"Woy, Arumi. Udah ngerjain PR belom?"
Aku menoleh kearah sumber suara. Angga. Dia sedang mengumpulkan satu persatu buku dari meja ke meja.
Kalau masalah mengumpulkan pekerjaan rumah, Angga memang selalu dipercaya oleh guru-guru. Oleh karena itu, dia selalu menagih pekerjaan rumah teman-teman sekelasnya. Dan yang paling sering ditagih adalah aku.
"Pasti belom nih. Dari tadi aja baca novel terus," cibir Kayla.
"Yeeee. Udah aku kerjain kok. Nih, ambil disini ya, Ngga," aku melirik Kayla dengan sebal sambil menyerahkan buku tulisku ke Angga.
"Tumben banget lo rajin gini Rum."
Aku menaik-naikkan alis, kebiasaan norakku kalau sedang merasa bangga pada diri sendiri.
Dan untungnya, tidak ada seorang pun yang menyadari hal itu.
"Eh, Rum. Bantuin bawa ini ke meja guru, yuk. Daripada gabut gitu," ucap Angga.
Aku mengangkat wajahku dari meja, baru saja aku hendak leyeh-leyeh menikmati semilir angin dari jendela, dan Angga dengan beraninya membuyarkan posisi wuenakku. Tapi akhirnya aku memutuskan untuk menyusul Angga, kasihan dia kewalahan membawa buku. Lagipula, nanti pulangnya kan bisa mampir kantin. Kebetulan aku sedang sangat lapar, dan untungnya lagi, sekarang sedang jamkos.
Selama berjalan menyusuri koridor menuju ruang guru, aku merasa aneh dengan gerak-gerik Angga. Dia termasuk golongan anak yang suka bicara sembarangan kalau di kelas. Apalagi dia paling rajin menagih tugas, dan tidak pernah sungkan-sungkan memarahiku. Tipikal anak yang suka membuka obrolan lebih dulu. Tapi kali ini Angga malah kalem. Saking kalemnya, aku juga jadi ikutan kikuk dan hanya membuntuti langkahnya yang sepertinya sengaja di lambat-lambatkan.
"Heh, manusia. Jalan kok ketimik-timik kaya pitik. Banteran dikit ah."
Btw, aku memang sudah gatal sekali ingin menyalip langkahnya daritadi.
"Apaan sih, suka-suka gue dong," sahut Angga sewot.
Dih, nyebelin banget.
"Hehehe. Engga kok. Santai aja kali aku cuma bercanda. Ngomong-ngomong, enak juga ya jadi tukang ngumpulin tugas," aku terpaksa berbohong dan mencari bahan obrolan. Aku malas kalau mencari ribut dengan orang lain.
Angga menoleh ke arahku. "Bagian mananya nih? Nagih-nagihnya apa pas dapet ijin keluar kelas kaya sekarang ini?"
Aku tergelak mendengar opsi pilihan yang dikeluarkan Angga.
"Heh bocah malah ketawa. Tapi buat anak kaya lo sih, pasti pilih yang opsi kedua kan?"
Aku mengangguk. Siapa juga yang mau disuruh repot nagihin tugas anak-anak kelas.
"Kalo gue sih, bukannya ngumpulin tugas, tapi malah mampir kantin," kataku.
"Ya itu sih lo, Rum."
"Yaelah emang lo nggak pernah?"
Angga menggeleng dengan mantap. Ngobrol dengan Angga yang hobi ber-gue-elo membuatku jadi ikut-ikutan ber-gue-elo juga. Angga murid pindahan dari Jakarta waktu kenaikan kelas 11. Oleh sebab itu dia hobi ber-gue-elo dengan siapa saja. Dan herannya, meski terlihat seperti anak yang suka main-main, dia sangat rajin sekali. Bahkan sampai menjadi kepercayaan para guru. Dan ternyata, dia memang benar-benar melaksanakan amanah dengan baik, buktinya dia tidak menggunakan kesempatan keluar kelas untuk mampir ke kantin.
"Yah, kalo gue jadi elo sih, gue bakalan mampir. Terus sengaja di lama-lamain."
Angga hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin prihatin denganku yang berpikiran tidak sehat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas, Sandalmu!
Teen FictionDulu waktu SMP, aku selalu membayangkan kalau sudah SMA nanti aku bakal bertemu dengan pangeran bernaga putihku. Semuanya begitu indah, tersusun dengan rapi di rak imajinasiku. Tapi nyatanya, realita emang lebih suka ngeyel sama ekspektasi. Siapa s...