- (f/n) POV
Aku duduk bersandar dan menatap kosong jalan di hadapanku. Kedua tanganku terikat pada salah satu tiang kuil. Selagi sadar aku telah berada di sini untuk waktu yang cukup lama, kurang lebih empat jam sejak aku bangun dalam keadaan penuh luka goresan di sekitar bahu. Aku tak perlu berpikir siapa yang telah melakukan ini padaku. Aku merasa lelah dan tak ingin membuang-buang tenagaku yang tersisa untuk memikirkannya.
Kupandangi kemelut awan di antara langit jingga. Matahari mulai tenggelam. Rupanya sebentar lagi akan gelap. Mencoba memejamkan mata membuatku merasa lebih tenang. Jujur saja aku menyukai warna jingga terutama jika itu datang dari langit sore. Hari-hariku selalu kuhabiskan untuk berharap kepada Tuhan agar membuat saat-saat matahari tenggelam seperti ini tidak akan pernah berakhir. Karena selepas matahari tenggelam maka akan datang petang yang bersambut malam. Dan kegelapan malam adalah hal yang paling kubenci dalam hidupku. Kegelapan malam membuatku tersiksa. Bukan, bukan karena makhluk tak kasat mata yang menghantui dan ingin balas bendam. Bukan itu. Semua itu karena memori tentang orang itu. Ya, orang itu yang telah merubah hidupku.
- Flashback -
- Normal POV -
Edo merupakan kota tersohor di Planet Bumi. Terkenal akan sebutan kota yang membuat impian menjadi kenyataan. Samurai-samurai tangguh membawa katana di pinggang leluasa berjalan di tengah keramaian. Aura wibawa dan kuat menguar di antara mereka. Masyarakat hidup dalam damai tanpa perlu merasa takut akan bahaya yang akan datang. Samurai ada bersama mereka. Namun kedamaian itu tak bisa lagi dirasakan. Semua itu kini menjadi kenangan. Amanto datang menyerang Edo dengan pesawat dan kapal perang berspesifikasi tinggi. Makhluk tak tahu diri itu dengan mudahnya menaklukkan shogun dan membasmi sebagian besar kaum samurai yang ada. Mereka mengklaim Edo dan memaksa para samurai membuang katananya dan berlutut kepada mereka. Pemerintahan dialihkan ke tangan Amanto dan pembasmian samuraipun dimulai.
Empat samurai muda mulai menggalang kekuatan dalam rangka mengusir Amanto dari tanah kelahiran. Keempatnya ditakuti karena memiliki jurus pedang yang menakutkan. Tak hanya disegani oleh anak buah, mereka juga sangat diwaspadai oleh para Amanto. Mereka adalah Sakata Gintoki, Katsura Kotarou, Takasugi Shinsuke, dan (l/n)(f/n).
- (f/n) POV -
Kala itu di Perang Joui, tepatnya setelah kami mengalahkan sebagian besar prajurit amanto.
"DIAMLAH (F/N), KARENA KAU TAKKAN PERNAH MENGERTI!"
Shinsuke mengepalkan kedua tangannya. Aku tak bisa melihat bagaimana raut wajahnya karena ia menundukkan kepala ditambah lagi helaian rambutnya yang menutupi. Kami -Gintoki, Katsura, dan aku- hanya diam. Ini tak seperti biasanya. Aku melirik Gintoki yang berada tepat di samping kananku. Sejenak ia menoleh ke arahku. Aku memandangnya meminta penjelasan. Ia membuka mulutnya seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya tak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya. Kulirik Katsura berharap mendapatkan petunjuk namun ia juga tak memberikan jawaban yang berarti.
Aku mengangkat wajahku lalu pandanganku dan Shinsuke saling bertemu. Aku mencoba melangkahkan kakiku mendekati Shinsuke. Belum sampai tangan kananku menyentuh bahu kirinya, Shinsuke segera berbalik dan berjalan meninggalkan kami semua.
Sebenarnya apa yang terjadi padanya?
Aku berdiri mematung memandang punggung Shinsuke yang semakin menjauh hingga akhirnya menghilang dari pandanganku. Aku benar-benar tak tahu apa yang terjadi. Apakah aku melakukan kesalahan? Mengapa Shinsuke marah namun di saat yang bersamaan wajahnya terlihat sedih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gintama X Reader Oneshot
Fanfiction[Gintama x Reader Oneshot!] Karakter Gintama hanya milik Sorachi Hideaki-sensei.