Kedua telapaknya menopang wajah dengan sikut sebagai tumpuan di atas meja. Sepasang manik menatap lurus keluar kaca yang berembun. Secangkir kopi mengepul di samping notes mungil yang terbuka.
"Apa yang harus kukatakan, ya," gumam kecil.
Hujan diluar sana semakin deras. Dengan malas kau menekuk kedua lengan dan menelungkupkan wajah. Ruangan yang hangat serta musik jazz yang diputar di kafe ini membuatmu mengantuk.
Layar ponselmu berkedip secepat dirimu menyambarnya. Memeriksa notifikasi yang masuk membuat matamu kembali bulat sempurna.
"Dia belum banyak berubah, ya?" ujarmu pada diri sendiri dengan jari mengscroll layar ponsel. "Dia sudah punya banyak teman, ya..."
Bibir merah muda terkatup saat kedua netra menyaksikan ratusan atau entahlah berapa tweet yang baru saja terkirim beberapa detik yang lalu. Semuanya berisi ucapan selamat dan doa.
Sepasang alis yang tersembunyi di balik poni segera bertaut ragu.
"Fansnya sebanyak ini... apa dia bisa membaca pesanku?"
Namun beberapa detik setelah berperang dalam kepala sendiri kau menggeleng dan menepuk wajah sendiri.
"Jangan pesimis dulu, [y/n]! Ayo, sapa dia bagaikan teman lama!"
Menghembuskan napas yakin, kau mengetuk ikon berbentuk amplop di bagian atas layar sentuh. Mencari nama pengguna lalu mengetikkan beberapa kata.
Setelahnya tanganmu segera mendaratkan ponsel ke sofa di sisi.
"Sial. Kenapa segugup ini. Dia sudah banyak berubah, banyak sekali!" serumu tertahan. Napasmu tiba-tiba menjadi terengah-engah. Ada sesuatu yang menyulut emosi, entah apa.
Wajah kembali tenggelam di antara lipatan tangan bersamaan dengan hela napas berat.
[Direct Message]
@uni_mafumafu Hai. Apa kau masih ingat aku?
@uni_mafumafu Omong-omong, selamat ulangtahun.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
October Rain [Mafumafu]
FanficLangit mendung. Kaca jendela berembun. Tapi di dalam apartemen itu, Mafumafu merasa nyaman dan hangat. Rasa itu mengingatkannya pada sesosok pahlawan di masa lalunya; yang kepadanya dahulu dia bernaung. Sementara sudah enam tahun berlalu. Apakah per...