ATHARA-3

2K 173 1
                                    

Athara sedang duduk dikursi meja belajarnya. Sambil memutarkan pulpen ditangannya, lalu berfikir. Apakah benar ia menyukai seorang lelaki yang baru ia temui saat istirahat sekolah tadi? Ahh, tidak mungkin. Athara tidak pernah merasakan jatuh cinta, masa iya Athara dengan mudahnya menyukai lelaki secepat itu. Athara yakin, ini bukan rasa menyukai seseorang.

Athara kembali memfokuskan fikirannya ke buku yang sudah terbuka dihadapannya. Ia harus fokus belajar, jika tidak ia akan kembali dimarahi. Namun, dari ambang pintu terdengar jelas ada yang membuka pintu kamar Athara.

Ternyata Ibu-nya.

"Jangan hanya ditatap saja bukunya, pelajari dengan benar! Jangan sampai nilai kamu nanti turun. Nanti jika kamu sukses seperti Kak Arka, pastinya kamu juga yang senang." ucap Kanya--Ibu Athara.

"Iya bu, Athara juga sedang belajar. Berusaha fokus ke buku yang sedang aku pelajari."

"Berusaha fokus? Memang kamu sedang memikirkan apa, sampai membuatmu tidak fokus belajar?" balas Kanya mendekat ke arah Athara.

"Tidak memikirkan apa-apa, bu."

"Atau kamu sedang memikirkan cinta? Kamu jangan konyol, umurmu masih belum pantas untuk memikirkan cinta! Belajarlah dengan benar, jika besar nanti sudah sukses baru berurusan dengan cinta." ujar Kanya berbalik badan lalu berjalan keluar dari kamar Athara.

Athara tidak menjawab, ia hanya menatap Ibunya yang telah keluar dari kamarnya. Sejenak, Athara berfikir. Di umurnya yang enam belas tahun ini, apakah terdengar konyol memikirkan cinta? Lalu, mengapa disekolah Athara selalu melihat teman-temannya bermesraan dengan pasangannya? Apakah orang tuanya tidak memarahinya seperti Athara?

Ah, sudahlah. Mungkin pemikiran orang tua berbeda-beda.

Jam telah menunjukan pukul sepuluh malam, rasa mengantuk telah melanda Athara. Dan ia pun membereskan buku dan peralatan yang akan esok ia bawa lalu memasukinya kedalam tas ranselnya, setelah itu beranjak tidur diranjang nyamannya.

°°°°°

Matahari telah terbit, mulai menapampakkan diri secara perlahan. Kembali datang untuk menghangatkan bumi dan aktifitas manusia.
Athara pun terbangun setelah cahaya matahari menyorot ke arah wajahnya. Lalu, Athara beranjak dari tempat tidurnya setelah itu bersiap untuk sekolah.

Pagi ini, dimana meja makan telah ada orang tua Athara yang sedang sarapan setelah itu pergi bekerja. Mungkin bisa dibilang jarang sekali Athara merasakan makan bersama orang tuanya dimeja makannya, dan pagi ini Athara merasa senang karena setelah lamanya ia tidak makan bersama dengan orang tuanya akhirnya pagi ini mereka berkumpul dimeja makan.

"Nanti kamu pulang sekolah langsung pulang! Nanti siang mungkin Arka kesini, kemungkinan Ayah sama Ibu nanti siang tidak berada di rumah. Usahakan sebelum Arka sampai ke rumah, kamu harus ada di rumah duluan!" Kevan--Ayah Athara pun membuka percakapan, sambil mengoleskan nutella ke rotinya.

"Iya, yah."

Memang biasanya Athara pergi kemana dulu setelah pulang sekolah? Ia juga tau bahwa dia harus langsung pulang ke rumah tanpa mampir kemana-mana, biasanya pun juga seperti itu. Tanpa diberi tahu pun, Athara akan langsung pulang. Karena jika tidak, orang tuanya akan memarahinya. Memang mereka berdua jarang dirumah, tetapi satpam atau suruhan Ayah Athara akan melapori ke Ibu atau Ayahnya Athara bahwa Athara pulang ke rumah dengan waktu terlambat.

"Sepertinya sudah waktunya Ayah berangkat. Athara, apa kamu mau berangkat bareng Ayah?" ucap Kevan sambil mengambil tas kerjanya.

"Enggak, yah. Aku naik angkutan umum saja."

"Bagus lah jika seperti itu, jadi Ayah tidak akan terlambat. Ya sudah, Ayah berangkat. Assallamuallaikum."

"Waallaikumsallam." ucap Kanya dan Athara bersamaan.

Baru saja Ayahnya mengajak Athara untuk berangkat bersama. Namun, mengapa ajakan itu terdengar tidak niat? Mengapa menawarkan berangkat bersama lalu setelah itu dijawab, 'baguslah jika seperti itu, jadi Ayah tidak akan terlambat.'

Tidak usah mengajak jika memang tidak niat untuk mengajak.

°°°°°

Selamat membaca❤️

Voment ditunggu yaa😘

ATHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang