Tap tap tap...
Suara langkah kaki anak-anak kecil yang berlari.
"Hahaha... Lihat! Ada wanita gila di sana!" Kata salah satu seorang bocah laki-laki yang terlihat lebih tua diantara teman-temannya.
"Mana?" Tanya bocah laki-laki yang lain.
"Itu... Di sana...!" Tunjuk si bocah yang lebih tua.
"Hahaha... Iya... Iya... Diakan wanita gelandangan kotor yg selalu membawa papan besarnya kemana-mana." Sahut salah seorang dari mereka. Dan lalu semua anak-anak itu kembali menertawakan wanita itu sambil terus melontarkan hinaan.
Gelandangan lusuh yang dianggap gila itupun terus berjalan tanpa menghiraukan caci dan makian yang dilontarkan oleh anak-anak kecil itu. Dia terus berjalan membawa "papan besar"nya itu menuju sebuah pohon yang cukup besar untuk berteduh dibawahnya. Sebari berjalan, dia terus mendapat tatapan sinis dari orang-orang sekitar yang melihat penampilan lusuhnya yang terlihat kotor dan menjijikan bagi mereka. Tapi dia tak peduli! Seberapapun orang-orang itu menyindirnya, melontarkan kata-kata kasar dan kotor, hinaan dan cacian mereka bahkan tuduhan-tudahan yang bisa benar-benar menyayat hati seseorang. Seolah mereka semua melakukan itu untik menarik perhatiannya... Wanita itu tak sedikitpun peduli atau tertarik! Wanita itu terus berjalan... Dia terus melangkahkan kakinya tanpa menoleh ke arah orang-orang itu. Seolah dia tuli... Dia benar-benar tak peduli. Tatapan matanya yang tajam dan tegas itu, tetap menatap ke depan, seolah hanya arah itulah yang ada di dalam penglihatannya. Seolah-olah yang lain hanya sebuah tembok. Sesuatu yang tak menarik dan tak penting... yang tak layak untuk kau beri perhatian lebih.
Wanita itu kemudian duduk di salah 1 pohon rindang, yang agak terisolasi dari keramaian. Dia lalu meletakan "papan besar"nya yang terbungkus balutan kain usang. Dia mulai membuka balutan kain itu dan memperhatikan setiap detail bagian dari benda di dalamnya. Wanita itu mulai mengusap dan membersihkan papan itu, perlahan tapi pasti dengan penuh perasaan, keseriusan dan konsentrasi, wanita itu mulai mencoba memperbaiki senar-senar yang ada dipapan itu. Wanita itu benar-benar memperlakuakan papan tersebut dengan penuh kehati-hatian, seolah benda itu adalah harta karun yang tak ternilai di dunia ini. Iya, benar! Papan ini memamg merupakan harta karun, harta yang berharga baginya. Semenjak dia mulai menjadi seorang gelandangan, hanya harta ini yang menemani setiap langkah dan hari-harinya. Hanya harta ini satu-satu yang tersisa, harta benda miliknya yang paling berharga yang dia miliki selain pakaian lusuhnya. Meski semua orang mengolok-ngoloknya dan hartanya, dia tetap tidak peduli. Apapun yang mereka katakan, itu karena mereka sama sekali tak tahu apa-apa mengenai dirinya dan benda yang mereka terus sebut "papan"!
"Bersabarlah, suatu hari nanti aku pasti akan memperbaikimu seperti semula. Akan kuganti senar-senar usangmu. Dan aku perbaiki semua pahatan dan goresan-goresan yang ada ditubuhmu. Hingga kau kan terlihat seperti baru lagi. Hingga semua orang kan mengagumimu lagi. Kumohon... bersabarlah... Temani aku lebih lama lagi, hingga aku bisa membalasmu." Bisiknya pada benda itu.
Papan besar itu sebenarnya adalah sebuah Gu zheng[1]. Sebuah alat musik kuno anggun yang menghasilkan suara merdu nan indah. Tapi orang-orang itu tak akan ada yang percaya jika wanita itu katakan bahwa dia memiliki sebuah guzheng. Mereka hanya akan mengatakan bahwa dia gila! Atau jikapun benar mereka percaya dia mempunyai guzheng mereka pasti akan menuduhnya mencuri dan berusaha merampas harta satu-satunya itu. Untuk itulah dia tak pernah benar-benar memperlihatkan wujud asli "papan" ini di depan orang-orang.
Tapi... Dia tidak bisa selamanya menyembunyikan hal ini. Dia tidak bisa selamanya hanya diam! Wanita itu kembali menatap guzheng miliknya, dan berpikir harus kah dia mulai memainkan lagi guzheng ini? Di depan orang-orang itu? Mereka tak akan mungkin benar-benar mengenali guzheng ini. Gumahnya dalam hati. Iya! Mereka tak akan mengenali guzheng miliknya! Lagi pula kecil kemungkinannya orang-orang di sini mengenali siapa dirinya dan guzheng miliknya. Mereka pasti hanya akan berpikir ini hanya guzheng tua usang! Sekalipun jika dia memainkannya mereka tidak akan mungkin merampas guzheng ini. Jikapun guzheng ini menghasilkan suara merdu, tapi dengan bentuknya yang rusak ini mereka hanya akan berpikir bahwa ini karena permainan jariku. Semoga saja tak akan terjadi sesuatu. Jikapun ada yang berniat merampas guzheng miliknya, itu pasti bukan karena guzheng! Mereka mungkin hanya ingin membuat dia kesulitan. Terserah! Yang jelas aku akan mulai memainaknya besok! Ini sebuah taruhan. Taruhan terakhirku! Ini kesempatan terakhir kita! Teriknya dalam batin, tekadnya telah bulat. Hanya ini kesempatan dan cara dia satu-satunya agar dapat mencapai tujuannya saat ini, yaitu memperbaiki guzheng miliknya!
Selama beberapa hari ini dia mencoba pergi ke beberapa toko alat musik, dan toko-toko lainnya yang menjual guzheng serta jasa pembuatan dan perbaikan, untuk menemukan orang yang tepat dan mau untuk membantunya memperbaiki guzheng miliknya. Dia juga mencoba bertanya, namun kebanyakan dari mereka akan mengusir atau berkata sinis padanya dengan tatapan merendahkan! Mereka bahkan tak akan mau mendengarkan apa yang ingin dia katakan. Mereka melarangnya masuk karena pakaian lusuh yang ia kenakan dan memperlakukan dia dengan kasar. Ia tidak memiliki pilihan lain. Bukan karena dia tidak ingin membeli pakaian-pakaian itu. Dia tak memiliki uang untuk membeli pakaian baru yang lebih layak! Sekalipun dia memiliki uang, itupun hanya cukup untuk membeli sedikit makanan agar ia dapat tetap bertahan dan tak mati kelaparan dengan kondisinya saat ini. Uang-uang itupun dia dapatkan dari hasil keringatnya sendiri, meski sebelumnya dia memiliki beberapa uang simpanan, namun itupun belum cukup untuk membeli sehelai kain. Uang yang dia bawa saat itu adalah apa yang dia punya sebelum peristiwa itu terjadi.
Selama beberapa hari ini dia mencoba melakukan beberapa pekerja, namun tak semua orang mau menerima dan memperkerjakannya. Jika pun dia berhasil menemukan pekerjaan, mereka tak akan membayarnya penuh, hanya akan membayar setengah! Bahkan akan ada yang tak membayarnya sama sekali, adapula yang hanya akan memberinya 1 potong roti yang hampir busuk.
"Hah...." Dia menghela nafas sambil memikirkan semua dia alami beberapa hari ini. Di dunia ini kita tak akan benar-benar tau apa yang akan terjadi pada diri kita. Meskipub seorang dapat melihat masa depan dan meramalkan dengan akurat, semua belum tentu terjadi, jika kita memgambil langkah yang berbeda, hasilnya pun akan berbeda. Meski ada hal di mana langkah dan usaha apapun dan sekeras apapun yang kau lakukan, takkan membuahkan hasil. Jika seperti itu, kau butuh sebuah "keberuntungan" dan "kesempatan". Hanya keajaiban yang akan merubahnya, jika Tuhan berkehendak memberikan kita kesempatan merubahnya. Tapi semua tergantung diri kita, apakah kita bisa bisa mengambil kesempatan itu. Kebanyakan orang terlalu sombong hingga mereka melewatkan banyak kesempatan yang lebih baik yang diberikan kepada mereka. Namun ada pula orang baik berkerja keras yang jauh lebih layak mendapatkan kesempatan! Namun mereka takkan pernah mendapatkan kesempatan seperti orang-orang sombong itu, hanya karena mereka kurang beruntung dari segerombolan "tikus dan babi" serakah dan rakus itu!
"Besok... Besok aku akan pergi ke alun-alun." Diapun mulai menyusun rencananya untuk beberapa hari kemudian. Jika dia sukses dengan pertunjukannya ataupun jika dia gagal. Dia telah memikirkannya matang-matang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noble [Hiatus!]
Fiksi Sejarah[SLOW UPDATE] Berpartisipasi dalam "Indonesia Membaca" #52 dalam Fiksi Sejarah 29/10/2017 #154 dalam Fiksi Sejarah 25/10/2017 #240 dalam Fiksi Sejarah 23/10/2017 10.15PM #588 dalam Fiksi Sejarah 23/10/2017 6PM Sebuah cerita tentang takdir dan kisah...