduk dan terdiam.
Seringkali bercanda ria.
Menikmati hamparan ombak yang menari.
Melihat mentari dengan bermacam bentuk awan yang silih dan berganti. Sesekali mengepalkan tangan mereka dengan pasir didalamnya, dan menikmati butir - butir pasir halus yang perlahan lenyap dari genggaman mereka.

Pantai itu unik. Menenangkan dengan hiruk pikuk ombaknya, menyejukkan dengan terik mataharinya, dan menghangatkan dengan sepoi kencang anginnya.

Meski pakaian mereka basah kuyup karena sapuan air laut pasang, mereka tak peduli, dan justru semakin merasa ada banyak kebebasan dalam hati.

Bebas, lepas dan tanpa beban.

Tak pernah lupa mereka mengabadikan susana seperti ini, menyenangkan.
Bercerita tentang kebahagiaan dan kegelisahan masing - masing

Sudah hampir petang, mereka menikmati santapan murah meriah yang ada di pinggir jalan Malioboro.
Segelas susu jahe hangat, 3 nasi bungkus dan beberapa gorengan untuk berdua.
Biasannya makan mereka lebih banyak dari ini, tapi kali ini mereka sadar diri, karena hanya beberapa lembar lima ribuan yang masih tersisa dikantung celana mereka.

Mahen memang dikenal banyak makan, apalagi setelah seharian tanpa nasi, cacing di perutnya seperti sedang berdemo ria.

Sepanjang hari itu mereka tak pernah lepas dari gelak tawa. Hingga mentari tak menampakkan batang hidungnya lagi, dan mulai banyak pasang mata manusia menikmati bintang - bintang malam indahnya kota Yogya, mereka masih saja merasakan aura kebebasan dalam diri mereka.
Banyak hal itulah yang membuat mereka memilih untuk tak mengikuti pelajaran di sekolah yang mungkin saja sangat penting bagi masa depan keduannya.

''Akirnya sampai di rumah juga!", Dika merebahkan badan diranjangnya, diikuti Mahen disertai desahan khas nya.
Mahen memang sudah biasa menginap di rumah Dika, terlebih saat mereka pulang malam karena tugas atau lebih tepatnya: tugas memenuhi hasrat hati untuk mencari hiburan sendiri.

Meski mereka tergolong orang ceroboh, tapi mereka tak pernah melupakan mandi setelah pergi dari pagi hingga petang hari. Setelah mandi mereka langsung tertidur pulas. Mahen memang tidak membawa buku pelajaran untuk besok, tapi ia tau pasti bahwa buku - buku tersebut tak akan berguna bila dibawa.

Dan benar saja, keesokkan harinya mereka diperbolehkan tidak mengikuti pelajaran sampai bel pulang terdengar. Bukan karena mendapat suatu penghargaan, melainkan perenggutan kebebasan setengah hari penuh di sekolah!. Kebebasan kemarin seakaan mengikuti jejak mereka, membolos dari kehidupan Dika dan Mahen.

Pagi itu mereka dihukum guru kesiswaan SMA Carolus untuk membersihkan WC seluruh sekolah karena sudah lebih dari 6x membolos. Singkatnya mereka membersihkan semua WC yang masih aktif dipakai di Sekolah mereka.
Haha, tapi tidak sesederhana itu. Mereka harus turun tangan menyikat jamban dan lantai sampai langit - langitnya.
Mulai dari lantai dasar sampai lantai 4, dari WC terkotor milik pak satpam sampai milik kepala sekolah yang wanginya seperti WC hotel bintang 5.

Ah, memang selalu begini, suatu kebahagiaan berlebih yang dilandasi dosa akan mendatangkan kesulitan bukan?

Haha, Dika tersenyum pahit sambil melihat Mahen yang berpeluh - peluh menyikat keramik kotor yang mungkin belakangan ini tidak disentuh sama sekali oleh bapak petugas bersih - bersih di SMA Carolus.

-Jangan lupa kasih kritik dan sarannya di kolom komentar!, aku butuh banget saran dan kritiknyaa... Jangan lupa kasih voting juga ya! -

Aku akan kasih vote juga untuk karya kaliannThanks!!!!

Harap Dibalik GelapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang