Dear Taeyong
Aku merasa seperti seorang pengecut untuk menulis surat ini, setelah kau pergi aku mengatakan pada Jaehyun semuanya, dia berteriak dan mengumpat, dia menghina dan mencaciku, dia bergegas keluar dan menyuruhku untuk ke neraka.
tapi di pagi hari ia kembali, dan dia memintaku untuk menikah dengannya. kupikir hidup itu berjalan bersamaan dengan sebuah pilihan, satu demi satu, semua bentuk dan ukuran, benar atau salah tidak masalah. sebab hidup terus berlanjut, ia tak akan menunggumu, jika kau hanya berdiam diri, dia hanya akan melewatimu.Aku kira aku mulai percaya, semua pilihan dibuat untuk kita saat kita memasuki dunia ini, karena jika itu benar maka kita tahu persis dimana kita seharusnya berada.
Taeyong membaca surat tulisan tangan Ten yang diletakkan diatas kursi dihalaman depan rumahnya, suratnya begitu panjang dan dia melihat ada sedikit noda bekas tinta disana, mungkinkah Ten menulisnya dalam keadaan menangis?
Malam harinya ia memindahkan kursi disebelah miliknya dari depan halaman rumahnya ke tempat asalnya diteras rumah, ia memutuskan memang sendiri adalah yang terbaik tetapi ia tak bisa menahan sesekali ia melirik rumah yang mulai tak asing di matanya.
...
Semua terasa hambar bagi Taeyong bagaimana kehadiran Ten yang hanya dalam hitungan hari dapat mengubah setiap kebiasaan yang ia lakukan. semua rasanya kurang tanpa kehadirannya. sihir apa yang Ten gunakan sebenarnya.
"ini"
Jisoo memberikan segelas minuman pada Taeyong yang kali ini sedang duduk di kursi depan teras rumahnya.
Taeyong mendongak mengucapkan terimakasih.
"tentu"
Suasana malam ini serasa sangat sepi hanya hembusan angin malam yang sesekali terasa. Jisoo duduk disebelah Taeyong.
"kau, uh tampak seperti ditempat lain malam ini"
"aku tahu, aku minta maaf" Taeyong menundukan kepalanya sambil menyesap minuman ditangannya.
"hanya ada sedikit hal yang sedang aku pikirkan"
Jisoo menatapnya lekat, senyum dibibirnya terlihat dipaksakan namun masih terlihat cantik "kau tidak akan pernah melihatku seperti kau melihatnya" ada jeda panjang sampai Taeyong beralih menatapnya "aku tahu itu. aku akan membencinya jika itu bukan aku, tapi aku tak bisa"
"ayolah, Jisoo"
Taeyong merasa tidak enak hati dengan Jisoo karena jelas terlihat raut kesedihan dimatanya saat mengatakan kalimat itu.
"Taeyong aku akan memberikanmu beberapa nasihat" Jisoo menghela nafas. "dan kemudian aku akan pulang dan menangis. oke?"
Taeyong terdiam masih menatapnya "kesampingkan egomu. atau kau akan jadi pria yang muncul sepuluh tahun kemudian dengan bunga ditanganmu, Biggy di sampingmu , berharap bahwa dia akan mendengarmu? berharap dia mengerti kenapa kau begitu mudah menyerah? kau harus tahu itulah yang kami inginkan. pria yang memperjuangkannya. jadi kenapa kau tak lakukan saja dari sekarang dan selamatkan dirimu dari sekarang?"
Jisoo mengecup pipi Taeyong lembut.
"kau tahu, dia melihatmu dengan cara yang sama Taeyong" Jisoo bangkit dari duduknya dan meninggalkan Taeyong yang masih termenung mendengar perkataannya.
...
Keesokan paginya Taeyong memacu kendaraannya untuk menuju rumah sakit tempat Ten bekerja.
"dimana dia?"
"siapa anda?"
Seorang perawat dengan pawakan sedikit gempal dengan mengenakan kacamata menatap Taeyong dengan tatapan menyelidik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice
FanfictionSetiap momen penting dari sisa hidupmu sangat bergantung pada keputusanmu.