Kedua kakinya terpaku. Ia tidak bisa selain meringkuk takut di bawah tatapan orang-orang. Sampai di titik dimana ia bahkan tak bisa mencapai kereta. Namun ia masih berdiri di sana. Tersenyum dan menanti sesuatu.
Cemoohan. Disertai pandangan jijik menafsir makhluk macam apa yang menggunakan seragam kotor mematung di tengah keramaian stasiun.
"Mafu!"
Ah, suara itu lagi.
Bayangan seorang gadis berlarian ke arahnya. Suara yang sama yang menghantuinya sejak beberapa tahun terakhir.
Tidak memberi kesempatan baginya untuk menoleh sedikit pun, gadis itu meraih genggaman Mafumafu dan membawanya ikut berlari ke suatu tempat yang sepi. Terengah, mereka berdua berhenti dan [y/n] berbalik menatap kedua netra hampa sewarna ruby.
Menyadari Mafumafu tengah meremas sesuatu di tangannya, [y/n] segera menyambar tanpa izin ponsel berlayar retak akibat dibanting pihak tak bertanggung jawab tersebut dan mengetuk-ngetuknya. Log out langsung dari akun penuh umpatan sampah.
"Jangan dibaca, jangan dibaca, jangan pikirkan," ujarnya berulang-ulang dengan napas terburu.
"Aku manusia buruk ya? Memang benar aku pantas mati."
"Tutup mulutmu. Tidak ada manusia yang pantas mati."
Diam. Sebelah tangan Mafumafu terangkat mendekati dahi lawan bicaranya. Menemukan sebuah luka lebam di balik poni.
Jemarinya bergerak mengusap-usap yang terluka. "Mereka melakukannya lagi."
"Itu kecelakaan," ucap [y/n] dan menggeleng menepis tangan Mafumafu dari dahinya. Gadis itu membuang muka ke arah samping. "Kecelakaan yang di sengaja sih," lanjutnya menggumam.
"Mood yang buruk mempengaruhi sikap dan gaya bicaramu." [y/n] terperangah dan menengadah, mendapati sebelah tangan pucat Mafumafu menepuk puncak kepalanya. Sementara pemiliknya mensejajarkan garis tatap mereka berdua. "Ayo pergi ke suatu tempat."
Meski tidak mengerti, namun gadis itu tetap menerima uluran si surai putih yang sudah menggenggam erat tangannya. "Kemana?"
"Menikmati waktu bersama."
Detik selanjutnya, keduanya sudah berlarian sepanjang hall stasiun.
"Kau tahu, [y/n]," ucap Mafu dengan sebuah senyuman manis di bibir. Senyuman yang sudah lama tidak ia tunjukkan. Kedua netra ruby-nya yang sudah terlanjur hampa lekat menatap kedua lensa [e/c] gadis di sisinya. "Saat bersamamu, aku selalu merasa nyaman. Aku merasa aman meskipun banyak orang melihatku di sekitarku. Kau begitu membawa pengaruh baik. Aku bersyukur pernah bertemu dengamu."
[y/n] balas tersenyum. "Aku bersyukur pernah bertemu denganmu."
Senja mulai ditelan kegelapan, kereta sudah lama berlalu.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
October Rain [Mafumafu]
FanfictionLangit mendung. Kaca jendela berembun. Tapi di dalam apartemen itu, Mafumafu merasa nyaman dan hangat. Rasa itu mengingatkannya pada sesosok pahlawan di masa lalunya; yang kepadanya dahulu dia bernaung. Sementara sudah enam tahun berlalu. Apakah per...