Sekujur tubuhnya basah dan ia menggigil kedinginan. Kakinya melangkah tertatih menghasilkan jejak tetes air sepanjang koridor. Beberapa pasang mata menatap jijik.
"Kenapa dia harus sekolah di sini, dasar jelek."
"Cih, dia mengotori lantainya."
Kedua lengannya memeluk tubuhnya sendiri. Kepalanya menunduk dalam padahal pusing terasa hebat menjera hingga ingin menjedutkan diri ke tembok.
Langkahnya dijegal sebelum ia sempat melewati pintu kelas. Seorang anak perempuan mendorongnya acuh. Tubuh kecilnya pun terodorong dua langkah ke belakang.
"Aku baru saja menyapunya," ucapnya ketus.
"Maaf, aku tidak akan mengotorinya. Kalau begitu bisa ambilkan pakaian ganti di tasku?" pintanya.
"Enggak mau."
Lalu ranselnya melayang dari balik pintu kelas tepat mengenai wajahnya.
"Jangan mencemari kelas ini dengan bau busukmu itu."
Pintu ditutup dengan hentakan. Menyisakan dirinya sendiri di koridor. Dipeluknya ransel yang penuh noda dan sobekan. Berjalan ke ruang ganti laki-laki.
Bajunya sudah bersih lagi meski tetap saja tubuhnya bau dan rambut putihnya kusut dengan noda keruh berwarna coklat.
Kedua netra semerah ruby meredup. Terlampau lelah untuk sekedar menangis. Sepanjang ia menatap hanya kosong yang dipandang. Ia hanya ingin bel pulang cepat-cepat berdentang.
"Apa tadi kau dijahili lagi?" tanya seorang gadis yang mencegatnya di depan gerbang sekolah setelah jam pulang. Tidak berniat memberi respon apapun, ia melengos melewatinya begitu saja. "Hei, tunggu!"
Tangannya hampir diraih namun telat sepersekian detik. Akhirnya gadis kecil itu berbalik sempurna sebelum punggung yang membawa ransel sobek melangkah lebih jauh.
"Mafumafu!" serunya.
Kepala putih itu terhenti. Kemudian menoleh dengan sebuah senyum hampa.
"Kamu jangan membiarkan mereka berbuat jahat. Aku akan melapor pada Pak Guru."
Namun ia menggeleng, "Jangan. Nanti urusannya tambah merepotkan."
"Tapiー"
"Kamu juga," potongnya sembari melirik sekilas pada sepasang manik [e/c] di hadapan. "Mereka akan ikutan mengganggumu kalau kamu bicara padaku."
Gadis itu menunduk sedih menatap kedua sepatunya hingga poninya menutup sebagian wajahnya.
"Kalau begitu, sampai jumpa besok," ujarnya dengan sedikit membungkuk. Kemudian berbalik meninggalkan [y/n] di sana. Namun beberapa langkah, ia menoleh ke belakang sesaat. "Omong-omong, [y/n]."
Gadis kecil mengangkat wajahnya. Bertanya lewat tatapan mata.
Mafumafu tersenyum tipis. "Aku suka saat kau memanggil namaku seperti tadi."
Dan surai putih itu meninggalkan [y/n] yang terpaku di depan gerbang.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
October Rain [Mafumafu]
FanfictionLangit mendung. Kaca jendela berembun. Tapi di dalam apartemen itu, Mafumafu merasa nyaman dan hangat. Rasa itu mengingatkannya pada sesosok pahlawan di masa lalunya; yang kepadanya dahulu dia bernaung. Sementara sudah enam tahun berlalu. Apakah per...