"Bye, Mom," kataku asal sambil berlari kencang menuju gerbang sekolah.
Menjadi anak remaja labil yang mood-nya sering berubah-ubah adalah kelemahan yang tidak menguntungkan. Wajah Mama yang sudah berlapis bedak tetap terlihat mengeriput karena cemberut, melihat anak gadisnya ini lagi-lagi berlari terseok-seok dengan sepatu yang kebesaran satu ukuran. Pagi-pagi usai membuka mata, aku mendapati diriku lupa mengerjakan PR bahasa Inggris sebanyak sepuluh soal di buku LKS. Akibat tragedi itulah aku dimarahi Mama dan hanya bisa makan dua gigit roti bakar selai kacang lalu memburu Mama untuk segera berangkat mengantarku agar tidak telat. Omelan orang tua di pagi hari mampu menambah kepanikan gadis berhati lembut seperti aku. Huek! Kelinciku pasti akan memuntahkan makanannya kalau mendengarnya (untung kelinci nggak bisa muntah).
Suara sepatuku menapak aspal dengan kencang dibarengi dengan beberapa suara tapak sepatu siswa lain yang juga telat sepertiku. Pintu gerbang sekolah hampir tertutup rapat dan Pak Satpam yang baik menyisakan celah satu meter untuk kami lewati. Aku berhasil masuk dan memberi senyum sekilas pada Pak Bimo yang sudah menjaga keamanan dan ketertiban sekolah selama sepuluh tahun (katanya). Kurasa senyumku tadi justru terlihat seperti orang yang sedang meringis, mengetahui ada rintangan selanjutnya yang harus aku lewati setelah pintu gerbang besi hitam ini.
"Kenapa telat? Mau alasan ban motor kempes?"
Uh, oh, siapa saja tolong aku! Aku malas menjawab pertanyaannya apalagi melihat wajahnya.
Aku diam menundukkan kepala, menatap ujung sepatu hitamku yang sudah bosan aku pakai selama lebih dari setahun ini. Di dalamnya jari-jari kakiku naik-turun, menyebabkan benjolan-benjolan yang menarik untuk aku lihat daripada melihat wajah orang yang ada di hadapanku.
"Kamu dengar tidak?! Kenapa kamu terlambat?" tanyanya kesal.
Aku masih diam saja. Jujur, ya, aku sengaja diam untuk membuatnya jengkel. Aku tahu aku salah telah terlambat dua menit dari bel masuk berbunyi. Dan itu seratus persen salahku karena aku pelupa dan baru mengerjakan PR di pagi hari dalam waktu mepet. Tapi bapak berkepala plontos yang sok jagoan ini -yang berusaha mengintimidasi kami para murid telat- kalau kuhitung-hitung pelanggaran yang dibuatnya jauuuuuuh lebih banyak dari kami. Kesalahan kami hanya datang terlambat, itupun tidak sampai lima belas menit apalagi setengah jam. Sedangkan Pak Alwi sering telat masuk kelas karena keasyikan mengobrol dengan ibu guru baru yang masih muda dan cantik. Bu Dina namanya. Padahal kalau kuperhatikan, wajah Bu Dina seperti terpaksa meladeni obrolan Pak Alwi. Bagaimana tidak? Apanya yang asyik mengobrol dengan guru olahraga yang suka mengambil duit siswa dengan cara licik dan tidak terlalu pintar itu? Apa sih topik yang ia bicarakan dengan Bu Dina? Paling-paling cuma gombalan penuh bualan.
"Zazin!"
"Eh, iya, Pak?" jawabku terkaget-kaget. Keasyikan merenung hal-hal berguna sampai lupa kalau Pak Alwi masih betah berdiri di depan.
"Ditanya kok diam? Kamu kenapa telat lagi?"
Yah, aku memang sering telat, sih. Sering pula terjebak di kondisi seperti ini. Tapi biasanya bukan Pak Alwi yang menghadang kami jadi aku tak keberatan dan manut-manut saja disuruh mengambili sampah daun di taman sekolah.
"Bangun kesiangan?"
Aku mengangguk. Aku malas menjawab detail bahwa aku baru bangun setelah jam bekerku berbunyi nyaring tanpa henti sampai sepuluh menit, lalu saat kedua mata besarku ini terbuka yang kuingat adalah PR bahasa Inggris yang harus dikumpul di jam pelajaran pertama hari ini. Aku menghemat energi dan suaraku daripada harus merespon pertanyaan beliau.
Aku masih memerhatikan benjolan jari kaki di ujung sepatu saat lima orang siswa-siswi di sebelahku berpencar. Oh, ditugasi menyapu dedaunan lagi, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Flashdisk
Mystery / ThrillerEhem.. Aaa..Tes..Tes..Satu...Dua...Satu...Dua. Kamu mendengarnya dengan baik kan? Jika kau mendengar rekaman suaraku di file paling atas berjudul "A", berarti kamu telah berhasil menemukan flashdisk lonjong berwarna hitam tanpa tutup ini. Ba...